Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat seni budaya Bali, Kadek Suartaya, S,S.Kar, M.Si menilai keberadaan seni pertunjukan, seni tari, drama, dan karawitan di Pulau Dewata dimotivasi oleh komunitas banjar.

“Sekaa-sekaa gamelan dan tari dilegitimasi oleh organisasi sosial banjar serta seniman diakui harkatnya oleh segenap warga banjar,” kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Senin (27/1).

Kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana itu menambahkan, hasil karya seni atau wujud aktivitas seninya diklaim sebagai milik banjar. Fanatisme terhadap seni babanjaran mengkristal kental.

Kesenian Bali mengandung tendensi untuk menunjang dan mengabdikan kehidupan agama Hindu di Pulau Dewata. Perkembangannya melalui proses panjang mulai dari dasar-dasar kesenian yang pernah ada pada zaman pra-Hindu dan setelah masuknya kebudayaan Hindu ke Bali.

Dengan demikian jenis kesenian itu dikaitkan dengan berbagai kesusasteraan yang menjadi sumber dalam ajaran Hindu. Hubungan timbal-balik antara jenis-jenis kesenian dengan upacara dan aktivitas agama Hindu.

Kadek Suartaya menambahkan, kesenian Bali pada dasarnya adalah seni keagamaan dan bukan kesenian untuk seni semata-semata.

Pertumbuhan pariwisata Bali yang pesat pada tahun 1970-1980 memunculkan seni pertunjukan yang dikemas khusus untuk para wisatawan.

Sendratari Ramayana merupakan salah satu seni pertunjukan turistik yang banyak diminati. Dalam bentuk yang telah dipadatkan sendratari ciptaan tahun 1965 bertema kepahlawanan.

Pementasan tersebut mengisahkan perjalanan Rama memerangi kezaliman Rahwana. Sendratari berdurasi sekitar satu jam dalam ungkapan estetika tari tanpa narasi verbal itu mudah dicerna penonton mancanegara.

Kisah romatisme percintaan Rama dan Sita menggugah wisatawan. Beberapa adegan menarik sendratari itu dikomersialkan, ujar Kadek Suartaya. AN-MB