Foto: Wisatawan saat mengunjungi Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. (ist)

Klungkung (Metrobali.com)-

Pungutan atau retribusi bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke kawasan Kecamatan Nusa Penida atau Tiga Nusa (Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan) sudah berjalan hampir lima bulan sejak diberlakukan mulai 1 Juli 2019.

Namun dalam praktiknya masih banyak permasalahan dan kendala yang juga mendapatkan kritik tokoh masyarakat Nusa Penida maupun juga sempat menuai keluhan wisatawan.

Tokoh masyarakat Nusa Penida Putu Arimbawa yang akrab disapa Putu Bagong bahkan menyebut tatacara pemungutan retribusi yang dilakukan Pemkab Klungkung ini layaknya preman.

“Sekarang Pemda Klungkung memungut retribusi ini seperti preman. Wisatawan yang baru datang sudah ditodong dengan retribusi. Padahal fasilitas dan infrastruktur penunjang pariwisata tidak ada dibangun,” kata Putu Bagong, Jumat (15/11/2019).

Mekanisme pemungutan yang langsung dikenakan kepada wisatawan di destinasi wisata ini dikeluhkan. Hal inilah juga yang dianggap layaknya preman.

“Kenapa tidak bisa dibuat sistem online. Misalnya ada kerjasama Dispenda dan perusahaan atau operator kapal yang datangkan wisatawan ke Nusa Penida. Jadi wisatawan lebih nyaman, lebih praktis tidak merasa ditodong di destinasi,” ujar Putu Bagong.

Yang lebih disayangkan lagi pengenaan retribusi turis asing ini kini belum diimbangi dengan penyediaan infrastruktur serta fasilitas penunjang pariwisata maupun penataan destinasi wisata yang akan menambah kenyamanan wisatawan.

Seperti diketahui akses jalan di Nusa Penida saat ini masih sangat minim. Banyak jalan rusak menuju objek wisata belum lagi ruas jalan yang sempit hingga kerap juga terjadi kemacetan.

“Tidak cukup retribusi saja tapi infrastruktur dan destinasi wisata di Nusa Penida harus ditata. Harus disiapkan fasilitas umum seperti parkir, tempat istirahat, toilet yang bagus di destinasi,” kata Putu Bagong yang juga aktif di Facebook dengan akun Mr. Syair Bali ini.

Pria asal Banjar Kutapang, Desa Batu Nunggul, Nusa Penida ini juga mengkritisi pelaksanaan retribusi wisatawan ini yang dianggapnya seperti hangat-hangat tahi ayam. “Dulu gencar memungut pagi, siang, hingga sore. Sekarang jam 3 sore sudah tutup loket pungutan retribusinya,” kritiknya.

Pemda Klungkung juga diharapkan menjalin kerjasama dan koordinasi yang baik dengan pihak desa adat dalam pelaksanaan retribusi wisatawan ini. Sebab desa adat seperti tidak dapat kontribusi langsung dimana seharusnya diberdayakan.

“Libatkan desa adat seperti dengan turunkan pecalang dalam pengamanan, latih mereka jadi lifeguard. Masak wisatawan dipungut saja tapi tidak dijaga keamanan mereka,” ujar Putu Bagong.

Ia berharap dana pungutan retribusi wisatawan di Nusa Penida dapat juga digunakan atau dikembalikan untuk membangun kapasitas SDM pengelola destinasi wisata di Nusa Penida.

Mesti ada sharing atau pembagian dari hasil retribusi wisatawan ini ke Nusa Penida agar imbas positifnya juga dirasakan masyarakat setempat. “Misalnya diporsikan ada masuk ke Pemda dan juga ada ke desa adat setempat,” pungkas Putu Bagong.

Ia juga meminta Bupati Klungkung untuk bisa berpikir dan bertindak lebih brilian dalam membangun Klungkung khususnya juga Nusa Penida. “Bupati harus punya pemikiran brilian.
Selama ini seperti tidak punya pikiran brilian,” katanya.

Misalnya wacana harus menyertifikatkan tanah negara dan sempadan pantai baru bisa melakukan penataan pantai Nusa Penida. Itu tidak benar. “Kalau menata ya tata saja, tidak harus disertifikatkan,” tegas Putu Bagong.

Kalau Bupati berpikir brilian, imbuhnya, harusnya yang dipikirkan dan disentuh dengan kebijakan serta aksi nyata adalah pura-pura di Nusa Penida yang tidak mempunyai laba pura.

“Tiap pura harusnya punya laba pura. Alangkah eloknya tanah negara diberikan untuk laba Pura. Ini penting sebab laba pura akan memperkuat marwah pura dan desa adat,” katanya.

“Fasilitas umum untuk pura seperti parkir pura juga harus dipikirkan. Kalau ada pura dekat sempadan pantai, berikan pura yang kelola. Itu baru brilian namanya,” pungkasnya.

Sementara mengenai tudingan mengenai pemungutan retribusi wisatawan di Nusa Penida yang dilakukan Pemda Klungkung ini layaknya preman, Kepala Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Klungkung Ketut Suadnyana mengakui memang masih ada berbagai permasalahan namun terus dilakukan upaya pembenahan.

“Retribusi ini kan baru mulai tahun ini. Sudah tentu di lapangan ada proses yang perlu diperbaiki sambil jalan. Kita terima masukan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan itu tapi bukan berhenti retribusi ini harus berhenti,” ujar Suadnyana saat dikonfirmasi via telepon, Jumat malam (15/11/2019).

Seperti diketahui, pengenaan retribusi bagi wisatawan asing yang masuk ke Nusa Penida sudah ada payung hukumnya. Yakni sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Klungkung Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.

Berdasarkan Perda tersebut, besaran retribusi yang akan dikenakan masing-masing sebesar Rp 25.000 per orang untuk dewasa dan Rp 15.000 per orang untuk anak-anak ini hanya berlaku bagi wisatawan asing. Sedangkan untuk wisatawan domestik, tidak dikenakan retribusi. (dan)