Denpasar (Metrobali.com)-

Kementerian Agama menilai sinergi antara desa dinas dan desa adat di Provinsi Bali hingga kini belum menyentuh upaya pemberdayaan masyarakat perdesaan sehingga masalah kemiskinan tak tertangani ditangani secara tuntas.

“Jika koordinasi desa dinas dan desa ‘pakraman’ (adat) dapat dilakukan dengan harmonis di tingkat bawah akan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat sekaligus meminimalisasi konflik di tataran bawah,” kata I Gusti Mudiana dari Kantor Kemenag Wilayah Provinsi Bali di Denpasar, Selasa (17/9).

Saat memberikan pemantapan kepada 75 “perbekel” (kepala desa dinas) dan 188 “bendesa” (kepala desa adat) se-Kabupaten Karangasem, dia mengemukakan bahwa dwitunggal “perbekel” dan “bendesa” menjadi simbol kekuatan Bali, mengingat kewenangan yang dimiliki berhimpitan dan memerlukan kemampuan berkoordinasi.

Mudiana selaku ketua tim pemantapan dwitunggal bendesa dan perbekel mengingatkan bahwa lemabaga tradisinal adat Bali sudah ada sejak lama, namun masih tetap diperlukan upaya untuk membina dan memberdayakan masyarakat setempat.

Masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan sehingga diperlukan upaya memberdayakan dan memotivasi untuk bisa mengarah pada bidang ketahanan spiritual, budaya dan juga ekonomi.

“Dengan demikian Bali Santi Jagadhita diharapkan berangsur-agsur dapat diwujudkan, paling tidak nampak dari taraf kesejahteraan masyarakat yang makin membaik,” ujar Mudiana.

Anggota tim lainnya I Wayan Wiryawan menambahkan bahwa sinergi antara desa dinas degan desa pakraman sejauh ini hanya tampak di permukaan dan belum membudaya menyentuh substansi misi menuju keajegan Bali.

“Jika kebersamaan dwitunggal pemimpin di tingkat bawah itu bisa harmonis saling mengisi dan menghormati optimis harapan “Bali Jagadhita” bisa direalisasikan dengan meminimalisasi konflik di tataran bawah,” ujarnya. AN-MB