Humphrey Djemat

Humphrey Djemat/MB

Jakarta (Metrobali.com)-

Humphrey Djemat sebagai Kuasa Hukum Pemohon Uji Materiil UU Parpol No. 2/2011 menyatakan pada hari ini, tanggal 1 Juni 2016, jam 11 telah didengarkan keterangan pihak DPR yang diwakili Arsul Sani. Dalam persidangan yang sama, Pemohon mengajukan Ahli, Prof. Laica Marzuki serta tiga orang Saksi, yaitu Agus Purnomo, Nu’man Abdul Hakim dan Tatang Farhanul Hakim.

Arsul Sani yang mewakili DPR memberikan keterangan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan Menkumham sehubungan dengan masalah dualisme di PPP. Ia beragumentasi Menkumham bukan pihak dalam Putusan MA No. 601 yang telah memenangkan PPP Djan Faridz.

Humphrey menjelaskan, sebagai Ahli, Prof. Laica Marzuki menerangkan bahwa Pasal 23. ayat (2), (3) UU Nomor 2 Tahun 2011 dengan Pasal 33 UU Nomor 2 Tahun 2011 mengandung cacad tidak konstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai bahwasanya kedua pasal dimaksud harus dipertaut secara bersama-sama, yang mengikat semua pihak, termasuk pejabat pemerintahan guna menaati putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap. Artinya Mahkamah Konstitusi perlu memberikan penafsiran mengenai penambahan satu pasal yang mengaitkan kedua pasal tersebut sehingga Menkumham wajib mematuhi putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan kedua saksi lainnya yang merupakan anggota DPR Komisi 2 yang membuat UU Parpol tersebut, yaitu Agus Purnomo dari PKS dan Nu’man Abdul Hakim dari PPP menyatakan bahwa tujuan dibuatnya Pasal 33 UU Parpol pada saat itu adalah agar Menteri (Menkumham) menindaklanjuti dan melaksanakan putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

Keterangan kedua saksi pembuat UU Parpol tersebut juga mematahkan dalih yang dikemukakan oleh DPR melalui Arsul Sani, yang menyatakan Menkumham tidak melakukan pelanggaran karena bukan pihak dalam Putusan MA No. 601. Berdasarkan keterangan dari Nu’man Abdul Hakim, justru Pemerintah-lah yang saat pembahasan RUU sangat agresif menekankan untuk tidak melibatkan kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak dalam perselisihan partai politik. Sedangkan Saksi Agus Purnomo menambahkan bahwa keputusan pengesahan dari Menkumham bersifat administratif belaka, seraya mengutip pernyataan Dirjen AHU Kementerian Hukum dan Ham saat pembuatan UU Parpol yang menyatakan “jangan libatkan kami dalam konflik parpol, pokoknya selesaikan kami keluarkan administratifnya”. Saksi Agus Purnomo memberikan salah satu contohnya ialah konflik Muhaimin dengan Gus Dur.

Adapun saudara Tatang Farhanul Hakim, Ketua DPW PPP Provinsi Jawa Barat menyatakan adanya kerugian akibat ketidakpastian hukum dalam penyelesaian perselisihan partai sehingga menyebabkan tidak disahkannya PPP Djan Faridz oleh Menkumham. Adapun salah satu kerugian tersebut ialah terhambatnya konsolidasi partai dan tidak didapatkannya bantuan dana partai politik yang seharusnya dapat dimanfaatkan.

Berdasarkan pertanyaan Majelis Hakim MK Prof. Laica Marzuki juga menjelaskan bahwa perselisihan parpol bukan sengketa yang bersifat individual keperdataan biasa, namun merupakan sengketa yang bersifat kelembagaan dan bersegi publik, karena lembaga parpol juga menyangkut kepentingan publik. Hal ini dapat dilihat dari disebutnya parpol berkali-kali dalam UUD 1945, salah satunya terkait dengan pengajuan calon presiden.

Humphrey mengatakan sidang selanjutnya akan digelar kembali pada tanggal 14 Juni 2016 dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dan saksi dari Pemohon. RED-MB