Sidang Bandara Ngurah Rai Didemo
Denpasar (Metrobali.com)-

Sidang kasus korupsi dana parkir Bandara Ngurah Rai yang merugikan negara hingga Rp20 miliar diwarnai aksi demo dari keluarga dan simpatisan terdakwa Chris Sedana Putra. Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 3 April ini dinilai tak berusaha mengungkap aktor utama.

Pengunjuk rasa yang  berjumlah puluhan orang membawa sejumlah poster yang antara lain bertuliskan,”Bongkar Mafia Hukum”, “Jaksa dan Hakim Jangan Diskriminatif”, “Kejar Pelaku Utama”, dan lain-lain. “Terdakwa hanya pemilik saham milik minoritas dan tidak mengendalikan perusahaan, jadi bukan penentu dalam perusahaan,” kata Tony Sedana yang ikut dalam aksi itu.

Dalam tuntutannya, mereka mendesak hakim untuk lebih teliti mengungkap rekayasa dalam penyusunan Berita Acara Pemeriksaan dan dalam kesaksian di persidangan. Apalagi jaksa enggan menghadirkan Putu Agung Prianta sebagai saksi. Padahal saksi-saksi lainnya menyebut, operasional perusahaan dikendalikan oleh pemilik saham mayoritas itu.

Aksi unjuk rasa ini sempat diamankan puluhan aparat kepolisian yang mendatangi lokasi. Namun aksi bubar dengan sendiri setelah sidang dimulai dengan agenda pemeriksaan terdakwa Chris Sedana Putra. Dalam kesaksiannya, Chris kembali menegaskan ia memang menjadi Dirut PT Penata Sarana Bali (PSB) yang bekerjasama dengan PT Angkasa Pura (PAP) dalam mengelola parkir bandara. Namun, dia hanya difungsikan sebagai humas untuk berhubungan dengan PAP, Pihak Pemkab Badung dan desa Adat.

“Seluruh kebijakan dikendalikan oleh Agung Prianta, termasuk soal pengeluaran uang,” ujarnya. Berdasar dakwaan jaksa kasus korupsi parkir bandara Ngurah Rai terjadi pada 1 November 2009-8 Desember 2011. Pendapatan dari pengelolaan parkir bandara itu mencapai Rp29,27 miliar. Namun PT PSB sebagai pengelola  hanya menyetorkan Rp8,45 miliar kepada PT Angkasa Pura I selaku sehingga ada selisih Rp20,82 miliar. Kemudian pada periode Oktober 2008-Oktober 2009 pendapatan parkir bandara itu mencapai Rp10,52 miliar, namun yang disetorkan hanya Rp3,34 miliar sehingga ada selisih Rp7,18 miliar.

Agung Priantha sendiri tak pernah hadir dalam persidangan meski telah 3 kali dipanggil jaksa dengan alasan sedang menjalani medical chek up di Singapura. Jaksa kemudian membacakan keterangannya saat diperiksa di Kejaksaan Agung yang menyatakan, Priantha adalah komisaris utama yang tidak mengetahui masalah-masalah tehnis. “Operasional sehari-hari diserahkan kepada Direktur Utama Chris Shidana,” ujarnya. Dirinya juga tidak mengetahui langsung adanya kerjasama dalam Pengelolaan Parkir Bandara dengan PT Angkasa Pura dan hanya mendapat laporan dari Dirut.

Mengenai fungsi komisaris untuk mengawasi perusahaan, Priantha menyatakan, hal itu hanyalah secara kekeluargaan dan tidak dilakukan pengawasan secara ketat. Ia bahkan menyatakan, selama 3 tahun terakhir sudah tidak tidak menerima gaji dari PT PSB sebesar Rp 8 juta  yang mestinya dibayarkan setiap bulannya. Mengenai adanya selisih setoran yang berbeda dengan perjanjian, Priantha mengaku mengetahui adanya hal itu setelah mendapat pemberitahuan dari pihak PAP. JAK-MB