Keterangan foto: Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, I Nengah Tamba/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, I Nengah Tamba mengajak masyarakat Bali harus berani memperjuangkan hak-haknya di tengah tingginya beban dan biaya untuk pelestarian adat budaya di Bali. Masyarakat Bali punya tanggung jawab untuk menjaga desa adat namun di sisi lain, tidak ada dana bantuan dari pemerintah pusat untuk desa adat di Bali.

Yang ada hanya bantuan untuk desa dinas melalui dana desa yang dipayungi dengan kehadiran UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang menjadi angin segar bagi pengembangan dan pembangunan desa di seluruh Indonesia.

“Desa adat ini jangan seperti dianaktirikan. Yang menjaga eksistensi adat budaya Bali kan  desa adat tapi tidak didukung dengan anggaran dari pemerintah pusat,” kata Tamba ditemui di Denpasar, Senin (12/3/2019).

Politisi Demokrat asal Jembrana itu meminta rakyat Bali harus punya bargaining positioning (posisi tawar) yang kuat untuk memilih calon presiden yang berani serius memperhatikan adat budaya lewat kucuran bantuan dana desa adat.

“Rakyat Bali harus pilih presiden yang punya komitmen kuat untuk tegas adat. Bali butuh Presiden yang mau anggarkan bantuan untuk desa adat di Bali dari APBN. Jangan hanya desa dinas yang diperhatikan,” tegas Tamba yang dalam Pileg 2019 ini kembali maju sebagai caleg petahana DPRD Bali dapil Jembrana nomor urut 1 dari Partai Demokrat.

Desa Adat Diurus Rakyat Kecil

Bantuan dari pemerintah pusat untuk desa adat ini dianggap Tamba sangat vital dan urgen. Sebab di tengah terus meningkatnya alokasi dana desa dinas ini, desa adat di Bali justru diurus sendiri oleh rakyat kecil. Rakyat Bali misalnya, merasakan sendiri bagaimana mereka mengurus desa adat, yang merupakan garda terdepan dalam mempertahankan dan melestarikan adat dan budaya Bali.

“Di Bali ini, yang dipertahankan adalah adat dan budaya. Keduanya mahal sekali ongkosnya. Setiap pergerakan adat, selalu membutuhkan uang. Belum infrastruktur, pembangunan tempat adat dan tempat suci. Yang keluarkan uang untuk itu, rakyat kecil,” tegas politisi yang dikenal dengan tagline TMS (Tamba Memberi Solusi) itu.

Dengan adat dan budaya yang lestari itu pula, Bali menjadi daerah tujuan wisata paling populer di Indonesia bahkan dunia. Bahkan, pariwisata Bali merupakan penyumbang devisa terbesar kepada negara sejauh ini. Sayangnya, negara justru tidak hadir saat rakyat kecil bersusah payah untuk melestarikan adat dan budaya itu.

“Saat adat dan budaya ajeg, lestari, yang menikmati justru negara, investor, orang – orang kaya yang punya perusahaan besar. Rakyat kecil hanya sebagai pelengkap penderita dan dengan kekurangannya terus berjuang untuk ajegkan adat dan budaya Bali. Bagi saya, ini sangat tidak adil,” imbuh Tamba.

Atas dasar itu, politikus Partai Demokrat asal Jembrana ini meminta komitmen para calon presiden yang bertarung pada Pilpres 2019 mendatang. Siapapun yang terpilih, menurut Tamba, harus memiliki komitmen yang kuat untuk membantu desa adat, termasuk di Bali.

“Kalau desa dinas bisa digelontor dana yang fantastis, kenapa desa adat tidak dibantu sama sekali? Ini kan sangat ironis,” ujar Tamba, yang juga anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Bali.

Seperti diketahui dana desa yang merupakan salah satu program yang digagas pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 2015, alokasi dana desa hanya sebesar Rp20,67 triliun. Namun angka tersebut naik menjadi Rp46,98 triliun pada tahun 2016, Rp 60 triliun pada tahun 2017, Rp 60 triliun pada tahun 2018, dan sekitar Rp 70 triliun pada tahun 2019.

“Bagi saya, siapapun yang nanti terpilih sebagai presiden, harus siap untuk membantu desa adat. Ini penting, karena menyangkut eksistensi adat dan budaya Bali. Ini menyangkut roh dan taksu Bali. Jangan sampai rakyat kecil yang bersusah payah melestarikan adat dan budaya ini, dan negara menikmati hasilnya dengan menerima devisa dari pariwisata Bali,” pungkas Tamba.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati