Ilustrasi-Kades-Gelapkan-ADD-Kefamenanu

Denpasar (Metrobali.com)-

Terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Praptini, membantah keterangan saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi setempat, Selasa (1/7).

“Saya tidak pernah memerintahkan saksi (Dewa Ketut Wisnawa) membeli pakaian tari untuk keperluan di IHDN,” kata terdakwa Praptini.

Saksi Dewa Ketut Wisnawa yang merupakan dosen di IHDN mengaku pernah diperintahkan oleh terdakwa Praptini selaku Pembantu Rektor II IHDN Denpasar membeli pakaian tari untuk keperluan di IHDN.

Atas perintah terdakwa saksi langsung mencarikan berbagai jenis pakaian tari di sejumlah toko di Kabupaten Gianyar senilai Rp330 juta.

Setelah membeli pakaian tari tersebut saksi diberikan uang imbalan sebesar Rp1 juta sebagai uang transportasi dan uang makan.

Namun, saksi mengaku tidak mengetahui secara detail sumber uang yang digunakan untuk membeli pakaian tari tersebut.

Sementara itu, keterangan dua saksi lainnya yaitu Ketut Suastika (45) dan Sri Yuniari (45) selaku staf adminitrasi IHDN mengaku bahwa terdakwa I Nyoman Suweca selaku Kepala Sub-Bagian Perencanaan Proyek IHDN sering meminta nomor surat tidak sesuai dengan tanggal surat.

Kedua saksi pernah menolak untuk memberikan surat, namun karena dianggap menghambat pengerjaan proyek di IHDN akhirnya saksi mau memberikan nomor surat.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korusi Denpasar, Made Sueda, menutuskan untuk melanjutkan sidang pada Kamis (3/7) dengan agenda masih pemeriksaan saksi. Kasus dugaan korupsi pengadaan barang di IHDN itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013. Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primair dan subsidair. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP. Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp20 miliar. AN-MB