Keterangan poto : Sudikerta  diperiksa di PN Denpasar

Denpasar, (Metrobali.com)

 

Sidang lanjutan terdakwa mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta (53) di PN Denpasar memasuki agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (5/12). Sudikerta yang diajukannbke sidang terkait kasus  penipuan, pemalsuan surat dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu mengaku bersalah karena  merugikan korban bos Maspion Group Alim Markus Rp 150 miliar.
Di depan persidangan  Sudikerta mengatakan tidak ada niatan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk. “Saya menyesal dan bersalah telah melakukan transaksi ini. Kalau tahu akhirnya seperti ini saya tidak akan melakukan transaksi tanah ini,”  tutur Sudikerta pada majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.
Oleh karena itu politisi senior Golkar ini meminta keringanan kepada JPU dan majelis hakim yang akan memutus perkara ini. Sudikerta juga mengatakan tidak pernah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana tersebut. “Saya punya istri dan anak tiga. Saya adalah tulang punggung keluarga. Untuk itu saya minta keringanan kepada jaksa dan majelis hakim,” ujarnya memelas.
Dalam keterangannya Sudikerta juga mengakui memiliki banyak prestasi selama menjabat sebagai Wakil Bupati Badung (2008-2013) dan Wakil Gubernur Bali (2013-2018).
Majelis hakim sempat menanyakan terkait pengembalian kerugian dari Alim Markus yang mencapai Rp 149 miliar lebih. Sudikerta mengatakan belum pernah mengembalikan uang tersebut ke Alim Markus. Namun ia mengaku sudah sempat mencaro solusi salah satunya menjual asset tanah di Balangan tersebut untuk mengganti kerugian yang timbul. “Waktu itu sudah sempat ada pembeli. Tapi belium deal saya duluan ditangkap,” ujarnya.
Ditambahkanb Sudikerta  dalam perkara ini dirinya hanya mengikuti arahan dari Tim Maspion yaitu Henry Kaunang dkk. Bahkan dia menyebut dari awal pertemuan semuanya diatur oleh Henry Kaunang. “Jadi dari awal pertemuan, pembuatan PT, transaksi serta pembatalan-pembatalan semuanya disetting Henry Kaunang. Kami hanya menjalankan saja,” beber Sudikerta.
Politis asal Desa Pecatu, Kuta Selatan ini juga membantah keterangan dalam dakwaan JPU. Salah satunya terkait pertemuan di BPN Badung untuk membahas tanah di Pantai Balangan yang akan dibeli PT Maspion. “Saya memang pernah melakukan pertemuan di BPN tapi bukan membahas tanah puri tersebut. Saya waktu itu membahas asset-aset Pemkab Badung,” ujarnya.
Sudikerta juga membantah terkait pembelian ruko yang dijadikan kantor pengacara Togar Situmorang di Jalan By Pass Ngurah Rai, Sanur yang kini disita. Dia mengatakan jika kantor tersebut dibeli menggunakan uangnya sendiri setelah menjual asset lainnya. “Tidak benar saya pakai uang dari Maspion untuk beli kantor itu,” ujarnya. Jawaban tersebut membuat JPU Eddy Arta Wijaya emosi. “Kalau memang anda bisa membuktikan bukan menggunakan uang hasil tindak pidana ini, kami akan kembalikan,” ujar Eddi.
Hakim anggota Heriyanti juga sempat mempertanyakan penggunaan uang Rp 149 miliar yang diterima PT Pecatu Bangun Gemilang. Sudikerta menjelaskan jika uang tersebut digunakan untukmembayar kewajiban-kewajiban yang ada. Heriyanti lalu menanyakan kapasitas Sudikerta dalam PT Pecatu Bangun Gemilang sehingga bisa membagikan uang tersebut. “Saya sudah minta ijin ke direksi untuk mengambil uang tersebut untuk membayar kewajiban PT dan diijinkan,” tegasnya.
Diakhir sidang, JPU dan kuasa hukum terdakwa, Nyoman Darmada dkk terlibat perdebatan terkait surat dari BPN Badung yang menyatakan jika SHGB 5074/Jimbaran sah. Atas surat tersebut, JPU menantang kuasa hukum terdakwa untuk mendatangkan saksi BPN Badung, I Made Daging yang menandatangani surat tersebut. “Pembuktian jangan lewat surat. Kalau memang dinyatakan SHGB itu sah, kami minta Kepala BPN Badung dihadirkan untuk memberi keterangan,” tantang JPU. (NT-MB)