Foto: Pengamat pariwisata I Dewa Putu Susila yang juga Pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism terus mendorong pengembangan sport tourism di Pulau Dewata.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pariwisata Bali tak lagi “seksi”? Itulah salah satu pertanyaan besar yang mesti dijawab para pelaku industri pariwisata di Pulau Dewata dan pemerintah daerah di Bali melihat fakta semakin turunnya kunjungan wisatawan ke destinasi pariwisata internasional ini.

“Apakah Bali masih sebegitu menarik, masih seksi di mata wisatawan? Apakah pariwisata Bali masih punya daya siang kuat baik secara internasional maupun dengan 10 Bali baru di ranah lokal? Ini sederet pertanyaan yang perlu kita renungkan dan cari jawabannya,” kata pengamat pariwisata I Dewa Putu Susila ditemui di Istana Taman Jepun, Denpasar, Jumat (5/7/2019).

Pria yang juga Pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism ini meminta Bali jangan terlena dengan nama besar sebagai destinasi pariwisata kelas dunia dan beberapa kali masuk sebelumnya kategori sebagai destinasi wisata dunia versi sejumlah lembaga.

Sebab Bali sudah dikepung pesaing baik destinasi wisata di luar negeri maupun dalam negeri misalnya dengan hadirnya 10 Bali baru yang tampaknya mulai beraksi menunjukkan pesonanya.

Yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Pantai Tanjung Lesun di Pandeglang Banten, Kepulauan Seribu di utara Jakarta.

Lalu Candi Borobudur di Jawa Tengah, Pantai Mandalika di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Jawa Timur, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pulau Morotai di Kepulauan Halmahera Maluku Utara.

“Nampaknya, 10 destinasi Bali baru sudah mulai bekerja mengalihkan perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara kesana,” kata Dewa Susila seraya mengingatkan pariwisata Bali yang tidak boleh terus terlena menganggap pesaing tidak akan menyalip Pulau Dewata.

Sebab faktanya tahun ini kunjungan wisatawan ke Bali merosot tiap bulannya. Misalnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Pulau Bali pada April 2019 melalui bandara dan pelabuhan menurun sebanyak 7,83 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2018. Pemerintah Provinsi Bali dinilai perlu waspada atas menurunnya jumlah wisman ini.

Dari data BPS Bali, jumlah wisatawan wisman yang datang ke Bali pada April 2019 tercatat mencapai 476.327 kunjungan. Sedangkan, pada April 2018 lalu berjumlah 516.777 kunjungan. Jika dibandingkan dengan April 2018 lalu jumlah kunjungan mengalami penurunan sedalam 7,83 persen.

Sementara itu, jumlah wisman April 2018 mencapai 516.780 orang, Sedangkan April 2019 mencapai 476.330 orang. Turun sebanyak 40.450 orang.

BPS juga mencatat jumlah keberangkatan pesawat domestik dari Bandara Ngurah Rai tercatat selalu lebih rendah tiap bulannya pada 2019, dibandingkan setiap bulannya pada tahun-tahun sebelumnya.

Terakhir pada April 2019 jumlah penerbangan  domestik yaitu 3.327. Angka ini lebih rendah dari tahun sebelumnya pada April 2018 yang mencapai 3.700 penerbangan. Begitu juga angka Maret dan Februari 2019 lebih rendah dari Maret dan Feburari 2018.

Waspada, Bali Hanya Jadi Persinggahan

Terkait data-data tersebut, Dewa Susila lagi-lagi mengingatkan Bali tidak boleh terlena dengan nama besarnya. “Pelaku pariwisata dan pemda Bali jangan terlena. Harus introspeksi diri dan jaga pariwisata Bali tetap berjaya,” ujarnya mengingatkan.

Di sisi lain data pariwisata yang ada saat ini dinilai semi fiktif. Banyak wisatawan mancanegara datang ke Bali namun jika ditelisik lebih dalam lagi, Bali hanya sebagai tempat persinggahan.

“Seperti kita ketahui data wisatawan yang ke Gili Trawangan per hari sebanyak 1.200 orang bahkan lebih. Artinya, kalau data di kita masuk ke dalam data kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tapi sebenarnya mereka spend time, spend money dan sebagainya di luar Bali,” ungkapnya.

Maka dari itu, kata pria yang juga Sekretaris Umum Pergatsi (Persatuan Gateball Seluruh Indonesia) Provinsi Bali ini, Bali tidak boleh terlena. Blue print, road map pariwisata dan sinergitas stakeholder terkait sangat diperlukan. Dengan demikian, Bali akan memiliki data yang akurat untuk bisa mengantisipasi dan mengambil langkah-langkah ke depannya.

Untuk menggairkan kembali pariwisata Bali, pemerintah daerah harus melakukan terobosan-terobosan agar pariwisata Bali tidak stagnan. Salah satunya dengan membuka destinasi-destinasi wisata baru. Bali memiliki potensi destinasi wisata yang masih banyak bisa dikembangkan, namun belum tersentuh.

“Saya pribadi melihat, kita terlena dengan kebesaran nama Bali dan dengan destinasi – destinas-destinasi wisata yang sudah ada. Padahal ketika kita bicara masalah kompetitor, negara-negara lain dan daerah-daerah lain yang ada di Indoensia mereka sudah mengadakan terobosan-terobosan untuk lebih menggiatkan atau menarik para wisatawan berkunjung ke daerahnya masing-masing,” ungkapnya.

Selain itu semua stakeholder dan pemerintah juga dapat mengemas event-event pariwisata. “Misalnya mengembangkan event sport tourism yang bisa dimanfaatkan yang dimanfaatkan sebagai daya tarik baru atau diferensiasi pariwisata Bali,” tegas Dewa Susila yang memang dikenal gencar menyuarakan pengembangan sport tourism di Bali.

Ia pun berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi membangkitkan potensi sport tourism yang ia sebut-sebut sebagai “The Sleeping Giant of Tourism of Bali” (Raksasa Tidur Pariwisata Bali).

“Kami harapkan Presiden Jokowi membantu Bali membangun fasilitas olahraga berstandar internasional untuk membangkitkan the sleeping giant sport tourism ini,” pungkas Dewa Susila yang juga sukses mendorong adanya kerja sama luar negeri antara KONI Bali dan Dewan Olahraga Provinsi Jeju, Korea Selatan dalam meningkatkan prestasi altet Bali. (wid)