permohonan keluarga mary jane

Cilacap (Metrobali.com)-

Jaksa Agung, Prasetyo, menyatakan, status Mary Jane Fiesta Veloso asal Filipina tetap terpidana karena eksekusi pidana matinya bukan dibatalkan melainkan ditunda .

“Saya rasa statusnya tetap terpidana. Selanjutnya tentu akan kita lihat seperti apa nanti,” kata Prasetyo, di Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/4).

Prasetyo mengatakan hal itu kepada wartawan usai mengunjungi lokasi eksekusi hukuman mati di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, dengan didampingi Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Menurut dia, Mary Jane sudah mengajukan peninjauan kembali hingga dua kali.

Akan tetapi jika kasus hukum di Filipina bisa dijadikan novum baru, kata dia, Mary Jane memiliki peluang untuk mengajukan PK lagi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa PK dapat diajukan lebih dari satu kali.

“Kalaupun dia betul korban perdagangan manusia, tapi faktanya dia kedapatan membawa heroin ke Indonesia. Jadi, tidak meniadakan tanggung jawab pidana yang selama ini dilakukan Mary Jane,” katanya.

Menurut dia, penangguhan eksekusi pidana mati terhadap Mary Jane dilakukan atas permintaan pemerintah Filipina karena terpidana tersebut dibutuhkan untuk mengungkap kasus perdagangan manusia itu.

“Mary Jane diminta untuk memberikan keterangan dan kesaksian. Inilah yang menyebabkan kita menghormati proses hukum yang sedang dilaksanakan di Filipina, Mary Jane ditunda pelaksanaan eksekusi matinya,” kata Prasetyo.

“Saya katakan di sini adalah penundaan, bukan pembatalan karena bagaimanapun faktanya Mary Jane tertangkap tangan di Yogyakarta, di wilayah hukum Indonesia, memasukkan heroin ke Indonesia,” jelasnya.

Ia mengatakan, Kejaksaan Agung menunggu hasil pemeriksaan kasus perdagangan manusia oleh Filipina.

Menurut dia, jika pemerintah Filipina membutuhkan keterangan dari Mary Jane, merekalah yang harus datang ke Indonesia. “Jadi, selama diperlukan oleh Filipina untuk mengungkap kasus perdagangan manusia, Mary Jane tetap berada di Indonesia,” katanya.

Lebih lanjut, Prasetyo mengatakan, penundaan eksekusi itu disampaikan saat Mary Jane masih berada di sel isolasi Lembaga Pemasyarakatan Besi, Nusakambangan, sehingga tidak dibawa ke lapangan tembak.

“Saat ini, Mary Jane sudah dipindahkan ke LP Wirogunan, Yogyakarta,” katanya.

Sementara itu, Haiti mengatakan, polisi siap membantu melakukan penyelidikan terkait informasi Mary Jane itu korban perdagangan manusia.

Mary Jane Fiesta Veloso merupakan salah seorang terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua karena grasinya telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Perempuan asal Filipina itu dikabarkan menjadi korban perdagangan manusia yang dilakukan Kristina saat hendak mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia dengan menyerahkan uang sebesar 7.000 peso.

Akan tetapi sesampainya di Malaysia, Mary Jane justru diperintah untuk menunggu pekerjaannya di Yogyakarta, Indonesia, dan dia dibelikan sebuah koper untuk membawa baju-bajunya.

Sesampainya di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Mary Jane ditangkap petugas Bea dan Cukai karena di balik kulit kopernya ditemukan heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp5,5 miliar.

Kendati heroin itu bukan miliknya, Mary Jane tetap harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sleman dan divonis mati pada tahun 2010.

Mary Jane yang saat itu menghuni LP Wirogunan pun mengajukan permohonan PK setelah grasinya ditolak Presiden.

Namun dalam sidang PK yang digelar di PN Sleman bulan Maret 2015, Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan PK tersebut, dan tetap pada putusan PN Sleman.

Menjelang pelaksanaan eksekusi hukuman mati, Mary Jane dipindahkan dari Lapas Wirogunan ke Lapas Besi, Nusakambangan, pada tanggal 24 April 2015.

Pada tanggal yang sama, tim kuasa hukum Mary Jane mengajukan PK kedua ke PN Sleman namun PK kedua itu juga ditolak.

AN-MB