Denpasar (Metrobali.com)-

Tanggapan Gubernur Bali Made Mangku Pastika atas perkembangan berita seputar konsep ngayah prajuru Desa Pakraman (dari kasus Simakrama Gubernur Bali dengan masyarakat di Kabupaten Buleleng, Sabtu, 25 Februari 2012).

Penjelasan ini Saya sampaikan untuk meluruskan opini pemberitaan media massa yang berkembang seputar topik itu, pasca simakrama di Buleleng. Pada saat itu, sebenarnya, Saya hanya meriview penjelasan yang disampaikan oleh Jro Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Jro Gede Putu Suena, tentang konsep ngayah bagi para prajuru  desa pakraman, atas pertanyaan Bapak I Nyoman Sura, Bendesa Pakraman Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.

Waktu itu Saya mengatakan sangat memahami kondisi yang dihadapi para prajuru desa pakraman di seluruh Bali. Mereka telah bekerja siang malam menyelesaikan berbagai tugas yang berkenaan dengan segala hal yang berkaitan dengan agama, adat dan budaya kita. Oleh karena begitu banyaknya tugas-tugas yang dilakukan, maka mereka pun bekerja siang dan malam. Urusannya juga bukan hanya sekala, juga sampai pada hal-hal yang berbau niskala. Oleh karena itu, tanggungjawab prajuru desa pakraman itu, Saya sadari memang sangat berat.

Pelaksanaan tugas-tugas sebagai prajuru desa pakraman itu dilandasi oleh konsep ngayah. Untuk itu dalam pelaksanaan tugas-tugas dan kewajiban itu harus tulus ikhlas,  tidak boleh ada pamrih. Kan itu yang dimaksud ngayah itu. Oleh karena demikian, maka Saya katakan pada forum simakrama itu, jika ada prajuru desa pakraman yang pamrih, sebaiknya berhenti saja menjadi parajuru. Lebih baik jangan menjadi prajuru atau kalau sudah terlanjur menjadi prajuru, ya mundur saja.

Itu yang Saya sampaikan waktu itu, sekali lagi Saya tegaskan, hanya mereview pernyataan Bendesa Agung, dan Saya tujukan kepada Bapak I Nyoman Sura, sebagai peserta Simakrama, bukan kepada seluruh Bendesa Pakraman di Bali.

Untuk diketahui bersama, Pak Nyoman Sura ini adalah salah satu dari 16 penanya dalam forum simakrama itu. Beliau sebelumnya memang mengajukan sejumlah aspirasi yang menurut Saya lebih merupakan masukan. Oleh karena itu masukan, maka usai mengajukan aspirasinya, tidak Saya jawab.

Belakangan, ketika Saya mereview penjelasan Bendesa Agung MUDP Bali, Saya mendapat interupsi dari beliau sehingga terjadi silang pendapat Saya dengan beliau. Saat silang pendapat itu terjadi, Saya amati, beliau agak emosi. Sikap agak emosi beliau itu rupanya mengundang reaksi peserta lain sehingga terdengar suara “Uuuu………..”. Nah, setelah itulah beliau keluar meninggalkan forum simakrama.

Saya juga perlu permaklumkan bahwa pada akhir simakrama di Buleleng itu, Saya sudah mohon maaf kepada semua yang hadir dan yang mengikuti simakrama itu – karena disiarkan langsung oleh  RRI Denpasar, apabila ada hal-hal yang tidak berkenan. Sebab, forum simakrama itu adalah forum mencari masukan langsung dari masyarakat bagi Saya. Tidak ada maksud untuk menyinggung apalagi menyakiti hati rakyat Bali ataupun pihak-pihak tertentu.

Pada kesempatan yang sangat baik ini, Saya ingin menegaskan kepada semua prajuru desa pakraman di seluruh Bali, dan seluruh komponen masyarakat Bali, bahwa Saya tetap berkomitmen untuk menjaga eksistensi dan kelestarian desa pakraman. Tidak ada niat sedikitpun untuk mengecilkan atau melecehkan, apalagi mengkerdilkan desa pakraman beserta para prajuru-nya. Ini juga sesuai dengan visi dan misi Bali Mandara yang Saya usung bersama Bapak Wagub AA Puspayoga. SUT-HUMAS