Tanah Garapan Disrobot, Petani Minta Keadilan Bupati Buleleng
Ketua DPRD Buleleng Supriatna
Buleleng, (Metrobali.com)-
Almarhum Ketut Djapa yang ditunjuk sebagai penggarap lahan seluas 3,5 Hektar berdasarkan surat perjanjian dengan Kantor Inspeksi Landuse Provinsi Bali pada bulan Oktober 1968 No. 506/28/68/ILS di Banjar Dinas Dangin Yeh, Desa Giri Mas, Kecamatan Sawan, Buleleng. Belakangan ini mengajukan surat keberatan dan memohon keadilan yang ditujukan kepada Bupati Buleleng. Pasalnya lahan yang ditempati dan digarap selama 48 tahun lebih itu, oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Bupati Buleleng menerbitkan surat bernomor 590/4394/Pem, tertanggal 11 September 2016. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka pembangunan Rumah Sakit Umum Pratama di Desa Giri Mas, maka dipandang perlu memberikan ijin menempati tanah Pemkab Buleleng seluas 200 meter persegi.
Terkait dengan persoalan ini, anak dari Ketut Djapa yakni Ketut Suada mengungkapkan bahwa selama ini keturunan dari Ketut Djapa yang mengantongi surat perjanjian dengan Kantor Inspeksi Landuse Provinsi Bali pada bulan Oktober 1968 No. 506/28/68/ILS, tidak pernah diajak musyawarah terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Umum Pratama.”Kami tidak pernah dijak musyawarah dan tiba-tib saja muncul surat dari Bupati Buleleng” terangnya.”Malahan dalam surat bupati itu tidak disebutkan lahan mana yang diberikan ijin kepada kami untuk mengelolanya. Demi keadilan, dimana kami sudah 48 tahun menempati tanah Negara ini, agar kami diajak berdiskusi oleh Pemkab Buleleng untuk mencarikan solusi yang terbaik” imbuh Suada.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebelum kelar persoalan ini, diharapkan Pemkab Buleleng agar menghentikan aktivitasnya dilahan tan ah Negara yang selama ini ditempatinya itu.”Kami minta agar aktivitas melakukan kegiatan pembersihan dilahan yang selama ini kami tempati itu untuk rencana pembangunan rumah sakit agar dihentikan. Kami sebagai masyarakat kecil, agar suara kami itu didengar dan bukannya main “serobot”. Semua ada aturan dan mekanismenya. Marilah hal ini bicarakan dengan baik, demi keadilan buat keluarga kami yang selama puluhan tahun menggarap dan menempati lahan Negara ini” urai Suada, Selasa (4/10).
Kepada awak media, ia mengungkapkan bahwa ayahnya Ketut Djapa jauh sebelumnya dan sudah beberapa kali mengajukan permohonan hak kepemilikan terhadap tanah garapan yang kami tempati selama 48 tahun lebih,”Perjungan kami untuk mendapat hak kepemilikan tidak membuahkan hasil saat mengajukan hak ke Pempron Bali, malahan kini muncul surat bupati untuk menjadikan lahan garapan kami sebagai rumah sakit umum pratama” ujarnya lesu.
Untuk mendapat status hokum yang jelas, ucap Suada pihaknya menggunakan penasehat hokum dalam hal ini. Melaluio penasehat hokum yang ditunjuk itu, dilayangkan surat ke Bupati Buleleng dengan prihal keberatan dan mohon keadilan.”Semoga surat kami itu disikapi secepatnya. Dan tidak melanjutkan aktifitas melakukan pembersihan, karena direncaanakan, tanggal 6 Oktober 2016 ini, akan dilakukan peletakan pertama pembangunan rumah sakit pratama.
Semenmtara itu saat dikonfirmasi oleh metrobali.com, Bupati Buleleng tidak ada di kantornya. Sehingga dialihkan ke DPRD Buleleng. Di DPRD Buleleng berhasil menemui Ketua DPRD Buleleng Supriatna.
Kepada metrobali.com, Supriatna secara tegas menyatakan dan membantah kalau persoalan tanah tersebut tidak ada musyawarah. Malahan sudah 2- 3 kali dilakukan musyawarah.”Tidak benar itu, kalau dikatakan tidak ada musyawarah sebelumnya” ucapnya menegaskan.
Menurut Supritna yang selain menjabat Ketua DPRD Buleleng juga dipercaya sebagai Ketua Tim Pemenangan PASS Di Hati ini, segala yang dilakukan Pemkab Buleleng sudah mengikuti prosudur yang ada.”Dari Badan Pertanahan Negara (BPN) sudah ada persetujuan. Berdasarkan persetujuan BPN inilah pihak Pemkab berenvcana membangun rumah sakit umum pratama, pasar tradisional serta penghijauan seluas 2 hektare” paparnya saat ditemui diruang kerjanya, Selasa (4/10). GS-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.