Jembrana (Metrobali.com) –

Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Jembrana I Nengah Ledang ditunjuk sebagai pelaksana harian (Plh) Bupati Jembrana. Jabatan ini dijabat sampai bupati dan wakil bupati terpilih dilantik.

Belakangan SK Plh Bupati Jembrana yang diserahkan langsung Gubernur Bali Wayan Koster mendapat tanggapan, termasuk dari anggota dewan Jembrana. Pasalnya hingga masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Jembrana sebelumnya berakhir tanggal.17 Pebruari 2021, Kabupaten Jembrana belum memiliki Sekda difinitif.

Sementara pada point e sesuai SK Gubernur Bali nomor 236/01-A/HK/2021 tertanggal 10 Pebruari 2021 tentang Penunjukan Pelaksana Harian Bupati Jembrana disebutkan menunjuk Sekretaris Daerah (Sekda) Jembrana sebagai Plh Bupati Jembrana.

“Jelas berbeda. Apakah sekda (difinitif) bisa disamakan dengan Pj Sekda” ujar sumber di Pemkab Jembrana, Jumat (19/2).

Poin e pada SK Gubernur Bali sangat jelas disebutkan bahwa menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jembrana sebagai pelaksana harian (Plh) Bupati Jembrana. Sedangkan pada Diktum Kesatu disebutkan menunjuk yang bersangkutan Penjabat Sekda Jembrana sebagai pelaksana harian Bupati Jembrana. “Ini konyol” imbuhnya.

Tanggapan juga disampaikan Ketua Komisi I DPRD Jembrana Ida Bagus Susrama Jumat (19/2). Terkait SK Plh Bupati Jembrana itu ia mengaku sudah berkordinasi ke biro hukum Provinsi Bali.

“Setelah dikaji, SK itu tidak sempurna karena rujukan di Diktum satu kontradiksi dengan point e yang memang tidak ada rujukannya. Karena sampai saat ini di Jembrana tidak mempunyai Sekda difinitif sehingga tidak mengikat secara hukum” ujarnya.

Meskipun ada ketidaksesuain dan hasil kordinasi ke biro hukum Provinsi Bali hal itu sudah diatasi dengan melakukan revisi khususnya di point e.

Permasalahan awal lanjutnya dari penunjukan Asisten I pada Setda Jemnrana menjadi Pj Sekda dan kemudian menjadi Plh Bupati Jembrana. Pj dan Plh ini hanya melaksanakan tugas serta menetapkan atau melakukan keputusan tindakan rutin yang menjadi kewenangan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat setrategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.

Selanjutnya diharapkan para pemangku kepentingan saat membuat SK atau menunjuk ASN dan sebagainya mempunyai rujukan yang jelas. “Masalah ini kelihatan kecil, tapi dampaknya luas” ujar Susrama. (MT)