Kadisdikpora Ketut Widia Astika
 
Mangupura (Metrobali.com)-
Program terobosan yang mengarah kesejahteraan masyarakat tak henti-hentinya dilakukan Pemkab Badung. Di bawah kepemimpinan Bupati Nyoman Giri Prasta, S.Sos. dan Wakil Bupati Drs. Ketut Suiasa, S.H., Badung menjalankan program-program di sektor pendidikan dalam rangka menuntaskan wajib belajar 9 tahun sesuai kewenangan kabupaten/kota. Apa saja yang dilakukan?
—————————————————————————————————————————
 
SAAT jumpa media Humas Badung yang membahas topik program inovatif Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Kadisdikpora Ketut Widia Astika didampingi Kabag Humas Putu Ngurah Thomas Yuniarta memaparkan, Badung memastikan ingin menuntaskan program wajib belajar  (wajar) 9 tahun sesuai dengan kewenangan kabupaten/kota. Hal ini karena sekolah menengah atas (SMA) sudah menjadi kewenangan provinsi.
Untuk itu, menurut Widia Astika, sejumlah program pun dirancang dan dilaksanakan. “Yang pasti seluruh proses belajar-mengajar di kabupaten berbentuk keris ini tak dikenakan biaya alias gratis,” katanya.
Semua biaya ditanggung oleh pemerintah melalui bantuan operasional sekolah (BOS). Selain itu, pemerintah daerah melalui APBD pun mengalokasikan dana tidak kurang dari 20 persen untuk sektor pendidikan. “Karenanya, siswa di Badung tak dikenakan pungutan apa pun,” katanya.
Selain gratis, ujar Widia Astika, sejumlah fasilitas bagi siswa pun diberikan. Di antaranya baju seragam hingga tas untuk kelas I SD dan kelas VII, serta laptop bagi siswa kelas V dan VI sekolah dasar (SD).
Cukupkah sampai di sana? Ternyata belum. Walau semua gratis plus memperoleh sejumlah fasilitas, siswa pun masih berpeluang memperoleh beasiswa rumah tangga miskin (RTM) yang dianggarkan pemerintah daerah. Nilainya mencapai Rp 1 juta per siswa.
Apakah beasiswa ini tidak menjadi program berlebihan atau meninabobokan  siswa dan orangtua mengingat pendidikan sudah gratis dalam arti orangtua tak perlu mengeluarkan biaya untuk pendidikan? Widia Astika pun menampiknya. Menurutnya, walau semuanya sudah gratis, beasiswa masih tetap diperlukan.
Menurut pejabat yang berasal dari Kuta tersebut, biaya pendidikan ada tiga jenis yakni biaya operasional, biaya investasi, dan biaya personal. Yang sudah ditanggung pemerintah, tegasnya, biaya operasional melalui BOS dan biaya investasi lewat pembangunan gedung-gedung sekolah serta fasilitas penunjangnya. “Dana BOS merupakan standar minimal dalam menunjang operasional sekolah,” tegasnya.
Namun untuk biaya personal yang juga menentukan sukses tidaknya Wajar 9 Tahun ini, belum ditanggung oleh pemerintah. Widia Astika menunjuk biaya transportasi dari rumah ke sekolah, atau biaya pembelian sepeda bagi siswa ke sekolah, selanjutnya bekal atau uang saku siswa, serta biaya-biaya lain yang berkaitan dengan pendidikan yang dibutuhkan siswa.
Biaya personal ini, tegasnya, sangat berpengaruh terhadap sukses tidaknya program wajar 9 tahun ini. Jika ini tidak bisa dipenuhi oleh orangtua siswa, katanya, bisa saja siswa tak mau bersekolah. Jika ini terjadi, dipastikan program ini tak akan paripurna karena masih ada angka putus sekolah.
Beasiswa yang nilainya Rp 1 juta setahun inilah dialokasikan untuk biaya personal siswa. Dengan begitu, dipastikan semua kendala di bidang pembiayaan akan tertanggulangi dan angka putus sekolah diharapkan nol persen.
 
Program Inovatif
Pada kesempatan itu, Widia Astika yang didampingi sejumlah kabid dan sekretarisnya memaparkan sejumlah program inovatif Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga tahun 2016 hingga 2021.
Pertama, meningkatnya akses (ketersediaan danketerjangkauan) memperoleh layanan pendidikan. Kedua, mewujudkan pendidikan bermutu, relevan, berkarakter dan berdaya saing. Ketiga, mewujudkan manusia berkualitas, berkarakter, wirausaha dan berdaya saing. Keempat, meningkatkan ketersediaan tenaga terampil, profesional dan berdaya saing di bidangnya.
Inovasi dalam meningkatkan akses (ketersediaan dan keterjangkauan) memperoleh layanan pendidikan, katanya, dilakukan dengan beberapa program. Salah satunya, penyelenggaran sekolah inklusif.
Untuk memperluas akses pendidikan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus, tegasnya, dirancang satu sekolah penyelenggara inklusif  di masing-masing kecamatan baik tingkat SD maupun SMP. Selanjutnya, pemberian pakaian seragam untuk siswa baru kelas I SD dan kelas VII SMP, dan pemberian beasiswa rumah tangga miskin (RTM). Ini untuk membantu pembiayaan sekolah bagi siswa yang berasal dari RTM agar dapat menyelesaikan pendidikan.
Selanjutnya, inovasi dalam mewujudkan pendidikan bermutu, relevan, berkarakter dan berdaya saing, katanya, dilakukan dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi  menuju e-learning system. Secara real, program ini dilakukan dengan menyediakan laptop lengkap dengan aplikasi pembelajaran bagi kelas 5 dan 6 SD dan kelas 7 SMP. Penyediaan  lab komputer bagi SMP untuk pembelajaran IT dan UNBK diSMP negeri.
Program lainnya berupa peningkatan minat baca siswa melalui Program Gerakan Badung Membaca. Program untuk memotivasi siswa untuk membaca dengan memberikan reward serta melaksanakan kegiatan lomba yang berhubungan dengan membacaProgram ini telah dilaksanakan mulai tahun 2016.
Pada TA 2017 dilakukan dengan penempatan/pengisian tenaga pendidik dan tenagakependidikan honorer sesuai dengan kebutuhan yang dibiayai dari APBD, serta membantu pembiayaan jasa tenaga guru dan pegawai honorerdi SD dan SMP negeri melalui APBD dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan di Kabupaten Badung.
Editor  : Nyoman Sutiawan