Foto: Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)  Provinsi Bali, Dr. A.A.A. Tini Rusmini Gorda S.H., M.M., M.H.,bakal menjadi pembicara diskusi serangkaian Kongres Berkebaya Nasional 2021 pada 5-6 April 2021.

Denpasar (Metrobali.com)-

Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) siap menggelar Kongres Berkebaya Nasional 2021 pada 5-6 April 2021 di Jakarta. Kongres ini bertujuan untuk melestarikan kebaya sebagai jati diri perempuan Indonesia dan agar lebih mendunia.

Serangkaian kongres ini juga digelar diskusi secara online pada 5 April 2021 mengenai “Strategi Komunikasi & Sosialisasi Untuk Memperkenalkan Kebaya Ke Generasi Muda dan Dunia.”

Diskusi menghadirkan Keynote Speaker dari Kementerian Luar Negeri dengan materi “Kebaya Goes To The World.”  Selain itu ada tiga narasumber. Pertama, Eny Yaqut,  Ketua DWP Kemenag/Penggerak Sosial dengan materi “Kebaya Pemersatu Perempuan Semua Agama Melalui Berbagai Organisasi dan Aktivitas Religius.”

Kedua, Dr. A.A.A. Tini Rusmini Gorda S.H., M.M., M.H., Akademisi, Kepala Pusat Studi Undiknas, Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)  Provinsi Bali, Ketua DPD Perempuan Indonesia Maju (PIM) Provinsi Bali, KetuaDPD Perempuan Pemimpin Indonesia (PPI) Provinsi Bali dengan materi “Pemberdayaan Kebaya Melalui Kegiatan Sosial Budaya di Bali”. Ketiga, Eva Masrieva, Wartawan VOA.

Diskusi ini diadakan dengan maksud mengumpulkan  berbagai informasi mengenai jalur-jalur komunikasi yang dapat digunakan, dan strategi pengelolaan pesan yang baik dan terukur sehingga pengenalan dan ajakan berkebaya dapat lebih maksimal hasilnya.

Diskusi ini bertujuan memahami posisi kebaya secara sosiologis di masyarakat dan memahami aspek psikologis yang terbentuk dalam perubahan gaya berbusana dari masa ke masa.

Kedua, memahami pula berbagai upaya penting yang dapat dilakukan agar semakin banyak perempuan Indonesia, terutama generasi muda, tertarik berkebaya.

Ketiga, mengetahui jalur-jalur komunikasi baik formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam upaya memperkenalkan kebaya kepada masyarakat Indonesia dan mancanegara serta dampaknya terhadap pelestarian budaya berkebaya.

Keempat, mendapat gambaran yang lebih komprehensif mengenai strategi komunikasi melalui media massa cetak, elektronik, online dan media sosial dalam upaya menyebar-luaskan berbagai informasi mengenai pengembangan budaya, termasuk kebaya.

Peserta diskusi berasal dari berbagai komunitas perempuan pendukung gerakan berkebaya, praktisi, akademisi, politisi dan pemerhati budaya.

Salah satu pembicara dalam diskusi ini Dr. A.A.A. Tini Rusmini Gorda S.H., M.M., M.H., yang juga Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)  Provinsi Bali mengungkapkan penting untuk terus menggaungkan berkebaya yang merupakan representasi jati diri perempuan Indonesia dan bangsa Indonesia tercinta.

Gerakan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) ini menjadi semacam gerakan mencintai Indonesia dengan berkebaya. Indonesia punya busana peninggalan nenek moyang yang bernama kebaya. Kebaya dikenal dan dipakai dimana-mana di seluruh Indonesia.

“Memakai kebaya merupakan bentuk apresiasi terhadap budaya Indonesia, menunjukkan jati diri kita sebagai perempuan Indonesia. Kebaya merupakan warisan leluhur yang patut dijaga kelestariannya,” terang Tini Gorda.

Pihaknya pun di PBI Provinsi Bali menegaskan siap mensukseskan Kongres Berkebaya Nasional 2021 ini. “PBI Bali juga siap dukung dan  sukseskan Kongres Berkebaya Nasional 2021,” kata tokoh perempuan yang juga Direktur Eksekutif GTS Institute Bali, Ketua Koperasi Perempuan Ramah Keluarga (KPRK) Provinsi Bali dan Ketua IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Provinsi Bali ini.

Kongres Berkebaya Nasional 2021 ini juga diharapkan semakin banyak perempuan Indonesia dari berbagai usia dan kalangan terutama kaum milenial  dengan suka cita memakai kebaya dalam kegiatan hariannya.

Kongres  juga sekaligus mempromosikan kebaya ke dunia internasional, sehingga orang akan tahu saat melihat perempuan menggunakan kebaya itu adalah busana asal Indonesia.

Kongres juga bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dunia (UNESCO), dengan cara mendaftarkan kebaya sebagai warisan tak benda asal Indonesia.

Seharusnya Kongres Berkebaya Nasional digelar pada 21-22 Desember 2020 tahun lalu secara daring namun akhirnya diputuskan mundur menjadi 5-6 April 2021 yang akan dilaksanakan secara luring (tatap muka) dan daring (online). Pelaksanaan kongres secara luring diikuti peserta terbatas dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 secara ketat.

Kongres dilakukan secara luring agar masyarakat bisa berinteraksi secara langsung saat kongres dan  diharapkan memberi dampak yang lebih besar terhadap gerakan melestarikan kebaya sebagai busana warisan leluhur.

Penyelenggaraan secara daring juga tetap dilakukan agar peserta yang di luar kota maupun yang di luar negeri tetap dapat berpartisipasi. (wid)