ilustrasi-buronan-koruptor (1)

Denpasar (Metrobali.com)-

Terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Prof I Made Titib menghadirkan dua orang saksi ahli meringankan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Selasa (9/9).

Kedua orang saksi ahli itu adala Dr Ketut Ariawan SH MH (guru besar Fakultas Hukum Uinversitasa Udayana/Unud Denpasar) dan pakar hukum pidana penggunaan materi Putu Gede Ari Sumertayasa (dosen FH Unud).

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar Made Suede menanyakan sejumlah hal teknis terkait admistrasi lelang, pengadaan barang dan jasa, serta administrasi proyek di kampus IHDN.

Ketut Ariawan mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan tentang pengadaan barang dan jasa harus sesuai Peraturan Presiden.

Aturan penggunaan uang kegiatan menjadi kewenangan pemegang jabatan. Demikian halnya jika terjadi penyalahgunaan. “Apabila dia menjadi pihak pembuat komitmen, berarti tanggung jawab harus melekat,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, PPK diminta untuk bertanggung jawab penuh terhadap apa yang telah didesain oleh KPA sehingga semuanya saling berhubungan dengan baik.

Sejumlah pernyataan dari dua orang saksi ahli itu menjadi catatan jaksa dan akan dipelajari lebih lanjut untuk mengembangkan kasus korupsi itu hingga tuntas.

Persidangan kasus korupsi itu akan dilanjutkan pada agenda persidangan berikutnya, Kamis (11/9).

Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejati Bali terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.

Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primair dan subsidair.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.

Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp20 miliar. AN-MB