Bamako (Metrobali.com) –

Sejumah roket ditembakkan di kota terbesar Mali utara, Gao, Kamis, empat hari sebelum pemilihan umum legislatif digelar di negara Afrika barat tersebut, kata beberapa sumber keamanan.

Tembakan pertama terdengar sekitar pukul 05.00, kata satu sumber keamanan di Gao, dengan menambahkan bahwa tembakan itu “kuat, menimbulkan suara bising namun tidak mengakibatkan kerusakan”.

Satu sumber militer di kota itu mengatakan, ada tiga roket yang ditembakkan dan semuanya jatuh di luar daerah perkotaan ke sungai Niger.

Nelayan Boureima Maiga mengatakan, ia sedang berada di kapalnya ketika mendengar “suara keras dan melihat sesuatu jatuh ke sungai tersebut”.

Penduduk juga melaporkan melihat pesawat militer Prancis di atas kota itu.

Penembakan roket itu dilakukan menjelang pemilihan umum legislatif pada Minggu, tiga bulan setelah pemilihan presiden, yang diharapkan bisa memulihkan stabilitas Mali setelah kudeta Maret 2012 menjebloskan negara itu ke dalam krisis.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu hingga mereka diusir oleh pasukan intervensi Prancis Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan sekitar 12.600 prajurit untuk membantu menstabilkan dan mengamankan Mali. (Ant/AFP)