Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat politik Dr Anak Agung Oka Wisnumurti mengusulkan, jika Undang-Undang Pemilu Presiden jadi direvisi hendaknya memberikan ruang bagi calon yang memiliki kredibelitas dan integritas yang kuat, meskipun berasal dari parpol kecil.

“Bisa dilihat dari pengalaman dalam pemilihan kepala daerah di berbagai tempat bahwa partai dominan yang mengusung pasangan calon belum tentu dapat memenangkan pilkada,” katanya di Denpasar, Kamis (15/8).

Menurut dia, hal ini menunjukkan ada kecerdasan rakyat untuk melakukan pilihan terhadap figur apakah itu calon bupati/wali kota dan gubernur, dan bukan tidak mungkin pada pemilu presiden.

“Oleh karena itu, dalam pembahasan revisi UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres nantinya harus memberikan ruang bagi calon presiden yang memiliki kredibelitas dan integritas yang kuat serta dapat dipercaya rakyat,” ucap mantan Ketua KPU Bali itu.

Ia menyayangkan pembatasan perolehan suara parpol karena dianggap menjadi hambatan bagi para calon yang diusung oleh parpol.

“Ketika ada pembatasan dengan elektabilitas tertentu pada level partai, tentu akan berdampak pada sedikitnya pilihan yang muncul dari parpol bersangkutan untuk mengusulkan capres,” ujarnya.

Secara otomatis dengan elektabilitas tertentu yang ditarget tinggi sudah dapat dipastikan bahwa hanya parpol besar yang dapat mengusung calon, sedangkan parpol yang lain akan kesulitan, di samping juga di tingkat awal akan selalu memunculkan koalisi.

“Kenapa misalnya tidak mengakomodasi elektabilitas di tingkat kepala daerah dan jangan secara nasional dengan melihat perolehan suara parpol? Setidaknya pertimbangan substansi demokrasi yang inilah harus menjadi tema perdebatan ketika kita bicara perlu tidaknya UU Pilpres itu direvisi,” katanya.

Ia mengemukakan, para calon tidak perlu maju lewat jalur independen. Tetap saja kendaraannya lewat parpol akan tetapi syarat parpol yang bisa mengajukan calon jangan terlalu tinggi. Kalau terlalu tinggi akan memotong parpol tertentu yang mungkin saja dari perolehan suaranya tidak mencukupi sehingga hak mereka mengajukan calon terhambat.

“Sementara di sisi yang lain akan muncul koalisi awal dari parpol karena yang boleh mengajukan adalah parpol atau gabungan parpol. Ini juga menjadi alat posisi tawar yang nantinya terjebak kepada politik dagang sapi dalam memunculkan figur.

Wisnumurti menambahkan, kalau ingin mendapatkan alternatif calon lebih banyak dan parpol lebih serius menggarap, maka persentase pembatasan itu agar diperkecil sehingga memungkinkan calon bisa mengusung figur terbaiknya. AN-MB