MANIS, lembut dan dingin. Siapa yang tidak menyukai sifat es krim yang juga memiliki ragam cita rasa.

Hampir semua usia, dari balita hingga lansia menyukai kudapan yang konon bisamembuat ‘mood’ kembali ceria.

Namun, tidak semua orang menyukai si manis yang konon sudah ada sejak zaman Romawi saat Kekaisaran Nero pada tahun 64 Masehi. Es krim merupakan penganan yang paling ditakuti bagi orang-orang yang menderita ganggunan gigi sensitif.

Faktanya, penelitian terkini yang dilakukan “Sensodyne Just Say It” menyebutkan dari 60 ribu jawaban, satu dari dua orang Indonesia merasa takut gigi mereka ngilu ketika makan es krim.

Dari penelitian tersebut, es yang sebagian besar terbuat dari susu itu menempati urutan pertama makanan yang paling ditakuti yakni sebanyak 54 persen, diikuti kuah bakso panas empat persen, cokelat manis, air es dingin tiga persen, dan mangga muda masam tiga persen.

Pakar gigi sensitif GlaxoSmtihKline Ariandes Veddytarro menjelaskan gigi sensitif terjadi karena adanya pori-pori pada dentin dengan jutaan saluran kecil yang menuju ke saraf.

“Ketika dentin terbuka, bagian yang terekspos lingkungan akan merasakan berbagai sensasi, sekaligus ngilu yang intens dan menusuk,” katanya.

Dia mengatakan penanganan hipersensitivitas dentin cenderung empiris karena kurangnya pemahaman tentang penularan dari rasa ngilu melalui dentin.

Hal ini terbukti dari penelitian Ipsos terkini yang menyebutkan 45 persen orang Indonesia mengalami gigi sensitif, namun sebanyak 52 persen tidak menyadarinya dan tidak memeriksakan ke dokter, bahkan lebih dari 75 persen belum menangani gigi sensitif dengan benar.

Namun, Ariandes menambahkan, beberapa teori membuktikan pemblokiran saluran di dalam dentin (oklusi saluran dentin) sebagai salah satu syarat penting dari ‘desentisizing agent’ agar mampu secara efektif menghilangkan rasa ngilu pada gigi sensitif.

Mereka berisiko Ariandes menjelaskan semua orang berisiko mengalami gigi sensitif karena sebagian besar faktor penyebabnya, yakni eksternal baik dari makanan, minuman ataupun gaya hidup.

Namun, dia mengatakan mereka yang terpasang kawat gigi cenderung lebih berisiko terserang gangguan gigi sensitif karena mencederai dan mengganggu ketinggian tulang karena perubahan posisi rahang yang dimundurkan atau dimajukan.

“Ketinggian tulang yang menurun, memicu gusi ikut menurun. Jika gusi menurun, dentin akan terbuka dan memicu terserang gigi sensitif,” ujarnya.

Ariandes mengatakan gusi menurun akan menyebabkan akar terpisah sehingga risiko timbulnya gigi ngilu lebih tinggi.

Oleh karena itu, dia mengimbau, kebiasaan baik menyikat gigi harus dilakukan sejak dini untuk mencegah gangguan gigi sensitif, seperti menyikat gigi dua kali sehari dan memakan dan meminum yang tidak terlalu panas, dingin dan masam.

Ariandes menyebutkan risiko terserang gigi sensitif umumnya terjadi pada dewasa berusia 25 tahun ke atas.

“Karena gigi sensitif ini muncul dari kebiasaan buruk, makanya kita jarang sekali menemukan gejala gigi sensitif pada anak-anak yang masih memiliki gigi susu,” katanya.

Ariandes mengatakan gigi sensitif bisa diobati secara bertahap dengan menghindari makanan yang memiliki karakter ekstrim seperti, terlalu panas, dingin, manis ataupun masam.

Namun, dia menyarankan alangkah baiknya untuk mencegah serangan menusuk akibat gigi sensitif daripada mengobatinya, salah satunya dengan cara menyikat gigi.

Dia menjelaskan cara menyikat gigi yang baik itu adalah dengan memutar atau sirkular karena menjangkau seluruh permukaan gigi, sementara risiko gusi terlukai pun sangat kecil.

“Karena itu, hindari menyikat gigi secara horizontal karena bisa menurunkan ketinggian gusi yang memicu gangguan gigi sensitif,” kata dia.

Tekanan dalam menyikat gigi juga berpengaruh pada kesehatan gusi.

“Terkadang kita tidak merasa kalau tekanan menyikat gigi terlampau keras karena karakter gigi itu sendiri itu keras. Padahal, kalau sikat gigi sudah mulai terasa sakit di kulit tangan contohnya, itu juga sudah memicu merusak email dan dentium gigi,” katanya.

Oleh karena menyikat gigi yang baik adalah dengan gerakan memutar hingga menjangkau seluruh permukaan gigi dengan tekanan ringan.

“Kebiasaan ini harus rutin dan terus-menerus dijalankan, minimal dua kali sehari,” ujarnya.

Bahkan, menurut drg. Mega Indah Tomeala Arief, SpKG, jika kondisi gigi mulai terasa ngilu secara intens, perlu dilakukan konseling diet terutama untuk makanan atau minuman yang mengandung asam, seperti jus dan minuman bersoda.

“Selain itu juga perlu koreksi sikat gigi serta oklusi atau gigitan dan susunan gigi,” katanya.

Dia mengatakan perlu kehati-hatian dalam periodontal, seperti pembersihan karang gigi, kuret, root planning dan sebagainya.

Menurut dia, jika kondisi gigi semakin parah hingga terjadi abrasi ataupun abfraksi, perlu dilakukan penambalan dengan tambalan sewarna dengan gigi.

Abrasi, yakni kehilangan struktur gigi yang disebabkan oleh gaya mekanik atau friksi yang seringkali disebabkan oleh sikat gigi. Sementara, abfraksi adalah suatu kondisi gigi kehilangan email dan dentin yang disebabkan oleh gaya biomekanik (fleksi, kompresi dan tensi).

“Biasanya lokasi yang terserang abraksi di leher gigi, dekat gingiva atau gusi dan lesinya berbentuk V,” katanya.

Jika sudah terjadi dua kondisi di atas, drg.Mega mengatakan perawatannya dengan cara desensitisasi, yaitu menutup tubuli atau pori-pori dentin dengan bahan-bahan desensitisasi, seperti fluoride, potassium nitrate, strontium chloride, calcium phosphate atau bahan bonding gigi.

Karena itu, meski bagian kecil dari tubuh, gigi juga memerlukan perhatian besar. Seperti pepatah lawas mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati agar bisa menikmati makanan yang panas, dingin, termasuk si manis es krim.