Presiden RI Jokowidodo

Presiden Joko Widodo/mb
Jakarta (Metrobali.com)-
Penyerapan anggaran 2015 mengalami keterlambatan karena berbagai alasan namun untuk APBN 2016 tidak ada alasan lagi seperti yang muncul pada tahun 2015.

Alasan keterlambatan itu antara lain APBNP 2015 baru disahkan pada Februari 2015 dan masih perlu waktu untuk penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggarannya (DIPA) serta adanya perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga sehingga belum terakomodasi dalam APBN.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta realisasi dan penyerapan anggaran dipercepat pada awal tahun 2016 sebagai upaya untuk menjaga momentum yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi tinggi pada awal tahun mendatang.

Presiden Jokowi mengatakan kondisi saat ini adalah yang sangat baik, di mana kepercayaan terhadap Indonesia semakin tinggi, investor yang akan masuk antre, dan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin stabil. “Kesempatan ini hanya tinggal kita menyelesaikan menjadi sebuah goal atau tidak,” katanya.

Ia mengatakan APBN 2016 harus dijaga agar berjalan secara efektif dan dimulai pada 2016, terutama untuk keperluan belanja-belanja modal.

Pemerintah kata dia, telah berkomitmen untuk meningkatkan anggaran pendidikan sampai 25,5 persen, anggaran infrastruktur meningkat 76,2 persen dan anggaran kesehatan meningkat 75,4 persen. “Semua itu harus segera direalisasikan pada awal tahun,” ucapnya.

Kepala Negara menyambut baik sejumlah kementerian yang telah melakukan lelang Pra-DIPA, misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar 42 persen, Kementerian ESDM 34 persen dan Kementerian Perhubungan 31 persen.

“Sekali lagi saya minta para menteri, terutama yang mendapatkan alokasi dana besar dari APBN harus mempercepat penyerapan anggaran di awal 2016 untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tinggi,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan 2016 pertumbuhan ekonomi bisa berkisar 5,3 persen. “Ekonomi yang baik di awal 2016 akan menjadi sinyal positif bagi sektor swasta dan kita harapkan bisa memacu pertumbuhan sektor swasta kita,” katanya.

Presiden Jokowi mengingatkan akan terjadinya kontraksi ekonomi jika penyerapan APBN 2016 terlambat sehingga kementerian/lembaga (K/L) dan daerah harus segera merealisasikan berbagai program tahun 2016.

“Saya minta agar kegiatan segera dimulai pada Januari, jangan sampai terlambat karena kalau mundur akan terjadi kontraksi ekonomi,” kata Presiden ketika menyerahkan DIPA dan Penghargaan Daerah Berprestasi Penerima Insentif Daerah 2016 di Istana Negara Jakarta, Senin (14/12).

Presiden meminta agar kebiasaan penyerapan anggaran di akhir tahun segera diakhiri. “Januari harus mulai. Ini akan saya pantau terus, daerah mana yang menumpuk dananya di bank,” kata Presiden.

Ia menyebutkan penyerahan DIPA 2016 merupakan awal dari keinginan semua pihak untuk memperkuat agar proses pencairan anggaran lebih cepat dan merata dan memberikan efek ganda.

Volume APBN 2016 mencapai Rp2.095,7 triliun di mana sebesar 37,4 persen dialokasikan melalui belanja K/L dan 36,7 persen ditransfer ke daerah dan alokasi Dana Desa, sisanya 25,8 persen melalui Bendahara Umum Negara.

“Kegiatan agar segera dimulai, segera lakukan lelang proyek dan kegiatan di 2016 agar efektif berjalan. Saya minta kepada para menteri dan kepala daerah meninggalkan pola yang rutin, cari terobosan, pangkas kendala administrasi,” katanya.

Ia memerintahkan agar 42.000 peraturan yang menyebabkan keruwetan dipotong atau direvisi menjadi tinggal setengahnya saja.

“Saya juga minta menteri mengecek satu per satu anggaran, pastikan anggaran bermanfaat,” katanya.

Menteri dan kepala daerah juga harus tahu ke mana alokasi anggaran itu. Presiden meminta mereka mengecek detil anggaran. “Jangan muncul jenis program yang tidak jelas, tidak konkret, jangan ada kalimat dan kata-kata bersayap,” katanya.

Presiden juga mengingatkan agar daerah mengesahkan APBD 2016 tepat waktu. “Arahkan anggaran untuk kegiatan yang produktif,” katanya.

Keterlambatan 2015

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menjelaskan salah satu penyebab penyerapan masih melambat pada semester I tahun 2015 adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang baru disiapkan setelah selesainya penyusunan dan pengesahan APBN-P pada Februari 2015.

“APBN-P ini mengubah keseluruhan APBN lama, jadi banyak program dan proyek yang berubah. Itu baru selesai (pembahasannya) pada Februari, padahal butuh sebulan untuk penyiapan DIPA,” katanya.

Selain itu, setelah adanya APBN-P 2015, banyak K/L yang terkait dengan proyek pembangunan pemerintah mengalami perubahan nomenklatur dan programnya belum terakomodasi dalam APBN lama.

“Beberapa kementerian besar seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengalami perubahan nomenklatur, jadi bisa dimaklumi penyerapan dimulai April bahkan Mei. Kementerian Pekerjaan Umum praktis baru Mei 2015, namun kecepatannya lumayan tinggi,” ujarnya.

Menkeu menambahkan pembayaran uang muka yang biasanya hanya dibayar kurang dari separuh untuk keseluruhan nilai proyek pembangunan, juga menjadi salah satu penyebab anggaran belanja pemerintah tidak terserap pada awal-awal semester.

“Kebetulan juga, untuk memulai proyek kita tidak mungkin membayar 100 persen dimuka. Uang muka tidak pernah lebih besar dari penutupan, biasanya hanya 20 persen hingga 40 persen saja,” katanya.

Sementara itu untuk APBN 2016, Menkeu menyebutkan proses pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dimulai sebelum tahun anggaran dimulai termasuk pengadaan 2016 yang dapat dilakukan 2015.

“Namun untuk penandatanganan kontrak baru dapat dilakukan setelah daftar isian pelaksanaan anggaran atau DIPA disahkan dan berlaku efektif,” kata Menkeu di Istana Negara Jakarta, Senin (14/12).

Menkeu menyebutkan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan APBN perlu dilakukan percepatan pelaksanaan proyek tahun 2016 terutama untuk proyek infrastruktur dan pengadaan barang/jasa skala besar.

“Pendanaan untuk proses pengadaan itu dapat dibebankan pada anggaran tahun berjalan dengan memanfaatkan hasil optimalisasi sisa lelang dan swakelola,” katanya.

Untuk kelancaran kegiatan lelang, penunjukan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) tahun anggaran lalu masih tetap berlaku sejauh belum dilakukan penggantian pejabat dimaksud.

“Jika hal itu dilaksanakan secara konsisten maka pola penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun dapat diminimalkan,” katanya.

Menkeu menjelaskan penerbitan DIPA 2016 merupakan tahap terakhir dari proses penyusunan APBN 2016. DIPA 2016 disusun berdasarkan Perpres Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN 2016 sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN 2016.

Presiden Jokowi sudah menyerahkan DIPA kepada K/L sebanyak 22.965 DIPA dengan nilai Rp784, 1 triliun terdiri atas DIPA kantor pusat berjumlah 2.249 DIPA senilai Rp523, 9 triliun dan untuk satuan kerja di daerah meliputi kantor vertikal, dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama sejumlah 20.716 DIPA dengan nilai Rp260,8 triliun.

Sementara untuk DIPA dana transfer dan Dana Desa merupakan DIPA bagian anggaran DIPA Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai dasar penyaluran dana ke daerah dan dana desa kepada daerah.

Anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp770,2 triliun terdiri atas Dana Perimbangan Rp700,4 triliun, dana insentif daerah Rp5 triliun, dana Keistimewaan Yogyakarta Rp17,8 triliun, dan Dana Desa Rp47 triliun.

“Jumlah ini termasuk bagian anggaran belanja KL yang telah dialihkan ke dana alokasi khusus atau DAK dalam rangka mengoptimalkan dan menyelaraskan desentralisasi fiskal,” katanya.

Menkeu menjelaskan penyerahan DIPA 2016 merupakan awal dari rangkaian proses pelaksanaan APBN 2016 yang telah disepakati oleh DPR bersama Pemerintah pada Oktober 2015, dengan maksud agar proses pelaksanaan pembangunan dan pencairan anggaran dapat berlangsung lebih cepat, merata dan memberikan dampak multiplikasi yang lebih besar kepada kegiatan perekonomian.

Presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara menyerahkan DIPA 2016 kepada para menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran, Menkeu sebagai Bendahara Umum Negara dan para gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Sementara itu Kementerian PUPR mencatat penyerapan anggaran hingga bulan November 2015 mencapai 70 persen dan ditargetkan mencapai 93 persen hingga akhir 2015.

Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono mengatakan, pihaknya sedang fokus pada percepatan pembangunan waduk atau bendungan, selain membuka jalan di perbatasan dan pembangunan jalan tol.

Ia menyebutkan sebanyak 13 bendungan telah mulai dibangun pada tahun 2015 dan sudah berjalan sesuai dengan target.

Basuki menjelaskan bahwa pada tahun 2016 akan ditambahkan target pembangunan delapan bendungan lagi. Dari delapan bendungan tersebut, bulan Desember telah mendapat lelang satu bendungan, sedangkan sisanya ditargetkan awal 2016 bisa dilakukan proses lelangnya.

Selama lima tahun, Kementerian PUPR menargetkan sebanyak 49 bendungan, termasuk di antaranya untuk dibangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

“Ada 18 lokasi yang sudah siap untuk dibangun PLTA, salah duanya ada Bendungan Perjaya di Komering, Sumatera Selatan dan Berantas, Jawa Timur, sisanya saya lupa,” katanya.

Sementara dari 49 bendungan yang ditargetkan sebanyak 40 bendungan di antaranya bisa dibuat PLTA-nya untuk mendukung program energi 35.000 MW.

Saat ini pembangunan bendungan dan PLTA masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) karena melibatkan aset pemerintah. “Kalau dipasang oleh pihak swasta itu ada aturannya, nah itu menunggu aturannya,” kata Basuki.

Oleh Agus Salim