MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Satgas COVID-19 sebut 43 kabupaten/kota masih nol kasus corona

Jakarta (Metrobali.com) –
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyatakan 43 kabupaten/kota di Indonesia masih nol kasus COVID-19 atau sama sekali belum mencatatkan kasus akibat pandemi tersebut.

“Jadi ternyata ketika kita telaah lebih dalam lagi, masih ada 8,4 persen atau sekitar 43 kabupaten/kota di Indonesia ini tidak tercatat kasus COVID-19. Masih nol,” kata Anggota Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Senin.

Ia mengatakan data yang dikumpulkan oleh Satgas COVID-19 juga menunjukkan bahwa ada 66,3 persen atau 341 kabupaten/kota di Indonesia yang mencatatkan kasus kurang dari 100.

“Ini berarti kebanyakan, lebih dari 50 persen dari sebagian wilayah kabupaten/kota di Indonesia,” katanya.

Kemudian, 21 persen atau sekitar 112 kabupaten/kota lainnya mencatatkan angka kasus antara 101 -1.000. Sedangkan, 3,5 persen dari total kabupaten/kota di Indonesia, atau sebanyak 18 kabupaten/kota, mencatatkan jumlah kasus di atas 1.000.

“Ini yang harus lebih kita konsentrasikan. Jadi hanya 3,5 persen atau 18 kabupaten/kota saja yang kasusnya itu banyak sekali. Jadi kita melihat ada kisaran yang begitu luas di Indonesia, satu tempat dengan tempat yang lain, dan enggak bisa kita samakan,” kata Dewi.

Sementara itu, terkait jumlah angka kematian per 100 ribu penduduk, Dewi mencatat ada 238 kabupaten/kota di Indonesia, atau sekitar 46 persen, tidak mencatatkan angka kematian akibat COVID-19.

“Jadi hampir setengahnya, 46 persen,” katanya.

Sedangkan, 78 kabupaten/kota lainnya hanya mencatat 1 kematian akibat COVID-19. Kemudian, 26,65 persen dari total kabupaten/kota di Indonesia mencatat angka kematian sekitar 2-10 orang akibat wabah berbahaya tersebut.

“Dan yang terakhir ini ada 11,88 persen, tapi inipun rangenya jauh sekali, jadi ada yang di atas 10, kurang dari 100, sampai dengan yang tettinggi. Di Kota Surabaya dengan 803 kematian. Jadi lagi-lagi kita harus melihat Indonesia yang lebih luas, bahwa ternyata ada perbedaan. Dan karena ada perbedaan tiap wilayah inilah kita membuat ada namanya zonasi risiko daerah. Karena risikonya macam-macam,” kata Dewi Nur Aisyah. (Antara)