Denpasar (Metrobali.com)-

Pemerintah Provinsi Bali tengah gencar memerangi peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Sebabnya, dari tahun ke tahun warga Bali yang terjebak menjadi pengguna barang haram itu makin bertambah. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, Brigadir Jenderal I Gusti Ketut Budiarta melansir, hingga kini ada 50 ribu orang di Bali yang menggunakan narkoba.

Untuk itu, ia bertekad memerangi peredaran dan penggunaan narkoba. “Untuk tahun 2015 kita menargetkan untuk melakukan rehabilitasi sebanyak 2083 orang,” kata Budiarta, Senin 16 Maret 2015.

Seluruh rumah sakit akan dilibatkan baik untuk rawat jalan dan rawat inap. Nantinya, dalam melakukan penangkapan akan ada penilaian medis dan penilaian hukum. Bila orang yang tertangkap hanya sebagai korban peredaran gelap narkoba, maka menurutnya dia layak direhabilitasi.

Ia menilai kini Bali tak hanya sebatas tempat transit narkoba, namun telah menjelma menjadi produsen dan pasar narkoba. Ia mengaku akan memperketat seluruh tempat hiburan malam di Bali karena diduga menjadi tempat jual beli narkoba. “Sebagai daerah pariwisata, kunjungan selalu berganti-ganti. Semuanya bisa menyebar di mana saja, sehingga kita antisipasi seluruh lokasi wisata. Tempat hiburan malam menjadi atensi khusus bagi kami,” tegas Budiarta.

Pada saat sama, Gubernur Made Mangku Pastika menuturkan jika narkoba adalah salah satu kejahatan luar biasa di samping terorisme dan korupsi. “Di Indonesia ada tiga kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan luar biasa juga yakni terorisme, narkoba dan korupsi,” kata dia.

Ketiganya, kata dia, bisa saling berhubungan satu sama lainnya. “Tidak sedikit aksi terorisme yang didanai oleh perdagangan narkoba, begitu juga sebaliknya,” papar Pastika.

Khusus untuk kejahatan narkoba, Pastika menyebut sekitar 50 orang meninggal perharinya. Efek narkoba juga menyebabkan degradasi produktivitas dan kerugian ekonomi. “Salah satu saja anggota keluarga terkena narkoba, habislah keluarga itu. Bisa cerai, brokenhome, bertengkar, stigmatisasi dan sebagainya,” tutur mantan Kapolda Bali itu. JAK-MB