Reklamasi Bali1

Denpasar (Metrobali.com)-

Aktivis lingkungan Made Mangku mengatakan wacana rencana reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung, harus disikapi secara cermat agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan di masyarakat.

“Reklamasi pantai jika dilakukan dengan keliru, maka hasil reklamasi akan menimbulkan dampak negatif di tempat lain,” katanya, pada diskusi “Kupas Tuntas Reklamasi” di Denpasar, Kamis (16/1).

Ia mengatakan reklamasi bisa saja terjadi, tetapi diperlukan pemahaman yang benar, perlu ada kajian-kajian untuk masyarakat Bali secara ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan sebagainya.

“Reklamasi boleh, tapi harus ada kajian yang lengkap, jangan asal terima atau tolak, masyarakat Bali dapat apa? Itu yang harus dijelaskan,” ujarnya.

Terkait rencana reklamasi di Teluk Benoa, Mangku menyatakan itu baru sebatas administratif.

“Studi kajiannya saja belum selesai, kalau pemerintah sudah bilang boleh lakukan reklamasi, ya sudah , jalan aja. Tapi kita tetap harus melakukan koreksi dari dalam,” katanya.

Ahli infrastruktur asal Bali, Anak Agung Ngurah Wirawan mengatakan reklamasi di Bali bukan barang haram. Tapi harus dilihat tujuannya apa dan siapa yang akan melakukan itu.

Di dunia, kata dia, reklamasi dilakukan untuk pembangunan infrastruktur berat, dan biasanya dipimpin oleh pemerintah.

“Bandara Kansai Jepang, Inchon Korea, Changi, Sentosa (Singapura) semuanya hasil reklamasi. Namun yang memimpin reklamasi di sana adalah pemerintah, jarang sekali swasta yang pimpin reklamasi. Reklamasi bermanfaat, tapi tetap ada dampaknya,” kata mantan Ketua Umum DPP Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah-Indonesia) dua periode itu.

Terkait rencana reklamasi di Teluk Benoa, Ngurah Wirawan mengatakan itu sah-sah saja, sepanjang tujuannya untuk memperbaiki kawasan Teluk Benoa dan bukan sebaliknya.

“Untuk memperbaiki kawasan Teluk Benoa, itu boleh saja, namun caranya bagaimana, ini yang harus dipikirkan, kalau bisa pemerintah yang maju, gubernur dan bupati yang maju lakukan reklamasi. Tapi pertanyaannya kemudian, apakah reklamasi ini prioritas?” ujar pria kelahiran Banjar Kaliungu, Kota Denpasar itu.

Direktur Conservation International (CI) Indonesia, Ketut Sarjana Putra menyatakan banyak hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan reklamasi di Teluk Benoa.

“Teluk Benoa sebagai reservoir, ada empat aliran sungai yang mengalir ke Teluk Benoa. Kalau kita rubah bentang alam Teluk Benoa, sistem hidrologi di sana akan berubah. Kalau kita rubah ‘landscape’ wilayah Teluk Benoa, volume air akan berkurang besar. Jadi banyak hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum melakukan reklamasi di Teluk benoa. Perbaiki saja Tanjung Benoa agar lebih baik,” ujarnya.

Ketua Konsorsium Riset Pariwisata Universitas Udayana Dr Agung Suryawan Wiranatha menyatakan ketidaksetujuannya dengan rencana reklamasi di Teluk Benoa.

“Untuk apa reklamasi di Teluk Benoa? Apakah untuk memperbaiki kondisi di Teluk Benoa, atau untuk tujuan lainnya. Menurut saya, jangan dulu lah reklamasi, masih banyak lahan kosong di daerah bukit sana jika memang untuk tujuan pariwisata,” ujarnya.

Sementara itu, warga Tanjung Benoa Ketut Sukada menyatakan mendukung upaya reklamasi di Teluk Benoa.

“Reklamasi yang diharapkan adalah yang berorientasi mitigasi, yang bisa melindungi wilayah dari ancaman bencana dan yang bisa merehabilitasi kawasan Teluk Benoa. Kalau Teluk Benoa tidak direklamasi, akan terjadi tumpukan sedimen endapan lumpur, kalau tidak direklamasi, Teluk Benoa akan jadi pembuangan limbah lumpur,” katanya. AN-MB