ilustrasi korupsi

Denpasar (Metrobali.com)-

Terdakwa korupsi bantuan sosial Pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali, Ngakan Putu Tirta Pramono, dihukum dua tahun penjara dan denda pidana Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Rabu (8/4).

“Terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” kata Ketua Majelis Hakim Ahmad Peten Silli.

Ia menyebutkan hal memberatkan hukuman terdakwa yakni tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memeberantas korupsi, tidak mengakui dan menyesali perbuatannya, dan selaku anggota DPRD Gianyar tidak menjadi contoh yang baik terhadap masyarakat.

Hal yang meringankan hukuman terdakwa yakni sopan dalam persidangan dan telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp100 juta melalui pamannya Ngakan Padma.

Atas pertimbangan tersebut, majelis akhirnya memberikan putusan lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam sidang tuntutan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa selam 1,5 tahun dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.

Menyikapai putusan tersebut, JPU dan penasehat hukum terdakwa, Ngakan Dirga dan menyatakan pikir-pikir.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa pada Juni 2012 menyampaikan bahwa “dadia cemeng” atau kelompok keluarga Cemeng dan “dadia pulasari” bisa mendapatkan dana bansos APBD Gianyar tahun 2013 untuk pembangunan “penyengker” atau pagar pembatas pura.

Kemudian, terdakwa meminta Nyoman Punduh dan Wayan Artawa selaku “pengempon dadia” atau pengurus pura Pulasari Keliki, Gianyar dan I Wayan Suardiana (kelompok keluarga cemeng atau “Dadia Cemeng”) untuk menandatangani proposal bantuan Rp51,8 juta.

Namun, terdakwa menyatakan bahwa dana tersebur untuk semua “dadia” atau kelompok keluarga yang mendapatkannya.

Sedangkan, “Dadia Pulasari” dan “Cemeng” masing-masing akan dapat Rp 5 juta. Namun, pengurus pura yang menandatangani Rp51 juta lebih dalam proposal, dimana “dadia pulasari” Rp 51,8 juta dan “Dadia Cemeng” Rp51,2 juta.

Berdasarkan hasil kajian Staf Pemkab Gianyar mengumumkan bahwa pembangunan dadia semuanya dibantu Rp 50 juta yang telah disetujui oleh Bupati Gianyar.

Pada 16 Juli 2013, Punduh dan Artawa yang kaget melihat bantuan dana hibah untuk dadia Pulasari Keliki sebesar Rp50 juta, padahal sebelumnya terdakwa menyampaikan dan bantuan hibah hanya Rp5 juta.

Kemudian, Punduh dan Artawa mendatangi rumah terdakwa dan menanyakan bahwa saksi datang dari Bagian Keuangan yang menyebutkan hibahnya sebesar Rp50 juta.

Selanjutnya pada 13 November 2013 bantuan dana hibah untuk “dadia cemeng” telah ditransfer ke “dadia” tersebut. Selanjutnya dicairkan oleh Wayan Suardiana sebesar Rp50 juta.

Dana tersebut diserahkan ke terdakwa, selanjutnya terdakwa menyerahkan kembali dana hibah tersebut hanya sebesar Rp5 juta sisanya Rp45 juta dikuasai oleh terdakwa untuk kepentingan sendiri.

Pada 18 November 2013 bantuan Dadia Pulasari ditransfer sebesar Rp50 juta, terdakwa tahu bahwa dana sudah cair. Kemudian, terdakwa menelpon Artawa untuk membawa uang itu ke rumahnya.

Atas bagian dana Rp5 juta, Artawa membeli bahan bangunan. Namun, warga dadia akhirnya menolak untuk membangun, karena dana yang diberikan Rp50 juta hanya mendapatkan Rp5 juta.

Selanjutnya, pada Desember 2013 terdakwa sendiri membuat pertanggungjawaban dengan meminta Wayan Saba mencari kwitansi kosong di UD Hari Indah dengan membuatkan transaksi fiktif sebesar Rp50 juta.

Melihat kondisi tersebut, Pemkab Gianyar, Bali menyampaikan teguran kepada kedua dadia tersebut. Namun, terbongkar permainan Pramono yang menyebabkan kerugian keuangan negara Rp100 juta. AN-MB