Inderapura Barnoza bersaksi untuk terdakwa Chris Sridana

Denpasar (Metrobali.com)-

Sidang perkara dugaan korupsi dalam pengelolan parkir di Bandara Ngurah Rai sehingga mengkibatkan kerugian negara Rp28 miliar lebih, Kamis (20/3) masih mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi untuk terdakwa Chris Sridana MBA yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Penata Sarana Bali (PSB).
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar yang dipimpin ketua majelis hakim Hasoloan Sianturi bersama hakim anggota Miptahul Halis dan Nurbaya Lumban Goal, jaksa penuntut umum (JPU) Romulus Halolongan dkk menghadirkan dua orang saksi, yakni Dwi Puji Rahayu (Kepala Layanan Bank BCA Cabang Kuta) dan Inderapura Barnoza selaku General Manajer/GM PT PSB (terdakwa dalam berkas terpisah).
Di hadapan majelis hakim, saksi Inderapura menjelaskan dirinya mulai bekerja sebagai GM pada PT PSB sejak Januari 2006. Saat itu, ia mengajukan lamaran ke perusahaan melalui Putu Agung Prianta di Jakarta. “Di PT PSB, saya menangani hal-hal umum dan personalia,” sebutnya.
Ketika ditanya hakim Hasoloan soal fitur pemotongan, saksi Inderapura mengatakan sejak direkrut di Jakarta, diberitahu oleh Agung Prianta. “Ya sejak di Jakarta, diberitahu Pak Agung Prianta, juga diberi arahan agar fitur itu dijaga,” jelas saksi.
Lantas apakah saksi selaku GM bisa menghapus fitur itu? Dijawab saksi, dirinya tidak punya kewenangan. “Yang punya wewenang menghapus itu Direksi, yakni Agung Prianta dan Chris Sridana,” sebut Inderapura. Apakah itu benar? Atas hal itu, Inderapura langsung meralat pernyataan sebelumnya. Ia pun menegaskan jika yang punya kewenangan adalah Agung Prianta.
Demikian pula, ketika ditanya mengapa fitur pematongan itu ada? Saksi menerangkan itu dibuat programer bernama Ida Bagus Putu Marwata (Gustu). “Itu idenya dari Agung Prianta, juga dari Direksi yang lain yakni Dirut Chris Sridana,” kata Inderapura. Namun setelah diingatkan ketua majelis Hasoloan tentang pasal 22 UU Tipikor terkait bersaksi di Pengadilan Tipikor, saksi Inderapura tampak terdiam dan kebingungan.
Namun, ketika ditanya soal pendapatan parkir, saksi Inderapura menjelaskan jika itu dihitung oleh Rudi Jhonson Sitorus (staf administrasi PT PSB/ terdakwa dalam berkas terpisah) dan Silvia Kunthi (Manajer Keuangan PT PSB). “Rp11 sampai Rp12 juta ke PT Angkasa Pura melalui Bank Mandiri, dan Rp7-8 juta ke PT PSB dibawa Silvia. Pendapatan totalnya, ya penjumlahan keduanya. Itu saya ketahui dari laporan,” kata saksi.
Tapi kenapa di BAP menyebut pendapatan Rp30 sampai Rp40 juta perhari? Disodok pertanyaan demikian, saksi kemudian meralat pernyataannya. Dikatakan aliran dana itu dibagi tiga, Rp11-Rp12 juta ke Angkasa Pura, Rp7-Rp8 juta ke PT PSB dibawa Silvia, dan sisanya Rp12-Rp15 juta kepada Chris Sridana melalui Rudi. Itu saya ketahui dari corat-coret yang dibuat Rudi,” kata Inderapura.
Mengapa begitu? Saksi menjelaskan prosedurnya memang begitu. “Dari beberapa arahan, dari dua direksi, yakni Agung Prianta dan Chris Sridana,” sebut Inderapura.

Selanjutnya saat ditanya jaksa Romulus, adanya perbedaan laporan kepada Angkasa Pura dan PT PSB, siapa yang diuntungkan? Saksi mengatakan perbedaan itu menguntungkan perusahaan. “Loh, tadi saksi bilang Rp12 juta ke Angkasa Pura, Rp8 juta ke PT PSB dan sisanya dibawa Silvia?” tanya jaksa. “Itu petunjuk pak Agung Prianta,” kata saksi Inderapura. “Lantas, siapa yang perintah saksi tandatangan slip report,” sambung jaksa. Saksi terdiam dan tampak kebingungan, kemudian mengatakan tugasnya membuat laporan.
“Saya tidak melihat fisik uang, saya hanya terima laporan, juga coret-coret dari Rudi Sitorus,” terang saksi Inderapura.

Giliran ditanya tim penasehat hukum dari Chris Sridana, yakni Nyoman Gde Sudiantara, Made Mustika dan Agus Sujoko, terkait tugas saksi di bagian umum jaka ada kerusakan dan perlu perbaikan juga pembayaran, saksi menjelaskan permohonan masuk ke Manajer Keuangan dan harus ada persetujuan dari Agung Prianta. Saat ditunjukkan bukti, saksi Inderapura membenarkan bahwa Agung Prianta memberi persetujuan selaku Direktur, bukan Komisaris PT PSB.

Selanjutnya, saksi Inderapura menjelaskan bahwa sesuai SOP, terkait keuangan harus disetujui Agung Prianta. Hal ini pus sesuai bukti yang ditunjukkan penasehat hukum terdakwa Chris dalam persidangan. “Laporan kepada pak Agung Prianta ketika di Bali, ini langsung di kantor Renon atau di rumah makan, tapi saat di Jakarta melalui email. Itu laporan pendapatan yang disetor ke Angkasa Pura dan pendapatan total yang disetor ke perusahaan (PT PSB),” terang saksi.

“Apakah Chris memerintah memberi uang suap kepada tim SPI,” tanya Agus Sujoko. Saksi menjelaskan, Iwan dari SPI memberi sinyal panas dingin yakni meminta sesuatu. Kemudian saksi menghubungi Chris. “Yang benar, perusahaan tidak ada dana dan tidak ada niat dari Chris tidak merintahkan,” sebut saksi, sembari mengaku tidak mengerti bahasa perintah.
Seusai saksi Inderapura memberi kesaksian, terdakwa Chris Sridana saat ditanya ketua majelis hakim, mengatakan ada keterangan yang ditolak, yakni terkait aliran dana, perintah suap juga memberikan breafing atau arahan kepada saksi. “Yang benar, tidak ada aliran dana. Tidak ada perintah penyuapan. Juga tidak pernah memberi breafing pemotongan,” kata Chris Sridana.
Secara terpisah, saksi Dwi Puji Rahayu menerangkan jika rekening di BCA itu dibuka oleh Chris Sridana selaku Direktur CV Kristal Dewata pada tahun 2007 dan rekening ditutup pada tahun 2012 karena sudah tidak diperlukan. “Yang menyetor tunai itu banyak tapi yang saya diingat Rudi Jhonson Sitorus, Mikhael Maksi, Heri, Mateus dan lainnya,” sebut Dwi.

Ketika ditanya apakah pernah ada record dana Rp21 miliar atau lebih dari rekening bank CIMB Niaga, saksi Dwi menjelaskan tidak pernah terecord dari CIMB Niaga yang diperoleh dari usaha parkir.

Sementara itu, anggota hakim Nurbaya Lumban Goal ketika menyela pertanyaan soal aliran dana dari CIMB Niaga dan BCA atau sebaliknya, jaksa mengatakan belum menghitungnya. Atas keterangan saksi Dwi, terdakwa mengatakan tidak keberatan.
Sidang perkara ini dilanjutkan Jumat (27/3) dengan menghadirkan saksi-saksi lain, sekaligus mengkonfrontir keterangan saksi Inderapura, Mikhael, Rudi dan lainnya. JAK-MB