Foto: Pemerhati TKI I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., CHT., yang juga juga Legal Consultant PT. Ratu Oceania Raya Bali (kanan) bersama Supervisor Penerbitan Buku Pelaut UPT KSOP Benoa Wayan Budiarta.

 

 

Denpasar (Metrobali.com)-

 

 

Banyaknya persyaratan yang dibutuhkan TKI pelaut untuk bisa bekerja di kapal pesiar membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahkan seringkali dokumen yang diproses tidak bisa selesai tepat waktu karena berbagai alasan.

 

Salah satunya adalah pembuatan Buku Pelaut (Seaman Book) dengan sistem online yang sudah diterapkan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa, Bali.

 

Pemerhati TKI, I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., CHT., menegaskan bahwa pihaknya banyak mendapatkan keluhan lambatnya proses pembuatan Buku Pelaut di KSOP Benoa, Denpasar, Bali. Kendalanya adalah sering sekali gangguan dengan sistem untuk meng-onlinekandokume. Dampaknya calon pelaut tidak bisa mendaftarkan pembuatan proses Buku Pelaut.

 

“Anehnya kenapa KSOP Benoangotot harus menggunakan sistem online untuk pembuatan Buku Pelaut hingga mengorbankan calon TKI Pelaut yang tidak bisa mendapatkan Buku Pelaut,” kata Adi Susanto di Denpasar, Selasa (18/9/2018).

 

Sesuai dengan surat edaran dari Direktur Jendral Perhubungan Laut yang ditandatangani oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ir. Dwi Budi Sutrisno, M.Sc., tertanggal 10 September 2018 menyatakan bahwa UPT yang telah mempunyai Sistem Informasi  Buku Pelaut Online dapat menerbitkan Buku Pelaut dan Sijil secara manual. Hal ini apabila terjadi masalah teknis pada Sistem Informasi Buku Pelaut Online setelah ada penetapan dari Pustikom dan Ditkapel.

 

Jadi menurut pria yang juga advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha &Partners ini, KSOP Benoa seharusnya tetap bisa mencetak Buku Pelaut secara manual. Jangan ngotot untuk memproses secara online karena banyak calon TKI pelaut yang belum bisa berangkat karena belum memiliki Buku Pelaut.

 

Pihaknya mewakili para TKI pelaut meminta KSOP Benoa agar menerbitkan Buku Pelaut secara manual bila memang sistem online sedang bermasalah. Jangan sampai gara-gara KSOP Benoangotot untuk mencetak Buku Pelaut secara online justru akan merugikan pelaut itu sendiri. Sebab harus menunggu sampai berbulan-bulan menunggu sistem online berjalan normal.

 

“Tolong patuhi surat edaran dari Direktur Jendral Perhubungan Laut yang ditandatangani oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan tersebut,” pinta Adi yang juga Legal Consultant PT. Ratu Oceania Raya Bali ini.

 

Disamping sistem yang sering mendapatkan gangguan masalah lainnya yang sering dikeluhkan TKI pelaut terkait pembuatan Buku Pelaut ini adalah mahalnya biaya pembuatan Buku Pelaut. Sebab ada keharusan mendapatkan MedicalCertificate (Sertifikat Kesehatan) dari klinik tertentu saja.

 

Persyaratan untuk mendapatkan sertifikat kesehatan dari klinik yang telah ditunjuk Dirjen Perhubungan Laut dengan biaya Rp 200.000 sampai Rp 300.000 sangat memberatkan dan mubazir. Sebab sejatinya calon pelaut itu sebelum berangkat ke kapal pesiar mereka diwajibkan mengikuti generalcheckup dengan lingkup lebih luas.

 

“Jadi syarat untuk mendapatkan sertifikat kesehatan ini hanya mengada-ada dan membuat calon TKI pelaut harus mengeluarkan biaya tambahan lagi. Di samping itu  proses yang berbelit-belit ini tidak sesuai dengan perintah Presiden Jokowi untuk memangkas jalur birokrasi dalam hal pelayanan masyarakat,” tutup Adi yang juga Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bali dan kini maju caleg DPR RI nomor urut 1 dapil Bali itu.

 

Pewarta: Widana Daud

Editor      : Whraspati Radha