Puli Alam, Afghanistan (Metrobali.com) –

Serangan udara NATO pada Kamis secara tidak sengaja menewaskan lima prajurit Afghanistan di wilayah timur negara itu, kata sejumlah pejabat pemerintah, dan koalisi tersebut menyatakan masih menyelidiki insiden itu.

Peristiwa mematikan itu diperkirakan akan memperburuk hubungan yang sudah terganggu antara koalisi NATO pimpinan AS dan Presiden Hamid Karzai, yang sering mengecam sengit upaya militer internasional di Afghanistan dalam kaitan dengan serangan udara semacam itu.

“Pukul 03.30 pagi ini, akibat serangan udara NATO di daerah Charkh di provinsi Logar, lima anggota Tentara Nasional Afghanistan mati syahid dan delapan orang lain cedera,” kata juru bicara kementerian pertahanan Zahir Azimi di akun Twitter-nya.

Khalilullah Kamal, kepala daerah Charkh, mengatakan kepada AFP, ia telah mengunjungi lokasi serangan yang dilakukan oleh sebuah pesawat tak berawak AS.

“Pos itu hancur seluruhnya,” katanya. “Orang Amerika biasanya ada di pos itu, namun sejak mereka pergi, ANA (Tentara Nasional Afghanistan) menggantikannya. Pos itu berada di sebuah puncak bukit. Serangan tersebut dilakukan oleh pesawat tak berawak AS.” Presiden Karzai, yang akan meletakkan jabatan setelah pemilihan umum pada 5 April, dalam wawancara pekan ini mengungkapkan “amarah sengitnya” pada AS ketika mereka bersiap-siap mengakhiri misi tempur 13 tahun di Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan setelah digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (Ant/AFP)