Rusuh di Lampung, Aparat Keamanan Wajib Jamin Keselamatan Warga Bali
Denpasar (Metrobali.com)-
Bentrok antarwarga terjadi di Kabupaten Tulangbawang Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Hingga kini dilaporkan 5 warga Tewas dalam bentrokan ini, yang diduga merupakan warga transmigran asal Bali.
Untuk mencegah bentrok susulan Kepolisian Resor Tulangbawang Lampung, menerjunkan 500 personel untuk mengamankan bentrok antarwarga yang terjadi di Gunungterang kawasan Register 44, Kabupaten Tulangbawang Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.
Terkait hal ini, tokoh masyarakat Bali, Made Muliawan Arya atau yang akrab dipanggil De Gadjah mengaku prihatin dengan kejadian ini.
“Saya baru mendapat informasi, dan saya merasa sangat prihatin, apalagi dari informasi yang saya terima, ada saudara kita warga Bali yang menjadi korban dalam peristiwa itu,”ujarnya, di Denpasar, Sabtu (12/3/2016).
De Gadjah berharap persoalan ini segera diselesaikan dalam koridor hukum dan tidak melebar ke kasus SARA (suku, agama, ras, antar golongan). Ia mempercayakan penyelesaian kasus ini kepada aparat keamanan setempat.
“Kita hidup di negara hukum, di negara Pancasila, di Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Kalau ini masalah hukum pidana, biarlah hukum ditegakkan, agar diselesaikan dengan cara hukum secara tuntas. Semua orang sama di mata hukum, apapun suku atau agamanya,”ujar pria yang juga Wakil Ketua DPRD Denpasar dan Ketua Harian Ormas Pemuda Bali Bersatu (PBB) ini.
Selain penegakan hukum, De Gadjah juga meminta agar aparat keamanan di Lampung, bisa memberi rasa aman dan jaminan keselamatan kepada ribuan warga Bali yang hidup di sana. Sebagai warga negara yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, jelas Gadjah, semua Warga Indonesia harus mendapat hak dan kewajiban yang sama.
“Harus ada jaminan rasa aman kepada saudara-saudara warga Bali yang ada di Lampung. Jangan ada istilah warga asli sana (Lampung), dan istilah warga pendatang dari Bali, semua sama di NKRI ini. Hal yang sama juga saya rasa berlaku di seluruh wilayah NKRI,”tegasnya.
Kronologi Bentrokan
Bentrok antarkelompok warga di Lampung ini diduga dipicu perebutan lahan garapan, dan kesalahpahaman jatah uang keamanan menanam singkong di hutan tanaman industri berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan.
Entah siapa yang memulai keributan yang dipicu perebutan lahan garapan di Register 44 Gunungterang, Tulangbawang Barat. Saat itu, sekelompok warga tiba-tiba menyerang kampung warga di Dusun Trans Sakti, Gunungterang, Jumat 11 Maret 2016 sekitar pukul 10.30 WIB.
Camat Gunungterang, Sudiana mengatakan, pemicu penyerangan tersebut diduga terkait perebutan lahan garapan di Register 44 yang saat ini diduduki warga pendatang dari luar Tulangbawang Barat.
“Untuk pelakunya belum diketahui. Diduga 5 orang tewas dan 1 orang terluka yang belum diketahui identitasnya,” lanjut Sudiana, Sabtu (12/3/2016).
Dia mengatakan, selain menembaki para korban, para pelaku juga membakar rumah dan sepeda motor milik warga setempat.
“Ada 6 sepeda motor yang ditemukan dengan kondisi terbakar di jalan, termasuk 4 rumah juga hangus terbakar,” tutur Sudiana.
Hingga Jumat malam kondisi perkampungan di register tersebut masih mencekam. Sejumlah anggota kepolisian masih berjaga-jaga dilokasi kejadian untuk menghalangi adanya serangan balasan.
Kapolda Lampung dan Komandan Korem 043/Garuda Hitam Lampung juga telah berada di lokasi kejadian, untuk meredam dan menangani bentrokan antarwarga itu. Namun belum diperoleh data lebih rinci dan pasti tentang jumlah korban dan penyebab bentrokan itu. PS-MB
2 Komentar
Statment pak de gajah menggelikan, kami orang bali di luar bali selalu dianggap pendatang.. Khusus dilampung pemicu bentrok premanisme slalu dan slalu terulang, lahan itu tidur kemudian kami garap kebutalan harga komuditas yg kami tanam melonjak dg begitu ekonomi kami terangkat timbulah kecemburuan sosial. Beruntung sodara2 d bali bs menikmati kedamaian bali, d lampung sbaliknya. Koar2 d media g ada arti pak!!. Balik lg k topx “kami bertani bukan grtis disamping beli lahan garapan (yg katanya tanah ulayat) juga ada biaya tambahan(uang keamanan 2 sd 5jt/th) belum lg ketika panen tiap prapatan ditarif ratusan ribu sekali jalan, g ada yg gratis!! Setiap ada bukaan baru kami slalu membentuk banjar #setiapada bukaanlahanbaru. Bapak bapak yg dbali bisa bayangkan berpa kali dr th 1963 kami pindah lahan garapan,begitu getolnya kami bertani.. ” Akh sudahlahlah pak g ada habisnya dbahas,klo memang bapak2 peduli carikan kami lahan garapan 99% kami bertani.
harusnya d bali juga sama.. seperti kata si gadjah itu… gak ada istilah warga asli dan istilah pendatang d bali… kenyataannya??? apakah d bali jg memakai istilah itu..??