Bronjong anti banjir Tiingading perjuangan Anggota DPD RI Wayan Sudirta

Bronjong anti banjir Tiingading perjuangan Anggota DPD RI Wayan Sudirta

Denpasar (Metrobali.com)-

                Sebagian masyarakat cenderung apriori dan memukul  rata semua politisi. Bahwa politisi itu busuk, tebar pesona dan janji, instan, pura-pura, dan bisa dituduh pembohong.  Walaupun suara sumbang cuma datang dari segelintir — yang bisa saja nama samaran dari lawan politik –Relawan yang mendukung pencalonan Wayan Sudirta sebagai bakal calon bupati Karangasem, tak tinggal diam.   

                ”Kami iambil hikmahnya saja. Celetukan sinis dan apriori itu justru jadi jalan buat kami membeberkan fakta, apa yang telah dikerjakan oleh Pak Wayan Sudirta dkk, sejak Orde Baru sampai era Reformasi ini. Fakta-faktanya ada, dokumennya berlimpah, fotonya juga sangat membantu. Karenanya, itulah yang kami sajikan di akun kita, akun milik pendukung Wayan Sudirta,” kata Putu Wirata Dwikora, operator akun Relawan Sudirta Karangasem (RSK) di facebook.

                Dalam sebulan ini, di akun tersebut diunggah foto-foto ketika Sudirta disalami warga, setelah menerima bingkisan sembako. Total paket yang diserahkan di puluhan desa bagi warga miskin ratusan buah dusun/lingkungan, sudah mendekati angka 20 ribu. Bingkisan itu ternyata punya sisi budaya, sebagai jotan (oleh-oleh) menyambut hari Raya Galungan dan Kuningan Juli mendatang, sehingga diterima sebagai taliasih penyamaberayaan (persaudaraan). Di kalangan umat Muslim yang menyambut Lebaran, bingkisan Sudirta juga punya nilai silaturahmi yang sangat tinggi. Termasuk ketika Sudirta menjenguk dan memberikan uang untuk penderita berbagai jenis cacat; lumpuh,buta,  pertumbuhan tidak normal,sakit syaraf menahun seperti Putu Rio (7) di Desa Sibetan Kec. Bebandem, kelainan jiwa seperti Sudiarsana di Dusun Jumenang Kec. Karangasem, Ketut Jelembar yang lumpuh di gubuknya yang reot di Desa Kubu, dan lain-lain. Diunggah juga foto lawas, misalnya ketika mendampingi pengungsi Timtim merabas semak di Desa Sumberkelampok, Buleleng.

                Menanggapi celetukan sinis yang mempertanyakan program turun ke masyarakat ini sebagai ”dadakan” dan bermodus Pilbup, Putu Wirata Dwikora dan timnya bekerja keras membuka dokumen lama, bagaimana ketika Sudirta membela pengungsi Timor Timur yang eks transmigran Bali, sampai mereka mendapat tanah di Desa Sumberkelampok, membangun dusun baru serta lahan berkebun pemberian Bupati Buleleng, Ketut Wirata Sindu, tahun 1999. Atau ketika selaku Anggota DPD RI, Sudirta memperjuangkan beronjong penangkal banjir di Dusun Tengading Kecamatan Manggis, yang sebelumnya kena banjir tahunan.

                ”Pak Sudirta sudah berjuang sejak Orde Baru yang represif, terus di era Reformasi yang masih diwarnai korupsi. Mendampingi penderita kulit bersisik, lumpuh layu, hidrosepalus, sampai menjadi penjamin untuk warga agar bisa membawa pulang jenazah keluarganya, karena tidak mampu membayar Rp 70 juta lebih, adalah program perjuangan KORdEM dan Pak Sudirta sebagai Anggota DPD RI. Ratusan warga miskin yang bisa berobat gratis berbekal SKTM (surat keterangan tidak mampu) adalah jelas perjuangan Pak Sudirta bersama KORdEM,” jelas Putu.

                Putu menambahkan, turun dengan paket berisi 5 kg beras, mi instan dan  gula pasir, per seorang mungkin kecil nilainya. Dikalikan 20 ribu paket pun, dengan anggaran total Rp 2 milyar, bukanlah jumlah yang besar, dibanding akuutnya kemiskinan rakyat di pelosok pedesaan. ”Namun, Pak Sudirta tidak berhenti hanya pada sembako. Pak Sudirta memotivasi rakyat melawan kemiskinan, kebodohan dan kemalasan. Ia memotivasi Kepala Dusun dan Kepala Lingkungan untuk melawan PP 43/2014 melalui jalur hukum ataupun non hukum, dan di tingkat daerah sudah berhasil dengan turunnya Rekomendasi DPRD dan Bupati Karangasem, sebuahmoratorium  dari PP 43 terhadap para Kadus/Kaling yang umurnya lebih dari 42 tahun dan ijazahnya tidak sampai SLTA/sederajat. Memang tidak adil, Kadus harus minimal SLTA sementara Kades dibolehkan berijazah SMP. Agar kuat, moratorium  ini memerlukan revisi PP 43/2014 dan UU No. 6/2014, bisa lewat jalur litigasi ataupun non litigasi,” ulas Putu Wirata.

                Bagi Wayan Sudirta, pulang ke Karangasem dalam pencalonan Bupati, dan bila dipercaya menjadi bupati, adalah ”ngayah ngalih bekel mati.” (mengabi sebagai bekal sebelum meninggal).

                ”Tuhan memberikan kami rejeki yang cukup untuk dipakai berjuang sejak Orde Baru sampai era era Reformasi ini serta dibagi-bagi bagi saudara kita yang kurang mampu. Saya pastikan tidak lagi mencari uang, karena di DPD RI pun, selaingaji yang dibagi untuk pelayanan masyarakat, saya terus menerus mengeluarkan untuk perjuangan,” kata Sudirta. RED-MB