Semarapura (Antara Bali) – Bupati Klungkung, Bali, mengumpulkan seluruh bendesa atau kepala desa adat, menyusul ketegangan yang terjadi antara warga Desa Adat Budaga dengan Desa Kemoning, Kecamatan Semarapura.

“Kami minta bendesa dan ‘prajuru’ atau pengurus adat desa pekraman agar selalu memegang teguh awig-awig atau aturan adat dalam menjalankan pemerintahanya,” kata Bupati Klungkung I Wayan Candra di ruang rapat Praja Mandala, Kantor Bupati Klungkung, Senin.

Saat itu juga Bupati Candra meminta agar desa pakraman atau desa adat tidak sembarangan membunyikan “kulkul” (kentongan) sebagai pertanda adanya serangan/bahaya.

“Jangan sembarangan membunyikan ‘kulkul’, harus diperhatikan akibatnya,” ujarnya.

Menurutnya, kentongan di Bali dianggap sakral, apalagi “kulkul bulus” telah dikenal sebagai tanda adanya bahaya.

“Ini herus benar-benar dihayati jangan sampai menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,” ucapnya.

Sementara itu, Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pekraman Bali, Jro Gede Putu Suena Upadesa mengakui kalau pembekalan tersebut untuk meningkatkan SDM para bendesa adat.

“Dengan pertemuan semacam ini akan meningkatkan kemampuan bendesa adat dan prajuru adat dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan,” katanya.

Ia mengaku desa pekraman adalah sebuah organisasi kuno yang memegang teguh kearifan lokal. “Dasarnya adalah awig awig atau aturan tradisional yang merupakan warisan leluhur,” ujar Jro Gede.

Sementara itu, dalam pertemuan tersebut juga diisi dialog terkait dengan persoalan yang dihadapi di masing masing desa pakraman.

Selain Bupati Candra dan Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Jro Gde Putu Suwena Upadesa, juga hadir Ketua Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung Ketut Rupia serta 113 bendesa dan empat Majelis Alit se-Kabupatan Klungkung.