Dedi Ruslan, Anggota Penasehat Ekonomi Forum Bela Negara (FBN) Bali berada  di Sekolah Alam (KOLAM) Subak Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Tabanan Bali, Minggu (18/8/2019).

Tabanan (Metrobali.com) –

Saat ini tren destinasi pariwisata dunia mengarah kepada nilai-nilai kelestarian lingkungan dan budaya kearifan lokal serta berkelanjutan (sustainable) nampaknya akan segera terwujud di Subak Desa Penatahan, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan yang memiliki pancaran mata air panas yang mengalir serta pola tanam padi organik (go green) dengan panorama alam yang indah.

“Subak Penatahan memiliki potensi kepariwisataan dengan nilai tinggi dan cocok dijadikan pusat edukasi pendidikan budi daya pertanian dengan teknologi ramah lingkungan, apalagi pariwisata berbasis pelestarian lingkungan sangat diminati oleh turis mancanegara (wisman),” ungkap Dedi Ruslan, Anggota Penasehat Ekonomi Forum Bela Negara (FBN) Bali, di Sekolah Alam (KOLAM) Subak Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Tabanan Bali, Minggu (18/8/2019).

KOLAM sendiri memiliki 4 mata air panas dan dingin yang gencar memberikan diseminasi informasi berupa edukasi tata kelola budi daya pertanian non organik yang berbasis teknologi ramah lingkungan. Dengan cakupan luas sekitar 4 hektar dengan padi serta buah-buahan organik dan peternakan kambing dan sapi.

Menurutnya, Tempat ini memiliki kualitas kadar PH air yang ideal untuk bercocok tanam dan wisata spa heritage, tinggal disusun roadmap perencanaan dan penataan yang terukur dengan melibatkan peranserta penduduk lokal terutama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk memaksimalkan potensi ini sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa sesungguhnya beras organik itu sesungguhnya tidaklah mahal seperti yang tertanam di mindset masih kebanyakan orang karena dapat dibeli dengan harga hemat.

Dedi meyakini bahwa kedepan, destinasi yang berbasis pelestarian ekosistem lingkungan menjadi paradigma pariwisata yang baru.

“Sebab tak sedikit pula wisman yang mau berlama-lama di sebuah destinasi yang memang sangat memperdulikan alam sekitar dan ekosistemnya,” terang Dedi Ruslan yang juga Ketua Dewan Penasehat Forum Wartawan Jakarta (FWJ).

Mekanisme kelembagaan subak, yang telah diakui sebagai warisan dunia oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dunia (UNESCO) harus ditetapkan yang mampu mengarah untuk mengembangkan rasa kepentingan bersama sekaligus mengamankan legitimasi dan mekanisme.

“Peran serta dan dukungan kelompok lokal, menurut dia, sangat diharapkan untuk mampu mengurangi dampak negatif berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan ataupun budaya lokal akibat kegiatan wisata tersebut,” pungkas Dedi. (hd)