Tanaman Tembakau
Denpasar (Metrobali.com)-
 
Bali Bakti bekerjasama dengan Lingkara PhotoArt Community menggelar acara bertajuk “Terimakasih Tembakau”. Acara ini digelar pada hari Jumat, 30 Mei 2014, jam 18.30 wita, di markas Lingkara PhotoArt, Jl, Merdeka IV No. 2 Renon, Denpasar. Acara diisi dengan pemutaran film pendek berjudul “Mereka yang Melampaui Waktu” dan “Tradisi, Agama, dan Tembakau”. Selain itu juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi dari penyair Muda Wijaya dan Achmad Obe Marzuki, musik dari Yon Gondrong “One Man Band”, diakhiri dengan diskusi ringan. Acara ini dimaksudkan untuk merespon Hari Tanpa Tembakau se-dunia. 
 
Setiap tanggal 31 Mei dunia memperingati Hari Tanpa Tembakau, yang dicetuskan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sejak tahun 1987. Gerakan ini menyerukan para perokok agar berpuasa merokok selama 24 jam. Namun, dalam satu dasawarsa terakhir, gerakan ini menuai reaksi pro-kontra dari berbagai kalangan. Dukungan muncul dari pihak pemerintah, aktivis kesehatan, serta organisasi kesehatan masyarakat. Sementara itu, penolakan muncul dari para petani tembakau, industri rokok, konsumen rokok, organisasi pembela kretek.
 
Selama ini, rokok selalu diposisikan sebagai biang kerok penyebab kematian. Ironisnya, polusi asap pabrik, asap kendaraan, pencemaran tanah dan air, pestisida, zat pengawet dan pewarna makanan, penyedap masakan, minyak goreng kedaluarsa, makanan cepat saji, makanan/minuman instan, cenderung diabaikan sebagai perusak kesehatan. Lalu, mengapa rokok yang selalu ditonjolkan sebagai pembunuh?
 
Dalam film dokumentar “Mereka yang Melampaui Waktu”, bisa disaksikan orang-orang tua yang berusia di atas 80 tahun yang masih tetap sehat meski menjadi perokok aktif selama berpuluh tahun. Artinya, mati hidupnya seseorang bukan cuma karena rokok atau tembakau. Di sisi lain, ternyata tembakau bisa diolah menjadi obat kanker dan berbagai jenis obat lainnya. Dari sini bisa dibaca, terjadinya pro-kontra tembakau disinyalir akibat dari persaingan global antara perusahaan rokok dan farmasi dalam memperebutkan tembakau.
 
Kontroversi tembakau juga merembet ke Indonesia dengan adanya berbagai aturan tentang tembakau yang diturunkan WHO. Salah satu yang paling berdampak luas adalah diberlakukannya peraturan daerah (perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pelanggaran terhadap perda ini dikenakan sanksi ringan hingga berat. Bahkan, Satpol PP dikerahkan untuk mengawal perda tersebut. Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah menetapkan Perda No. 10/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sejumlah tempat, terutama di kantor-kantor pemerintahan dan tempat umum lainnya.
 
Merokok adalah kegiatan legal, sebab rokok bukan benda illegal seperti halnya narkoba. Perda KTR patut dihormati, namun di sisi lain hak-hak perokok juga perlu diperhatikan, terutama dengan menyediakan ruang atau tempat yang nyaman bagi perokok. Landasan hukumnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No.57/PUU-IX/2011 tentang kewajiban menyediakan ruang khusus merokok bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya.
 
Karena rokok adalah benda legal, maka perokok dan non-perokok sama-sama punya hak. Perda KTR perlu dikritisi agar tidak dijadikan alat untuk mendiskriminasi perokok. Di sisi lain, perokok harus makin bijaksana dalam merokok, sehingga tidak merugikan non-perokok, misalnya tidak merokok di dalam angkutan umum, atau di depan anak-anak dan ibu hamil, membuang puntung atau bungkus rokok pada tempatnya. RED-MB