invasi-negara-barat-di-irak-bisa-terulang-isis-dijadikan-alasan-b2a5

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mempertanyakan kebijakan pembentukan Tim Panel Pemblokiran Situs Radikal oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, karena urutan kebijakannya terbalik.

“Yang saya bayangkan panel itu sudah ada dulu sebelum adanya eksekusi blokir sehingga keputusan pemerintah lebih terukur,” katanya di Jakarta, Jumat (3/4).

Dia menjelaskan seharusnya urutan kebijakan yang diambil Kemenkominfo untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme adalah laporan dari masyarakat, pembentukan panel, lalu baru diambil keputusan.

Menurut dia, keberadaan panel tidak berfungsi untuk “pemadam kebakaran” seperti yang terjadi saat ini yaitu bekerja setelah terjadi kekacauan.

“Ke depan sebaiknya Kominfo lebih persuasif dan edukatif perannya dalam penanganan paham terorisme,” ujarnya.

Hanafi menjelaskan konsep persuasif dalam penanganan paham radikalisme dan terorisme yaitu terlebih dahulu diajak konsultasi, surat teguran atau peringatan.

Upaya edukatif, menurut dia, fokus pada penyebarluasan informasi tentang bahaya terorisme, merangkul komunitas sosial media dan relawan masyarakat agar tidak terjebak dalam terorisme.

“Selain itu, Kemenkominfo bisa menyebarluaskan sikap dan pandangan nirkekerasan seluas-luasnya untuk semua kalangan,” katanya.

Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan akan membentuk tim panel yang terdiri atas para ahli yang nantinya akan memberikan rekomendasi terkait pemblokiran situs tertentu.

Panel itu, menurut dia, terdiri atas banyak tokoh masyarakat yang mengerti di bidangnya seperti bidang agama, pornografi, kekerasan pada anak, SARA, dan lain sebagainya.

Kemenkominfo menurut dia, nantinya akan mendapat rekomendasi dari tim ahli anggota panel tersebut sebelum melakukan pemblokiran situs tertentu. Direncanakan rapat perdana tim panel itu dilakukan pada Senin (6/4). AN-MB