Foto: Para pelapor didampingi kuasa hukumnya, Putu Arsana, S.H., (nomor dua dari kanan) usai melaporkan tiga orang advokat anggota Peradi kepada Dewan Kehormatan DPC Peradi Denpasar atas dugaan pelanggaran kode etik advokat.

Denpasar (Metrobali.com)-

Tiga orang advokat anggota Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) dilaporkan ke Dewan Kehormatan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Denpasar atas dugaan pelanggaran kode etik advokat. Ketiganya yakni Cokorda Gede Yudana, S.H.,Wayan Ambon Antara,S.H.,dan Wayan Suyasa, S.H.

Laporan ini dilayangkan tiga orang warga yang rumahnya dibuldozer oleh pihak Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati, Gianyar yang merupakan klien ketiga adokat ini dalam kasus sengketa tanah di  area Tegal Jambangan Desa Sayan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.

Tiga orang pelapor (warga) tersebut yakni Dewa Ketut Ariana, Desak Ketut Sukerti dan I Nyoman Mula mengirimkan langsung berkas laporannya ke Sekretariat DPC Peradi Denpasar di Kompleks Ruko Niti Mandala No. 16, Jalan Raya Puputan Renon, Denpasar, pada Selasa (26/1/2021). Ketiga warga malang ini didampingi kuasa hukumnya Putu Arsana, S.H.

Ketiga adokat (pengacara) anggota Peradi ini dilaporkan warga atas tindakannya yang diduga melanggar kode etik advokat saat membela dan mendampingi kliennya yakni Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati, Gianyar dalam aksi pembuldoseran/pengrusakan rumah warga pada bulan Mei tahun 2017 silam.

“Pengacara mendampingi dan mengawal klien untuk melakukan pembuldoseran/pengrusakan terhadap rumah dan bangunan kami, padahal sama sekali belum pernah dilakukan proses hukum,” tulis warga dalam laporannya kepada DPC Peradi Kota Denpasar yang kembali ditegaskan pula oleh Dewa Ketut Ariana, salah satu pelapor.

“Kami melaporkan kesini (DPC Peradi Kota Denpasar) karena kami mendapatkan informasi bahwa Terlapor tercatat sebagai anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) dan kami melaporkan dalam kedudukannya selaku Kuasa Hukum dari pihak Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati yang beralamat di Banjar / Dusun Ubud Kelod Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar,” tulis warga dalam laporannya.

Selanjutnya warga menjelaskan duduk permasalahannya. Disebutkan warga memiliki, menguasai dan mewarisi rumah, tanah dan bangunan-bangunan lainnya dari orang tua dan leluhur secara turun temurun yang terletak di area Tegal Jambangan, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.

Warga memiliki bukti-bukti yang jelas tentang kepemilikan dan dasar penguasaan tersebut berupa pipil lontar, pembayaran pajak Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda), surat penguasaan secara turun temurun dan Aparat Desa serta bukti klasiran tahun 1976/1977 yang secara jelas menunjukkan tanah tersebut tercatat atas nama orang tua/leluhur warga.

Dikatakan bahwa sejak puluhan tahun warga selalu mendapatkan intimidasi dari orang-orang yang mengaku suruhan dari Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati agar bersedia menyerahkan tanah yang warga kuasai dengan alasan tanah tersebut sudah disertifikatkan dan dijual kepada pihak lain.

“Kami menolak dengan tegas permintaan yang dimaksud karena kami merasa dan mengakui bahwa tanah tersebut adalah milik sendiri dan tidak ada hubungannya dengan pihak Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati,” tulis warga dalam laporannya.

Sekitar pertengahan bulan April tahun 2017 para Terlapor datang menemui warga di rumah dengan membawa dan memberikan surat yang katanya dari Pengempon Pura.  Surat yang diberikan tersebut adalah berupa surat somasi yang isinya agar dalam waktu 1 (satu) minggu sejak surat diterima, warga diminta untuk membongkar seluruh bangunan dan apabila tidak dilakukan pihak Pengempon Pura akan melakukan pembongkaran secara paksa.

Warga  tidak menanggapi surat yang diberikan tersebut karena menurut hemat warga selaku orang awam di bidang hukum sangat tidak mengerti bagaimana mungkin harus membongkar bangunan milik sendiri yang juga berdiri di atasi tanah milik sendiri.

“Pada awal bulan Mei 2017 pihak Pengempon Pura benar-benar melaksanakan ancamannya dengan membawa sejumlah alat berat yang kemudian secara membabi buta menghancurkan dan merobohkan rumah dan bangunan-bangunan tanpa sedikitpun memberi kesempatan kepada kami untuk membela diri,”terang warga.

Foto rumah warga yang hancur dibuldoser.

Warga mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena proses penghancuran terhadap rumah-rumah tersebut dikawal oleh banyak orang termasuk ada oknum-oknum aparat dan juga oleh para Terlapor.  “Sebelum dilakukan pembuldoseran kami sempat berdebat dengan pelapor dan meminta agar melakukan proses hukum sehingga duduk masalahnya menjadi jelas,” terang warga.

Akan tetapi para Terlapor tidak menanggapi dan bersikukuh untuk tetap melakukan pembuldoseran sesuai perintah dari Pengempon Pura serta menantang agar kami melaporkan kemana saja dan yang bersangkutan menyatakan siap untuk mempertanggung jawabannya.

“Sebagai akibat dari pembuldoseran tersebut sampai saat ini kami hanya bisa tidur dan berteduh di atas gubuk-gubuk reyot yang kami buat seadanya,” terang warga. Bahkan suami dari Desak Ketut Sukerti yang bernama Dewa Ketut Raka Sudarma sampai akhirnya meninggal dunia karena shock melihat rumahnya dihancurkan.

Minta Tiga Advokat Terlapor Dipecat

Atas tindakan dan kejadian tersebut, warga (pelapor) selaku masyarakat awam ingin mempertanyakan dua hal. Pertama, pantaskah dan berhakkah seorang advokat untuk melakukan tindakan seperti itu?

“Kedua, secara hukum apakah bisa dibenarkan jika seorang pengacara mendampingi dan mengawal klien untuk melakukan pembuldoseran/pengrusakan terhadap rumah dan bangunan kami, padahal sama sekali belum pernah dilakukan proses hukum,” tanya warga dalam laporannya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut warga meminta kepada Ketua DPC Peradi Denpasar agar dapat menindaklanjuti laporan/pengaduan yang disampaikan dengan harapan warga selaku masyarakat awam dan bodoh dalam masalah hukum akan mendapat pengertian dan penjelasan sehingga warga bisa menerima bahwa sebagai masyarakat yang bodoh memang sudah sepatutnya untuk mendapatkan perlakuan seperti itu.

Apabila tindakan seorang advokat seperti itu tidak dibenarkan, maka dengan sangat hormat warga (pelapor) memohon agar para terlapor diberhentikan saja sebagai advokat. “Agar nanti masyarakat lainnya yang masih awam, bodoh dan miskin seperti kami tidak menjadi korban berikutnya,” tulis warga selaku pelapor.

“Akibat tindakan tersebut kami sekeluarga mengalami trauma yang tidak mungkin bisa disembuhkan. Dimata kami tindakan yang dilakukan tersebut benar-benar sangat barbar, biadab dan sama sekali tidak berperikemanusiaan,” ungkap pelapor.

Kuasa hukum pelapor Putu Arsana, S.H.

Kuasa hukum pelapor (warga) Putu Arsana, S.H., mengungkapkan pihaknya hanya ingin memperjuangkan keadilan bagi warga yang telah mengalami penderitaan dan tindakan sewenang-wenang pihak Pengempon Pura Taman Kemuda Saraswati bersama Musa hukumnya (tiga orang advokat yang dilaporkan ini.)

“Bayangkan rumah orang dibuldoser tidak ada dasar hukum apa lalu dibiarkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban. Sebagai seorang advokat, hati saya menangis melihat penderitaan dam ketidakadilan yang diterima warga,” kata Arsana.

Sesama advokat, Arsana mengaku menyayangkan sikap dan tidak yang dilakukan tiga advokat tersebut dalam mendampingi kliennya dengan secara proaktif membantu mengancam warga, menantang warga untuk melaporkan hingga mendampingi dan mengawal aksi pembuldoseran dan penghancuran paksa atas rumah warga.

“Tidak ada dasar hukumnya advokat dampingi klien lakukan pembuldoseran dan menantang klien saya (warga).Ini adalah noda dalam dunia advokat,” ungkap Arsana.

Siap Ditindaklanjuti

 

Sementara itu Ketua DPC Peradi Denpasar I Nyoman Budi Adnyana, S.H., M.H., CLA., CPL., saat dikonfirmasi Rabu (27/1/2020) mengaku belum menerima informasi dari stafnya mengenai laporan atau aduan dugaan pelanggaran kode etik anggota.

Ia berjanji akan mengecek lebih lanjut laporan tersebut serta menindaklanjuti sesuai prosedur yang ada di Dewan Kehormatan Peradi.

“Saya belum dapat suratnya, saya akan cek dulu ya,” terang Budi Adnyana seraya bertanya kepada wartawan siapa saja nama advokat yang dilaporkan dan siapa pelapornya.

Namun baginya yang terpenting terlebih dahulu akan dilakukan adalah mengecek keanggotaan tiga orang advokat yang dilaporkan warga ini apakah memang benar advokat anggota Peradi yang dipimpinnya atau bukan.

“Saya akan cek dulu detailnya (nama tiga orang advokat yang dilaporkan ini). Kita (Peradi) kan punya seribu lebih anggota, saya tidak hafal namanya satu persatu. Nanti akan dicek di database Peradi,” ungkapnya.

Saat ditanya tanggapannya mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan tiga advokat ini sebagaimana yang dilaporkan warga ke DPC Peradi berkaitan dengan peran ketiga advokat ini dalam mendampingi kliennya melakukan pembuldoseran rumah warga, Budi Adnyana kembali menegaskan akan mengecek dulu isi laporan tersebut.

“Siang ini saya cek ke Sekretariat (Peradi). Nanti saya info lagi,” terang Budi Adnyana. (wid)