Denpasar (Metrobali.com) –

 

Entah apa yang mendorong seorang Notaris terkenal berinitial PC dengan begitu ceroboh menyerahkan berkas asli sertifikat tanah SHM No. 271/Ungasan kepada calon pembeli tanah I Wayan Nureg, Bambang Samijono (BS) sehingga akhirnya dilakukan proses lelang yang dipaksakan lalu mengakibatkan terjadi pemecahan menjadi 2 (dua) bidang yaitu SHM No.507/Ungasan tercatat atas nama Ir. Lie Herman Trisna dan Lie Tonny Mulyadi dan SHM No. 508/Ungasan tercatat atas nama Irwan Handoko.

“Patut diduga telah terjadi proses lelang yang dilaksanakan oleh para pihak saat itu dengan mengabaikan penelitian terkait legalitas formal subjek dan obyek lelang SHM No. 271/Ungasan dan faktanya calon pembelinya yaitu BS membayar sisa kekurangan pembayarannya dengan beberapa Cek Kosong yang tidak bisa dicairkan,” kata Made Sugianta, SH. dari Bhumi Law Office, Lawyer & Legal Consultant, Kuasa hukum dari para ahli waris yang terdiri dari I Wayan Sureg bersama keempat saudaranya yakni I Made Suka, I Nyoman Muada, I Ketut Sukarta, dan I Wayan Ripun, Senin (18/10/2021).

Kasus ini tengah bergulir di meja hijau, namun sampai saat ini baru sebatas pemanggilan para pihak namun ternyata keberadaan BS menghilang dan tidak bisa dihadirkan di persidangan.

“Faktanya, BS hanya baru memberikan uang mukanya saja sebesar Rp 600 juta dari nilai yang ditentukan yakni sebesar Rp 2,5 milyar. Jadi kekurangan yang mesti harus dilunasi sebesar Rp 1,9 milyar,” terang Sugianta.

“Ada kemungkinan kami juga akan melaporkan Notaris PC yang secara tak diduga melecehkan kepercayaan para ahli waris dengan telah menyerahkan sertifikat asli kepada BS tanpa diketahui ahli waris,” tambahnya.

Cerita bermula Pada tahun 1992 silam, I Wayan Sureg ahli waris dari I Wayan Nureg berencana ingin menjual tanahnya dengan nilai jual sebesar Rp 2,5 milyar. Kebetulan saat itu pembelinya adalah BS, dan saat terjadi transaksi jual beli didampingi seorang notaris berinisial PC yang berkantor di Jalan Kepundung, Denpasar.

“BS saat itu berniat membeli tanah kami, namun baru hanya sebatas diberikan uang muka sebesar Rp 600 juta, dan sisanya lagi Rp 1,9 milyar akan segera dibayarkan setelah balik dari Jakarta,” kata I Made Suka.

Dikarenakan baru dibayarkan uang mukanya tentu sertifikat tidak diserahkan langsung, namun diberikan kepada notaris yang diberikan kepercayaan untuk menyimpannya dulu. Kalau sudah dilunasi sisanya baru diserahkan ke BS.

“Selang beberapa tahun berjalan, dari pihak pembeli belum juga ada kabar terkait pelunasan sisa jual beli tanah. Saking lamanya menunggu, maka saya pertanyakan hal itu ke notaris PC,” kata I Made Suka.

Anehnya, notaris PC mengatakan saat itu bahwa sertifikat tersebut sudah diberikan ke BS. Nah Kok bisa-bisanya notaris tersebut memberikan sertifikat saya kepada BS yang kemudian akhirnya terlaksana lelang?

“Apalagi dalam transaksi awal masih ada kekurangan. Ini notaris PC terkesan ada kongkalikong dengan pembeli. Dan benar saja ternyata sertifikat saya sudah dijaminkan ke Bank,” terangnya.

Merasa tidak puas dengan hal itu, saya pertanyakan lagi ke notaris PC. Beliau berkata akan segera mempertemukan saya dengan BS untuk mempertanggung jawabkan keberadaan sertifikat tersebut.

Setelah dipertemukan dengan BS, saat itu juga saya diajak ke Bank untuk segera bisa mencairkan sisa dana yang belum terbayarkan.

Sepulangnya dari Bank, dirinya hanya diberikan cek, sebab katanya untuk pencairan dana membutuhkan proses. Setelah berselang beberapa hari hendak mencairkan dana ternyata yang saya pegang adalah cek kosong. Karena ternyata dananya sudah ditarik oleh BS.

“Disini saya merasa ditipu, dan lagi dari pihak Bank membebani untuk segera melunasi pinjaman yang sudah dipinjam. Kalau tidak dilunasi, pihak Bank menahan sertifikat,” tuturnya sedih.

Merasa tidak berutang, kemudian kasus tersebut saya bawa ke Pengadilan Negeri (PN) agar segera menggugat BS karena telah menipu.

“Dan gugatan di PN tersebut saya menangkan, Meskipun saat itu BS tidak hadir di dalam persidangan,” terang I Made Suka

Sembari menambahkan, walau menang gugatan di PN, namun sertifikat masih di kuasai pihak Bank. Bahkan dari pihak Bank sendiri berencana akan melakukan pelelangan.

Ini yang kembali akan saya gugat bersama kuasa hukum. Karena itu tanah masih menjadi hak milik, bukan milik BS.

“Karena dalam perjanjian jual beli tanah, BS belum melakukan pelunasan sama sekali,” pungkasnya.

 

Pewarta : Hidayat