Foto: Advokat senior dan Pengamat Kebijakan Publik Togar Situmorang, S.H.,M.H.,M.AP., menyerukan untuk terus melawan narkoba.

Denpasar (Metrobali.com)-

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di masyarakat menunjukkan peningkatan, itu terlihat dengan meluasnya korban akibat narkoba. Kecenderungan meningkatnya penggunaan narkotika dengan korban mencakup dari kalangan anak-anak hingga aparat negara.

Korbannya meluas mencakup di kalangan anak-anak, remaja, generasi muda, ASN, anggota TNI dan Polri, kepala daerah, anggota legislatif, hingga di lingkungan rumah tangga.

Penyalahgunaan narkotika meningkat dengan menggunakan teknologi internet untuk perdagangan gelap narkotika. Nilai transaksi maupun jenis yang diperdagangkan juga meningkat.

Menghadapi ancaman tersebut, lanjutnya pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2018 tentang rencana aksi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Advokat senior dan Pengamat Kebijakan Publik Togar Situmorang, S.H.,M.H.,M.AP., melihat fenomena kejahatan narkotika dalam hal ini penyalahgunaan narkotika makin hari semakin mengkhawatirkan dilihat dari jumlah data dari BNN yang menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya.

Ditambah lagi di era globalisasi yang semakin canggih, para bandar narkoba ini memanfaat teknologi untuk melancarkan aksinya dengan modus operandi yang baru.

“Dengan makin banyaknya para bandar narkoba ini akan memberikan implikasi yang sangat besar bagi masyarakat dimana para bandar akan lebih banyak menyasar masyarakat untuk ikut terjerumus menggunakan obat-obatan terlarang ini,” kata Togar Situmorang, Minggu (19/4/2020).

Advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum ini menilai dengan banyaknya ditangkapnya para penyalahguna narkotika ini di masyarakat, aparat penegak hukum seperti kepolisian, BNN, dan Jaksa sering menggunakan Pasal 111,112,113 dan 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Disini menurut saya penggunaan pasal tersebut kurang tepat, karena penyalahguna untuk diri sendiri sudah diatur dalam pasal tersendiri yaitu 127 Undang-Undang narkotika,” ucap Togar  Situmorang yang juga Ketua Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (Pengkot POSSI) Kota Denpasar.

Penjelasan lebih lanjut adalah, pasal 111, 112, 113 dan 114 digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan kepemilikan narkotika secara umum, untuk diedarkan dan mencari keuntungan dari peredaran narkotika. Seperti produsen narkotika, agen penjualan atau bandar narkotika, kurir maupun pengecer serta mereka yang memperoleh keuntungan dari transaksi narkotika ilegal.

“Unsur pidana kejahatan kepemilikan narkotika antara pengedar dan penyalahguna hampir sama, hanya dibedakan pada tujuan kepemilikan,” kata advokat yang menerima penghargaan Indonesia Most Leading Award 2019 dan terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satafactory Performance Of The Year ini.

“Jadi dapat disederhanakan begini. Kalau kepemilikan narkotikanya untuk digunakan sendiri dan tidak dijual maka disebut sebagai penyalahguna dan apabila kepemilikan narkotikanya itu keperluannya untuk dijual maka dapat disebut sebagai pengedar,” imbuh advokat yang juga Dewan Pakar Forum Bela Negara Provinsi Bali ini.

Menurut advokat yang terdaftar di dalam penghargaan 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank dan penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 ini penyalahguna dan pengedar harus dibedakan perlakuannya. Karena, tujuan UU-nya berbeda, terhadap pengedar diberantas dan terhadap penyalahguna dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi.

“Penyalahguna narkotika punya hubungan kejahatan dengan pengedar. Akan tetapi, hubungan tersebut dalam penyidikan, penuntutan tidak boleh penyebab penyalahguna dituntut secara komulatif maupun subsidiaritas, karena beda tujuan penegakan hukum,” terang Togar Situmorang yang juga Ketua Hukum dari RS dr. Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur ini.

Lebih lanjut, ungkap Togar Situmorang, tujuan dibuatnya Undang-Undang narkotika secara khusus menyatakan pengedar diberantas, sedangkan penyalahguna dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi. Seharusnya para penegak hukum sebelum menindak seseorang harus menanyakan terlebih dahulu tujuan kepemilikan narkotika itu apa.

“Apabila tujuannya untuk diri sendiri maka tidak cocok diterapkan pasal 111,112,113 dan pasal 114 ini. Akan tetapi apabila tujuan kepemilikannya yaitu untuk dijual atau diedarkan maka ketiga pasal tersebut pantas diterapkan,” ujar Togar Situmorang menjadi donatur tetap membantu kebutuhan sembako anak-anak di Ashram Gandhi Puri Sevagram, Klungkung dan juga mengangkat satu anak asuh dari Ashram untuk dibantu biaya kuliah di tengah derita virus Corona ini.

Masalahnya dalam praktik, imbuh advokat yang dikenal dengan komitmen “Melayani Bukan Dilayani” ini, justru penyidik tidak pernah menanyakan tujuan kepemilikan narkotikanya. Penuntut umum juga tidak pernah menanyakan tujuan kepemilikannya dalam dakwaannya, dan terdakwa langsung dijerat pasal 111 atau 112 atau 113 dan 114.

Seperti yang diketahui kejahatan narkotika itu adalah kejahatan luar biasa atau yang sering disebut dengan extra ordinary crime. Oleh sebab itu, kata Togar Situmorang, kita harus saling bekerja sama dan bahu membahu untuk memberantasnya. Akan tetapi dalam hal penegakan hukumnya oleh aparat penegak hukum itu haruslah diterapkan dengan benar.

“Sebagai contoh penggunaan pasal dengan tindakannya harus tepat supaya tidak dikatakan melecehkan hukum itu sendiri dan merendahkan marwah dari aparat penegak hukum di negeri ini,” tutup Advokat Togar Situmorang, Founder dan CEO Firma Hukum di Law Firm TOGAR SITUMORANG, Jl. Tukad Citarum No. 5 A Renon ( pusat ) dan cabang Denpasar, Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Kesiman Denpasar, Cabang Jakarta terletak di Gedung Piccadilly Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Room 1003-1004, Jakarta Selatan. (phm)