Oleh: Aliansi Tokoh Masyarakat Bali (ATMB)
Disampaikan oleh: Dr. Ir. Agung Suryawan Wiranatha, MSc.

agung suryawan

Dr. Ir. Agung Suryawan Wiranatha, MSc./MB

KEPARIWISATAAN Bali mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam satu dekade terakhhir ini, bahkan dapat dikatakan perkembangannya kurang terkontrol oleh pihak berwenang. Perkembangan yang sangat pesat ini dipicu oleh pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali yang rata-rata sekitar 15% per tahun. Dimana pada tahun 2015 yang lalu, Bali menerima kunjungan lebih dari 4 juta wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali (Foreign Visitors Direct Arrivals). Apabila ditambahkan dengan kedatangan wisatawan mancanegara yang tidak langsung datang ke Bali melalui Bandara domestik, Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan Padangbai dan Pelabuhan Benoa, maka diperkirakan sebanyak 5,3 juta wisatawan mancanegara mengunjungi Bali pada tahun 2015. Belum lagi ditambah dengan kunjungan wisatawan domestik sekitar 7 juta wisatawan, maka Bali secara total telah menerima kunjungan sebanyak 12,3 juta wisatawan pada tahun 2015.
Pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 15% per tahun selama kurun waktu satu dekade terakhir inilah yang menyebabkan ketertarikan para investor untuk menanamkan modalnya di sektor pariwisata di Bali. Namun, pilihan investor tersebut sebagian besar pada sub-sektor akomodasi pariwisata. Hal ini dapat dipahami karena, sub-sektor akomodasi pariwisata menerima sekitar 35% dari seluruh pengeluaran wisatawan mancanegara selama mereka berada di Bali. Jumlah akomodasi pariwisata yang terdata oleh PHRI Bali pada akhir tahun 2015 ini sekitar 120.000 kamar. Jumlah yang sangat jauh berbeda dengan data resmi dari Diparda Bali pada tahun 2014 sebanyak 61.000 kamar. Ada apa dengan data akomodasi pariwisata di Bali ini?? Diperkirakan banyak akomodasi parwisata yang beroperasi secara ilegal.
Sub-sektor lainnya yang diminati investor adalah restoran/rumah makan dan shopping centre (pertokoan) karena sekitar 17% dari seluruh pengeluaran wisatawan mancanegara dibelanjakan untuk masing-masing sub-sektor tersebut. Dengan perkembangan yang pesat pada investasi akomodasi, restoran/rumah makan dan shopping centre (pertokoan) maka terlihat lingkungan Bali telah berubah banyak dari hijau yang indah menjadi bangunan yang kaku dan tidak bersahabat dengan lingkungan. Hal inilah yang sering dikeluhkan oleh para wisatawan.
Disisi lain, daya tarik wisata yang ada kurang mendapat perhatian sehingga keberadaannya semakin kurang terawat dan tidak teratur. Bahkan banyak wisatawan yang merasa dibohongi dan dicurangi di beberapa daya tarik wisata menarik di Bali, seperti yang sering dikeluhkan di media sosial. Disamping itu, prasarana dan sarana publik mengalami pertumbuhan yang amat sangat lambat sehingga kekecewaan terhadap ketersediaan fasilitas publik di Bali oleh wisatawan dan masyarakat sangat sering dikeluhkan di media massa dan media sosial. Prasarana dan sarana publik tersebut antara lain jalan, transportasi publik, pengelolaan sampah, dan lalu-lintas yang semerawut. Hal inilah yang menjadi tantangan paling utama bagi kepariwisatan Bali ke depan.
Sehubungan dengan berbagai hal positif dan negatif yang menyelimuti kepariwisataan Bali saat ini maka, kami menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Penerapan peraturan yang terkait pariwisata (Perda RTRWP Bali dan Perda Kepariwisataan Budaya Bali) secara konsisten dengan ‘law enforcement’ yang tegas untuk menjaga roh kepariwisataan Bali yang Pariwisata Budaya berdasarkan Tri Hita Karana yang dijiwai Agama Hindu.
2. Kepariwisataan Bali dikelola dengan prinsip “One Island Management” mengingat Provinsi Bali adalah suatu ekosistem pulau yang kecil dengan segala keterbatasan sumberdaya alam yang dimilikinya.
3. Paradigma pengembangan kepariwisataan Bali harus berubah secara bertahap dari ‘mass tourism’ menuju ‘quality tourism”.
4. Prioritas diberikan kepada pengembangan alternative tourism yang berskala kecil dan menengah sehingga masyarakat lokal memiliki kesempatan untuk berusaha di sektor pariwisata. Pengembangan alternative tourism ini harus berlandaskan budaya Bali yang mengutamakan ciri-ciri kehidupan (tradisi) masyarakat Bali yang ramah-tamah, memerhatikan aspek kelestarian lingkungan, dan mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
5. Memberikan prioritas pengembangan kepariwisataan di wilayah Bali Timur, Bali Utara dan Bali Barat dengan didukung oleh infrastruktur transportasi dengan berbagai moda (darat, laut dan udara) agar tercipta aksesibilitas yang lebih baik.
6. Moratorium pembangunan fasilitas akomodasi pariwisata di wilayah Bali Selatan selama 5-10 tahun ke depan. Periode waktu moratorium dibuat berdasarkan kajian ilmiah.
7. Perlu dibuat peraturan untuk menjaga eksistensi pertanian dan keterkaitan pemasaran hasil pertanian dengan industri pariwisata sehingga sektor pertanian dapat bertahan dan juga berkembang menjadi agrowisata yang memberikan manfaat kepada petani dan masyarakat pedesaan.
8. Pemerintah daerah melalui instansi terkait kepariwisataan agar memperkuat database pariwisata Bali yang up-to-date berbasis survei dan kajian ilmiah, sehingga perencanaan kebijakan pariwisata menjadi lebih terarah dan tepat sasaran.
Denpasar, 30 Maret 2016