Denpasar (Metrobali.com)-

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2013–2018, 29 Agustus lalu, menyisakan persoalan politik di Kabupaten Badung yang sampai sekarang belum tuntas.

Inisiatif Made Mangku Pastika yang berstatus Gubernur Bali petahana mengajak I Ketut Sudikerta sebagai pendamping pada pilkada 15 Mei lalu tidak disertai pemikiran strategis kalau pada akhirnya Sudikerta harus meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Bupati Badung pada sisa waktu periode keduanya hingga 2015.

Hampir dua bulan roda pemerintahan di Kabupaten Badung dijalankan oleh Bupati Anak Agung Gde Agung seorang diri. Padahal biasanya, trah Raja Mengwi itu bisa santai di singgasananya karena sudah ada Sudikerta yang terbilang lincah dan gemar “blusukan” ke pelosok kabupaten terkaya di Pulau Dewata itu.

DPRD Kabupaten Badung pun tidak bisa berbuat banyak atas lowongnya jabatan wakil bupati. “Kami hanya bisa menunggu keputusan dari DPP Partai Golkar,” kata Ketua Badan Legislasi DPRD Kabupaten Badung I Wayan Puspanegara.

Pasal 133 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2005 disebutkan bahwa jika terjadi kekosongan kursi wakil bupati lebih dari 18 bulan, wajib dicarikan penggantinya.

Dengan demikian, untuk mengisi kekosongan kursi jabatan itu menjadi tanggung jawab parpol koalisi pengusung Gde Agung-Sudikerta pada Pilkada Badung 2010. Koalisi Rakyat Badung Bersatu (KRBB) itu beranggotakan 16 parpol yang dimotori oleh Partai Golkar.

Secara kebetulan Sudikerta yang menjabat Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali sehingga penggantinya sebagai Wakil Bupati Badung pun harus dari partai berlambang pohon beringin itu.

Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Badung mengusulkan nama Ketut Suiasa sebagai calon Wakil Bupati Badung. “Usulan nama Ketut Suiasa tersebut berdasarkan hasil musyawarah rapat kerja daerah menjelang pemilihan Pilkada Bali beberapa waktu lalu,” kata Puspanegara yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Badung.

Ia menganggap Suiasa yang kini menjabat Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Badung sebagai kader terbaik sehingga layak menempati jabatan orang kedua di daerah penghasil devisa melalui “kocek” turis asing itu.

Namun, persoalannya tidak semudah itu. Bupati Gde Agung yang sudah lama bekerja sama dengan Sudikerta tentu memiliki kriteria tersendiri. Jauh-jauh hari sebelum Sudikerta diajak mencalonkan diri sebagai wakil bupati, Gde Agung memiliki ikatan emosional yang tinggi dengan pria asal bukit Jimbaran itu.

“Kami berharap Bupati Badung tidak mengulur waktu untuk menentukan wakil bupati mengingat pekerjaan kepala daerah sangat berat dan memerlukan pembantu,” ucap Puspanegara yang entah didengar atau tidak oleh Gde Agung.

Tak Kunjung Final Pengusulan nama Ketut Suiasa boleh dibilang tidak mulus. DPD Partai Golkar Kabupaten Badung menggelar rapat tertutup pada tanggal 13 September 2013 untuk menentukan lima nama calon pengganti Sudikerta.

Selain Suiasa, ada I Made Sudiana, Ida Bagus Pada Kusuma, Wayan Derik Jaya, dan I Nyoman Sukirta yang sepak terjangnya di Partai Golkar tidak bisa diragukan. Namun, dari lima nama itu menciut menjadi Suiasa dan I Made Sudiana yang sampai saat ini masih tercatat sebagai anggota Komisi B DPRD Kabupaten Badung dari Fraksi Partai Golkar.

Meskipun nama sudah disetor, DPP Partai Golkar tak kunjung mengumumkan nama yang layak menduduki kursi jabatan Wakil Bupati Badung. “Secepatnya akan kami umumkan. Rencananya Minggu (13/10) atau Senin (14/10) kami umumkan dua nama untuk mengisi kekosongan jabatan itu,” kata Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Gde Sumarjaya Linggih.

Rencana tinggal rencana. Hingga batas waktu yang telah disepakati, sosok pengganti Wakil Bupati Badung masih misterius. Apalagi, beredar kabar bahwa Bupati Gde Agung belum sreg atas kedua nama tersebut.

“Kami berharap siapa pun nantinya yang ditunjuk oleh partai mengisi jabatan kosong itu harus bekerja maksimal dengan menjaga hubungan baik antara atasan dan bawahan,” kata Sumarjaya seakan menghibur diri karena rencana yang dibuatnya berantakan.

Suiasa pun seperti kehilangan kesabaran sehingga harus bicara, “Jika dibiarkan terlalu lama akan mengakibatkan persepsi negatif di mata masyarakat. AN-MB