Oleh: I Gde Sudibya
Tahun 2020 baru saja berlalu, tahun yang oleh banyak pihak disebut sebagai Tahun Pandemi, dengan dampak luar biasa dari sisi kesehatan, ekonomi dan sosial kultural.
Ekonomi Bali yang sangat tergantung pada industri pariwisata, mengalami tekanan luar biasa, tumbuh negatif: 1.14 persen di triwulan pertama, 6 persen di triwulan kedua, 12,27 persen di triwulan ketiga yang dihitung secara tahunan. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi di triwulan keempat yang baru saja berlalu belum ada publikasinya, tetapi diperkirakan  tetap negatif, semoga  tidak setinggi triwulan ketiga.
Diperkirakan secara kasar, ekonomi Bali tahun 2020 bisa tumbuh negatif pada pusaran 5 – 7 persen. Kinerja ekonomi yang begitu buruk, dan bahkan menjadi mimpi buruk, karena kinerja pertumbuhan ekonimi Bali sejak Pelita Satu, April 1969, era pemerintahan Orde Baru, sampai tahun 2019, kurun waktu hampir 50 tahun, umumnya di seputar rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan pada masa Pelita Satu sampai Pelita kelima, 1970 – 1995, tidak jarang ekonomi Bali tumbuh 1 – 1.5 persen di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Turun tajam, ” nyungsepnya ” ekonomi Bali tahun lalu, membuat hampir semua pelaku ekonomi Bali gugup dan glagapan, karena tidak pernah dibayangkan prahara ini sebelumnya. Sudah merasa aman dan nyaman, nyaris 50 tahun di comfort zone, dan bahkan di bawah sadar pada sebagian krama Bali, dan kemudian menjadi kepercayaan dan bahkan keyakinan: Ida Bhatara begitu sweca memberikan kemudahan-kelimpahan di Pulau Dewata ini.
Hidup dan kehidupan di zona nyaman ini, juga  dirasakan, dinikmati  oleh para elite pengambil kebijakan, sehingga di bawah sadarnya mulai terbentuk dan kemudian menjadi pola pikir dan prilaku pada sebagian besar elite, ndak usah repot-repot mengembangkan kebijakan trobosan dan inovatif, toh, industri pariwisata akan memberikan rezeki nomplok – windsfall profit – yang sudah berlangsung lama lima dasa warsa.
Pandemi, Disrupsi dan Tantangannya
Pemerintah telah membuat prediksi ekonomi nasional tahun ini: 5 persen, dengan asumsi: penanggulangan pandemi efektif dan berhasil, vaksinasi berjalan sesuai program dan upaya pemulihan ekonomi berlangsung cepat.
Banyak pengamat berpendapat: prediksi ekonomi dan asumsi yang mendasarinya terlalu optimis, sehingga diperkirakan akan banyak hambatan dan kendala di lapangan untuk merealisasikannya.
Jika kita mengikuti prediksi pemerintah di atas, dan mengingat industri pariwisata dan industri pendukungnya paling berdampak akibat pandemi, sehingga jika dibuat asumsi ekonomi Bali tahun ini, mampu bertumbuh separo dari prediksi ekonomi nasional: 2.5 persen.
Tantangan yang dihadapi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Bali 2.5 persen di tahun ini, terutama bagi para pengambil kebijakan publik, pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya:
Pertama, bertumbuhnya kesadaran bersama: pandemi ini merupakan disrupsi, perubahan besar yang memaksa kita untuk berubah, tidak ditenggelamkan oleh pandemi, tetapi mampu bertahan dan kemudian secara bertahap bangkit kembali.
Kedua, Satgas Penanggulan Covid-19 Provinsi Bali, diharapkan lebih serius dan lebih cerdas melakukan bauran kebijakan 3 M dan 3 T, sehingga dalam enam bulan ke depan, curve pandemi melandai. Sehingga di  triwulan ke tiga diharapkan  ekonomi pariwiwisata  pulih kembali.  Situasi relatif normal  di industri pariwisata pada triwulan ketiga dan keempat, dapat mengoreksi ekonomi yang masih sangat tertekan di triwulan satu dan dua.
Ketiga, kontraksi ekonomi yang tetap tinggi di triwulan satu dan dua, seharusnya dikompensasi dengan: memperbaiki pengeluaran  belanja masyarakat melalui: perbaikan harga produk pertanian, menjaga ekonomi kerakyatan yang dimotori UMKM yang non pariwisata bisa sedikit bertumbuh, dan menggenjot belanja modal pemerintah berupa bantuan sosual dan jaring pengaman sosual lainnya. Mendorong investasi swasta non pariwisata, melalui kelonggaran kredit dari sistem perbankan.
Efektivitas penanganan pandemi dari sisi kebijakan, tertibnya masyarakat menjalankan 3 M, kebijakan perbankan dengan target penyelamatan ekonomi, akan membuat bak kata pepatah: ” Sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui “: efektivitas penanganan pandemi jiwa manusia terselamatkan, ekonomi pulih, harapan dan optimisme baru kehidupan bangkit kembali.

Tentang Penulis
 I Gde Sudibya, ekonom, konsultan dan pengamat ekonomi.