BELAKANGAN ini isu Globalisasi lebih banyak dipahami dalam bingkai politik dan perdagangan. Wajar saja karena media lebih banyak mengulas berbagai bentuk kerjasama seperti adanya berbagai perundingan tingkat regional dan international oleh berbagai organisasi seperti General Agreement on Trade and Tariff (GATT), World Trade Organization (WTO), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), North American Free Trade Agreement ( NAFTA), Asean Free Trade Area (AFTA) dan sebagainya.

 Dari hasil perundingan organisasi dunia tersebut sepertinya terhebus adanya persaingan yang semakin ketat. Bahkan oleh banyak kalangan hal ini dipandang sebagai sebuah kekhawatiran bahkan ancaman yang akan berujung pada rasa ketidakadilan. Lalu apa dan bagaimana dampak dan pengaruhnya bagi Indonesia (Bali)? Hal itu menjadi topik bahasan dalam Slidingspoot V yang diselanggarakan rutin setiap bulan oleh komunitas Tabanan Laver (talov) pada sore sabtu, 11 Januri 2013 di Warung Sawira Tabanan dengan tema “Pemberdayaan Jati Diri untuk Songsong Era Globalisasi”.

 Peserta diskusi Silidingspoot Cok Widyawati yang juga ketua Klinik Bisnis-Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali memaparkan bahwa,”semua proses binis harus dapat membangun jiwa dan spirit diri. Kita harus mampu mengendalikan diri dan emosi dalam menjalani usaha dan segala bentuk persaingan usaha, hal ini akan berdampak pada kesehatan tubuh, hanya SDM yang sehat yang akan mampu beradaftasi dengan beragam kekuatan dan pengaruh luar yang masuk,”paparnya.

 Harus diakui globalisasi telah memberi dampak dan pengaruh yang luas bagi seluruh sendi kehidupan saat ini, banyak cara-cara lama tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kekinian, sehingga banyak orang mengalami stres. Oleh sebab itu penting untuk melakukan upaya-upaya alternative dan inovatif sehingga kita bisa tetap nyaman, tahan dan cakap dalam berbagai dampak perubahan di era globalisasi ini,” jelas peserta lainnya I Gusti Ngurah Panji Tisna yang selama ini aktif mengikuti isu-isu global dan juga pegiat pendidikan alternative di The Art Live Foundation-sebuah lembaga yang bergerak dibidang pendidikan alternative dan seni kehidupan.

 Tatanan dan kearfian Nusantara dan lokal Bali sesungguhnya sudah menyedikan berbagai metode dan nilai-nilai menuju keseimbangan pola kehidupan di era globalisasi ini, tinggal bagaimana kita kembangkan dalam metode dan kebutuhan kekinian, meningkatnya kesadaran spiritualitas akan dengan sendirinya meminimalkan rasa stres dan bentuk-bentuk kekerasan dalam diri maupun di tengah masyarakat. “Stres akan timbul akibat rasa kekhawatiran yang berlebih tentang masa lalu dan masa yang akan datang,” terang Panji Tisna.

 Hal yang senada juga dijelaskan oleh I Made Dwija Nurjaya-pemilik Ayurvedic Product sebuah lembaga usaha yang memproduksi berbagai produk herbal dari proses pendidikan dan pendampingan bagi warga yang tidak mampu dan mengalami “tekanan hidup”. Di komunitas ini Dwija Nurjaya mencoba mengkombinasikan antara pendidikan dan usaha sehingga adanya pola dan kesadaran hidup yang seimbang dan bisa lepas dari rasa khawatir. “Produk akan menjadi baik dan suci (organic) jika dibuat oleh orang-orang yang sehat dan tidak sedang mengalami masalah,” jelas Dwija Nurjaya yang pernah menerima penghargaan Pramabudaya-sebuah pengharagan di bidang transformasi di bidang ekonomi, budaya dan peberdayaan masyarakat dari Wali Kota Denpasar.

Seluruh peserta diskusi sepakat bahwa di era global yang ditandai dengan pesatnya informasi dan persaingan, penting untuk melakukan upaya-upaya pendidikan yang dapat memberi dampak pada pola hidup yang lebih seimbang. Hal ini akan berpengaruh pada kesiapan SDM, khususnya warga Bali dan Tabanan dalam menyongsong perdagangan bebas di masa yang akan datang.  Sehingga sistem pendidikan hendaknya dapat mendorong keseimbangan antara profesionalitas dan spiritualitas.

“Hal ini penting diterjemahkan dalam berbagai kebijakan dan implementasi pembangunan saat ini, “jelas Jaya Wirata.

“Profesionalitas dan spiritualitas sangat penting mengingat semua usaha bersentuhan dengan mahkluk hidup. Perpaduan yang seimbang antara keduanya perlu terus dikembangkan dengan cara-cara yang sederhana di berbagai aktivitas dan usaha. Misalnya dalam hal budidaya pertanian padi sehat (organic),” terang Putu Partayasa salah seorang pegiat budidaya padi organic di subak Ganggangan Senganan Penebel Tabanan.

* Made Nurbawa/MB