Betngadang

Denpasar (Metrobali.com)-

Hari ini, Jumat (10/10) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka kegiatan tahunan Bali Democracy Forum (BDF) VII di Nusa Dua, Bali. Setiap tahun, BDF menjadi ajang bagi para pemimpin negara-negara di Asia Pasifik untuk berbagi pengalaman tentang demokrasi.

Tahun ini, BDF justru menjadi ironi di tengah banyaknya ancaman terhadap demokrasi di Indonesia, termasuk di Bali. Di tingkat nasional, disepakatinya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah oleh DPR merupakan langkah mundur bagi demokrasi yang baru berumur 17 tahun pasca Orde Baru. UU Pilkada seperti memutar jarum jam ke arah Indonesia di zaman Orde Baru.

Ironi lebih besar justru terjadi di Bali. Menjelang pelaksanaan BDF, kami warga Bali sebagai tuang rumah justru menjadi korban perlakukan aparat Negara yang tidak demokratis. Hal ini terkait dengan sikap warga Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali.

Sejak Rabu (8/10) lalu, puluhan baliho warga yang menolak reklamasi Teluk Benoa justru dirusak, dibalik, atau bahkan dibongkar paksa tanpa alasan yang jelas. Padahal baliho-baliho tersebut dibuat secara sukarela oleh warga sebagai bagian dari kebebasan berekspresi warga negara. Ironisnya, sebagian perusakan baliho tersebut malah dilakukan oleh aparat Negara yaitu polisi yang berpakaian lengkap sebagaimana dilaporkan beberapa warga dan media lokal di Bali.

Hang Tuah 01

Berdasarkan pemantauan kami, kerusakan tersebut terjadi secara sistematis di jalur-jalur yang biasa dilewati SBY dari Bandara Ngurah Rai ke Nusa Dua atau dari Bandara Ngurah Rai ke Istana Tampaksiring. Baliho-baliho yang dirusak tersebut terutama di Jl By Pass Ngurah Rai. Kepada media massa di Bali, Kapolresta Denpasar Kombes Pol Djoko Hariutomo mengatakan bahwa pembersihan baliho tersebut dilakukan agar jalan tidak semrawut ketika SBY melewati jalan tersebut.

mcD depan

Namun, melihat bukti-bukti di lapangan, perusakan terhadap baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa bukanlah penertiban melainkan pemberangusan terhadap kebebasan berekspresi oleh warga. Padahal kebebasan berekspresi adalah hak dasar warga yang harus dihormati sebagaimana diatur dalam, UUD 1945 Pasal 28, UU Hak Asasi Manusia dan Pasal 19 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi negara Indonesia melalui UU no 12 tahun 2005.

Dalam catatan kami, perusakan terhadap baliho tolak reklamasi Teluk Benoa kali ini merupakan yang ketiga kali. Perusakan sebelumnya terjadi pada Juni dan Agustus 2014. Semua terjadi pada saat SBY datang ke Bali.

Secara sadar Aparat negara melakukan pemberangusan atas hak kebebasan berekpresi warga negara terutama dalam menyampaikan protes atas kebijakan pemerintah yang melegalisasi reklamasi di Teluk Benoa.

Bila argumentasi Kapolresta Denpasar dijadikan rujukan, tetap saja tidak tepat karena banyak sekali baliho-baliho dan/atau alat peraga lainnya yang masih terpajang aman di sepanjang wilayah-wilayah yang “ditertibkan” tersebut. Artinya secara nyata pihak POLRI memang menyasar baliho – baliho ataupun alat peraga lainnya yag dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah entah dengan alasan membuat nyaman dan lain sebagainya. Dengan demikian senyatanya Pihak aparatur Negara melanggar hak asasi manusia serta melanggar hak kosntitusional warga negara. Aparatur menggunakan kekuasaannya diluar batas yang diperbolehka dalam prinsip-prinsip pembatasan HAM.

Mengacu terhadap perusakan baliho-baliho tersebut, maka dengan ini kami yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) menyatakan:

 

  1. Mengecam aksi perusakan terhadap baliho-baliho tolak reklamasi yang terjadi secara sistematis di Bali, terutama oleh aparat Negara yaitu POLRI,
  2. Menuntut pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Denpasar untuk menghormati hak warga dalam berekspresi serta mengembalikan baliho-baliho tersebut sebagaimana semula,
  3. Menuntut pihak kepolisian agar mengusut dan menghukum tegas para pelaku pengrusakan baliho tolak reklamasi,
  4. Menuntut pihak kepolisian agar menggantirugi kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan atas “penertiban” baliho yang dilakukan,
  5. Menuntut agar SBY sebagai Kepala Negara memberikan perhatian terhadap maraknya perusakan baliho-baliho tolak reklamasi di Bali serta menjamin hak warga untuk berekspresi sebagai bagian dari hak dasar yang dijamin dalam demokrasi.

 

Demikian pernyataan kami untuk didengar, diperhatikan, dan ditindaklanjuti pihak kepolisian maupun SBY.

 

Denpasar, 10 Oktober 2014

 

 

 

 

 

I Wayan Gendo Suardana

(Koordinator ForBALI)