Masih Ada Kepercayaan Tertentu Menggunakan Simbol Budaya Bali untuk Menarik Krama Bali Pindah Keyakinan tertentu.
Denpasar, (Metrobali.com)-
Perusakan, perongrongan, manipulasi dan pengaburan makna dan simbol simbol Agama Hindu, Budaya, Seni Bahasa Bali terus terjadi. Kali ini terlihat pada tayangan video lagu berbahasa Bali berdurasi 04:51 menit dengan tema : Sanghyang Yesus Rawuh ke Mercapada.
Di Video tersebut seseorang menyanyikan lagu berbahasa Bali tentang kemuliaan Sanghyang Yesus. Di mana penyanyinya memakai pakaian adat Bali, berdestar dan latar belakang menggunakan musik ciri khas Bali. Serta background memakai gambar gambar Yesus dan pengikutnya.
Bali, memang memiliki gaya tarik yang luar biasa. Jika sebelumnya, nama Bali dijual untuk market pariwisata dan nama nama perusahaan, kini nama Bali di jual di dalam menyebarkan keyakinan tertentu. Dan, ini tentu sangat merusak, mengaburkan, dan memperkosa peninggalan budaya leluhur umat Hindu di Bali.
Menurut pengamat sosial dan politik I Gde Sudibya, Kamis (20/8), Pemda Bali dan jajarannya semestinya membangun politik kebudayaan yang jelas, untuk memberi rambu-rambu kebebasan ekspresi budaya, tanpa menelikung keyakinan keagamaan masyarakat Hindu.
Disarankan Pemda dan seluruh anggota Dewan Bali semestinya merumuskan dan menafsirkan kembali Politik Kebudayaan yang diintroduksikan oleh the founding fathers: Soekarno, Hatta dan Sjahrir di tahun-tahun awal kemerdekaan. Politik dengan keutamaan sebagai pijakan, dalam pengembangan budaya bangsa. Politik kebudayaan yang mengharhagai tinggi perbedaan, tetapi tidak mengorbankan persatuan.
Dikatakan, ruang kebebasan berekspresi dalam berkesenian, tidak semestinya secara sengaja atau tidak,  menyisipkan siar agama tertentu dengan menggunakan simbol bahasa, tradisi yang sudah melekat ada pada masyarakat yang pemelukan agamanya berbeda dengan siar agama yang dimaksud. Contoh, materi video di atas.
Lebih lanjut dikatakan, masyarakat pengemban budaya seharusnya mewaspadai potensi ” pembajakan ” budaya di atas, yang dapat ditafsirkan sebagai misi siar agama untuk target konversi.
“Negara dalam hal ini Pemda Bali yang “ngurusi” kebudayaan melakukan pengaturan, memberi rambu, peringatan  setiap potensi ” pembajakan ” budaya di atas, karena ada risiko potensi ketegangan sosial,” kata Putra Tajun Buleleng itu.
Dikatakan, ” pembajakan ” simbol-simbol budaya ini: bahasa, tradisi busana, karya seni, simbol alam, akan mengaburkan simbol budaya yang bersangkutan bagi masyarakat pengampunnya.
I Gde Sudibya melihat jika ini terus berlangsung maka dalam jangka menengah dan panjang akan terjadi kerancuan, kekaburan dan sejumlah kontroversi terhadap simbol kebudayaan Bali.
Masyarakat harus menyadarinya dan pemerintah mengambil inisiatif untuk menghindari terjadinya ” pembajakan ” budaya.
“Kalau pemimpin Bali sebelumnya, sebut saja Pak Mantra begitu antusias dan kemudian punya visi, kecerdasan untuk ” membumikan ” kebudayaan Bali merespons tantangan zamannya, sikap trengginas pejabat publik di Bali untuk melawan “pembajakan ” budaya di atas, sudah tentu ditunggu,” katanya.

https://youtu.be/sQBefPsnMqc

Editor : Sutiawan