tabula rasa

Jakarta (Metrobali.com)-

Hans (Jimmy Kobogau) tergeletak. Bercak darah di keningnya mulai mengering yang sempat mengalir ke aspal jembatan penopang tubuhnya.

Entah apa yang membuatnya terpental, masih untung ia urung menjatuhkan tubuh lunglai itu ke kencangnya laju kereta di bawah yang siap mengempaskan nyawanya begitu saja.

Jemari putih nan-gempal sibuk menggoyangkan tubuh Hans yang hitam legam, telunjuknya pun mengarah ke bawah hidung, memastikan apakah udara masih mengaliri paru-parunya atau tidak.

“Plak”, jari-jari itu spontan mendarat di pipi Hans, Mak (Dewi Irawan) kaget bukan main ketika Hans tiba-tiba membelalakan mata.

Mak pun memanggil tukang “sanduak” atau pelayan di “lapau”-nya (rumah makan Padang yang sederhana), Natsir (Ozzol Ramdan), untuk menolong Hans dan membawanya ke rumah.

Sempat menolak, Natsir akhirnya menuruti Mak. Penolakan juga bukan hanya dari Nastir, Hans juga sempat mengelak karena dia berpikir mereka menganggapnya pengemis.

Hanya kaos merah kusut penuh sobekan yang menempel di tubuh Hans dengan celana pendek hitam dan kaki telanjang.

Parwanto (Yayu Unru), juru masak yang sedang membersihkan lapau itu pun sempat tidak suka dengan kedatangan Hans.

Satu porsi gulai kepala kakap dengan nasi putih hangat tersaji di depannya, Hans yang perutnya belum terisi beberapa hari itu langsung menyantapnya dengan lahap.

Sejak saat itu, ia merasakan lagi masakan yang kaya rasa dan cinta setelah ia mengais-ngais di jalanan karena didepak dari klub sepak bola yang tidak bertanggung jawab atas cedera kakinya.

Hans meninggalkan kampung halamannya di Serui, Papua, setelah diminta masuk ke klub di Jakarta untuk menjadi pemain sepak bola profesional.

Namun, harapan hidup yang sempat pupus, kembali tumbuh setelah ia bertemu Mak dan dipekerjakan di lapau “Takana Juo”.

Awalnya, Hans hanya membantu Mak mengangkut belanjaan dari pasar, namun karena memiliki kemampuan memasak, ia pun turut membantu Mak di dapur.

Parmanto yang merasa pekerjaannya direbut Hans, lantas pergi meninggalkan lapau itu yang memang sebelumnya terbentur masalah minimnya upah lantaran semakin sepi pembeli.

Keadaan itu diperburuk dengan adanya saingan rumah makan Padang yang lebih besar di dekat lapau mereka.

Apa yang bisa diperbuat Hans untuk membantu menyelamatkan lapau Mak yang berjasa menyambung hidupnya itu? Atau lantas ia pergi dan kembali ke Serui?.

Dipertemukan Lewat Rasa Tabula Rasa merupakan film Indonesia yang pertama kali memotret tentang kuliner sebagai “menu utamanya”.

Film besutan Adriyanto Dewo itu berupaya untuk menyampaikan pesan bahwa dari sesuatu yang sederhana dan sehari-hari, yakni makanan, bisa mempersatukan kembali itikad baik sesuai dengan makna Tabula Rasa, “kesempatan untuk memulai yang baru datang tanpa prasangka”.

Seperti dalam potongan adegan film bahwa makanan menyatukan mereka, meskipun dari latar belakang yang sangat berbeda.

Adriyanto menilai kuliner merupakan isu yang pantas diangkat karena kuliner merupakan salah satu simbol dari suatu negara.

Hampir semua di negara-negara maju telah memfilmkan kuliner khasnya, seperti Prancis, Italia dan sebagainya.

Kuliner Padang pun dipilih untuk diangkat dalam film yang berdurasi 105 menit itu karena masakan Padang dinilai dekat dengan masyarakat Indonesia.

Produser Sheila Timothy menuturkan alasan tersebut karena masakan Padang mewakili kuliner Indonesia Barat yang kaya akan racikan bumbu serta kerumitan proses pembuatannya.

Selain itu masakan Padang, yakni rendang, juga didaulat sebagai masakan terlezat di dunia oleh salah satu media asing.

Sesuai saran Pakar Kuliner William Wongso, Sheila berupaya menggabungkan keragaman kuliner Indonesia Barat yang dikenal dengan kerumitannya dengan kuliner Indonesia Timur yang sederhana dalam proses pembuatannya.

Dipilih kuliner Papua, yakni ikan kuah kuning, karena selain mewakili makananan khas dari Timur, juga untuk mengangkat kekayaan yang masih tersembunyi dari Pulau Mutiara Hitam itu.

Rendang memang tidak banyak ditonjolkan, tetapi gulai kepala kakap menjadi “bintang” dalam film produksi LifeLike Pictures itu, selain menampilkan menu yang belum begitu akrab juga untuk menyambungkan “benang merah” dari kuningnya kedua warna kuliner Barat-Timur itu.

Alasan itu, juga disepakati Asisten Produser Vino G Bastian yang memulai debutnya di balik layar itu bahwa masakan Padang sangat kaya warna yang sangat mendukung visual film yang dilatari musik “Dialog Dini Hari” itu.

Untuk mendukung visual tersebut, pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan kamera “ARRI Alexa XT Plus” yang juga dipakai dalam produksi film “Guardians of the Galaxy”, “Skyfall” dan “Life of Pi”.

Tak ayal penonton dibuat mengecap lidah disuguhi visual masakan Padang yang menggiurkan seolah bisa membaui aromanya.

Meskipun latar adegan sebagian besar suasana kota, tetapi penonton diizinkan untuk mengintip keindahan alam Serui yang menakjubkan sesuai dengan keinginan Penulis Skenario Tumpal Tampubolon.

Tabulan Rasa juga menyinggung isu aktual tentang kampanye membeli produk dalam negeri, mempertahankan kearifan lokal, nasib atlet yang terbuang dan potret ibu kota yang kejam.

Namun, tema kuliner sendiri memberikan dua kemungkinan, yakni sebagai “teaser”, penarik perhatian penonton dengan “sajian” baru atau kah memberikan keraguan akan tema yang pernah belum ada sebelumnya.

Pemilihan pemeran pun sangat berani dengan mengambil aktor dan aktris yang belum akrab oleh sebagian masyarakat Indonesia, namun dilandasi makna “Tabula Rasa” itu tadi yang membawa optimisme bahwa film itu akan menjadi besar.

Akhir yang bisa dibilang menggantung juga menjadi tantangan tersendiri bagi penikmat film Indonesia pada umumnya lebih menyukai “happy ending”.

Namun, Tabula Rasa berupaya menyampaikan pesan bahwa dalam mengajarkan kehidupan, berilah kail bukan ikan, artinya ajarkanlah caranya mencari makan, bukan memberi makan.

Selain itu, dalam menolong niatkanlah hati yang tulus untuk betul-betul menolong, seperti Mak yang menolong Hans karena kepalanya luka tidak memandang dia siapa dan dari mana asalnya.

Tabula rasa serentak tayang di bioskop mulai 25 September 2014. AN-MB