Keterangan Poto  :   I Made Pria Dharsana (kanan) dan I Gusti Agung Jordika P. (kiri)

 Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan indeks pertumbuhan diatas rata-rata 5 % pertahun dibandingkan negara lain yang ditenggarai tengah menghadapi persaingan ekonomi global. Isu yang meruak akhir-akhir ini dipermukaan yakni adanya perang dagang yang sedang hangat,  antara Amerika dengan China melalui kebijakan politik yang dilakukan oleh Amerika dengan mengenakan bea perolehan pajak melalui tarif tambahan atas import-ekspor barang komoditas. Atas kebijakan Amerika ini membuat negara-negara di bagian bumi lainnya ikut terkena dampak yang signifikan akibat dari pada perang dagang tersebut. Salah satunya adanya stagnasi pertumbuhan ekonomi hingga adanya pertumbuhan negatif yang berdampak pada kestabilan ekonomi dalam negeri. Membuat negara berlomba-lomba membuat paket kebijakan moneteer yang tepat sasaran demi pemerataan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakatnya, kemajuan negara itu sendiri.

 

Ditengah gencarnya Perang Dagang antara Amerika dengan China,  kebijakan ekonomi yang diambil oleh  berbagai negara termasuk Indonesia diharapkan dapat mengurangi dampak perang dagang tersebut. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menyatakan, persepsi Internasional terhadap Indonesia memang sedang baik, lalu ditandai dengan rupiah yang terus menguat dan harga obligasi pemerintah yang terus naik. Namun masih ada yang belum tepat dengan iklim investasi termasuk peraturan perundangan tentang investasi  menjadi faktor penting sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa 33 Perusahaan asal China merelokasi usahanya tetapi tak satu pun ke Indonesia. Dari 33 perusahaan itu, 23 perusahaan memilih relokasi pabrik ke Vietnam, 10 lainnya ke Thailand, Malaysia, dan Kamboja. Membuat pemerintah Presiden Joko Widodo kesal, faktor perizinan adalah salah satu hal yang menjadi daya dukung Investasi di Indonesia menjadi Faktor penyebab adanya penuruan pada minat disektor penanaman Modal Asing. Karena pengusaha pastinya akan merasa pusing ketika dibebankan dengan kebijakan birokrasi dalam regulasi perizinan penanaman modal dalam negeri. Walaupun pemerintah dalam hal ini sudah membuat terobosan dibidang pengurangan pajak retributif pada Badan Usaha Penanaman Modal Asing. (Harian Kompas, Tgl 12/09/2019).

 REFORMASI PERIZINAN

Disamping itu adanya faktor kendala perizinan yang menjadi penyebab utama  enggannya investor lokal maupun luar menanamkan modalnya, karena urusan perijinan yang menjelimet dan memakan waktu yang lama, serta biaya yang mahal membebani pelaku usaha. Sehingga investasi di Indonesia tidak bisa berjalan dengan baik. Peluncuran System pelayanan perizinan terintegrasi berbasis elektronik (OSS) menjadi daya dukung system perizinan. Namun dalam daya genjot investasi dinilai terdapat kekurangan dalam 3 aspek mekanismenya, Hasil studi pemantauan pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan tiga aspek yang dimaksud yakni masalah regulasi, system dan pelaksanannya.

Pelaku usaha berharap pemerintah memprioritaskan revisi regulasi yang menghambat investasi. Pemerintah perlu menentukan gerak cepat, kalua perlu pemerintah mengeluarkan Perpu (Peraturan pemerintah pengganti Undan-Undang), terkait dengan hal-hal yang perlu direvisi (Teddy Rachmat, Kompas, 14/09/2019) . Begitu juga ditegaskan oleh ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani, ada sejumlah produk perundang-undangan yang menyulitkan pelaku usaha dan menghambat investasi, seperti undang-undang tenaga kerja serta tentang produk halal. Undang-undang produk halal menyulitkan pengusaha karena semua produk harus disertipikatkan, yang sebelumnya ketentuan produk halal itu bersifat sukarela atau voluntary. Ketentuan lain pun masih banyak yang menghambat sehingga sudah seharusnyanpemerintaj segwra melakukan revisi atau mencabut semua regulasi yang melemahkan daya saing investasi di Indonesia.

Terhindarnya penurunan ekonomi Indonesia oleh tren kebijakan pembangunan global model “koridor ekonomi”-bentuk kebijakan yang diutamakan mengenai jaringan infrastruktur terintegrasi disebuah kawasan geografi yang dirancang untuk mendorong pengembangan sumber-sumber ekonomi sebuah negara dan antar-bangsa. Salah satu promotor utamanya adalah Bank Pembangunan Asia. (koran Tempo, 23/08/2019). Walaupun demikian dengan banyaknya regulasi yang menyumbat pergerakan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing bagi kemudahan investasi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setelah didiagnosa sumbatan daya saing yang menyulitkan pelaku usaha , pemerintah mesti mengambil langkah-langkah startegis agar momentum menarik investor menanamkan modalnya di Indonesia dapat tercapai.

TANTANGAN  PEMERINTAHAN JOKOWI-AMIN 5 TAHUN KEDEPAN.

Salah satu tantangan pemerintahan Jokowi-Amin 2019-2024 adalah meningkatkan investasi dan menggenjot ekspor untuk menutup defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan. Untuk mendukung hal ini tentu pemerintah harus  menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi hal tersebut. Yakni pemerintah rencananya  membentuk kementerian baru dibidang investasi, ekonomi digital, dan ekonomi kreatif. Tujuan perubahan nomenklatur kementerian itu, dalam bahasa Jokowi, karena adanya dua masalah, yakni, 1. Meningkatkan investasi dan 2. menaikkan ekspor. (Darmansjah Djumala, kompas, 12/09/2019)

Ekonomi pembangunanan secara umum merupakan pengaruh manusia serta system-system social yang mengorganisasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia, dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya yang mendasar sebagai (contoh : pangan, papan, dan sandang) dan untuk memenuhi keinginan-keinginan yang bersifat nonmaterial (seperti pendidikan, pengetahuan, dan pemuasan spiritual). Yang menjadi arah tujuan dari ekonomi pembangunan yakni pemerataan ekonomi dan social, pemberantasan kemiskinan, pendidikan bagi segenap masyarakat, peningkatan taraf hidup, kebebasan dalam hal hak kemerdekaan Bangsa, Modernisasi kelembagaan, partisipasi politik dan ekonomi, pengakuan dan pemeliharaan demokrasi, pembinaan kemandirian usaha, serta pemenuhan kepuasan perseorangan, seluruhnya bertolak dari pertimbangan-pertimbangan atas nilai-nilai subjektif tentang hal-hal yang baik dan yang diinginkan, atau hal-hal yang sebaliknya.

Adapun hal-hal menunjang ekomomi pambangunan hendaknya perlu konektivitas antara perdagangan luar negeri dengan politik luar negeri dan diplomasi. Sebab, diplomasi ekonomi itu tak hanya terbatas kegiatan promosi, perdagangan dan pariwisata diluar negeri. Manakala harus terintegrasi dengan visi strategis terhadap geopolitik, geoekonomi, kecenderungan gravitasi ekonomi dunia, stabilitas politik kawasan dan dunia, termasuk persaingan ideologis antar negara. Maka yang berperan dalam hal mencapai tujuan tersebut adalah Menteri Luar Negeri,  berkoordinasi dengan pemerintah pusat  melalui kebijakan moneteer disemua sector, salah satunya perbaikan regulasi pertanahan. Dengan adanya rancangan undang-undang pertanahan, karena melalui pengesahan regulasi ini nantinya dinilai akan berpengaruh besar tentunya terhadap investasi itu sendiri sebagai produk perkembangan ekonomi dalam dan luar negeri. Akhir kata sebagaimana sudah dijelaskan yang penting adalah bagaimana cara mengkoneksikan diplomasi yang berwawasan ekonomi bisnis-sektoral dengan palaksanaan diplomasi berwawasan makropolitik.

Mengenai arah investasi yang berujung pada ekonomi pembangunan yang berujung pada peningkatan sumber daya manusia dan pengurangan kemiskinan juga merambat kedalam sektor hukum tentang bagaimana tata cara relevansi pembuatan regulasi dibidang pertanahan, karena pertanahan itu sendiri merupakan ladang asset penunjang negara untuk memajukan skema investasi kearah ekonomi yang semakin membaik melalui investasi yang tidak hanya tepat sasaran namun juga tidak keluar dari kaidah etika moral pada penanaman modal itu sendiri. ( Michael, 2006)

  TANAH SEBAGAI FAKTOR PENTING PENANAMAN MODAL

RUU Pertanahan sekarang ini sudah ada di tangan DPR sebagai lembaga legislatif sekarang akan menandai Tonggak ketiga pengaturan pertanahan. Awal regulasi agraria masuk oleh  adanya adopsi pengaturan Agrarisch Wet pada saat jaman akhir kolonial  Belanda. Dan tonggak kedua oleh Undang-Undang Pokok Agraria 1960, dan merombak dualisme system hukum pertanahan, yaitu system hukum barat maupun adat. Rancangan Undang-Undang Pertanahan yang diisukan akan segera disahkan tidak kunjung mendapat buntut yang mengembirakan. Awal ancang pembentukan  9 tahun yang lalu, hingga sekarang tidak kunjung ada kepastian bagi seluruh pihak.

Ditambah lagi beberapa persoalan yang dibahas dan akan disahkan DPR tidak ada kejelasan besaran maksimal penguasaan luas yang dapat diperoleh korporasi untuk menguasai HGU,HGB,  dan bagaimana pengaturan jangka waktu sewa yang dapat diberikan kepada penyewa. Apalagi sekarang orang asing telah masuk menguasai tanah-tanah di kawasan pariwisata dan pengembangan pariwisata dengan dasar sewa dalam jangka waktu panjang, sampai 100 tahun, akan tetapi Negara seperti tidak hadir dan membiarkan hal ini terus terjadi. Kenapa Hak Pakai (HP) kurang dipercaya olehh orang asing? Pembentukan bank tanah, yang tidak hanya menguntungkan segelintir pengembang, tidak hanya bagi kepentingan investasi tetapi semata-mata kepentingan penyediaan tanah bagi pembangunan bangsa. Tak ada pasal yang membahas mengenai pembentukan lembaga dewan independen penyelesaian konflik agraria.

Dengan adanya potensi konplik  ketiadaan pasal yang membahas mengenai konflik agraria dan penyelesaiannya maka tentu akan menimbulkan ketimpangan dalam hal prosedur peradilan pertanahan. Semua pembahasan, kesempatan menyampaikan pendapat, usulan dan koreksi pasal demi pasal sudah diberikan oleh badan legislasi DPR, dibuatkan Forum Diskusi Group ke beberapa kampus terkemuka dengan menghadirkan pakar dan pemerhati pertanahan untuk memperoleh masukan dan penyempurnaan , namun tetap masih ada beberapa hal yang diperdebatkan sehingga  menyebabkan  pengesahannya terus berjalan mundur.

Tanpa Kepastian dan menjadi penyebab adanya kebrorokan regulasi dalam 20 tahun terakhir. Tentu ini kabar yang kurang mengenakan mengingat sudah sepantasnya jika ingin maju wajib adanya kepastian yang mengikat adanya dorongan untuk membantu investasi, kebijakan keberlanjutan demi kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya rencana pengesahan rancangan undang-undang yang digadang-gadangkan akan disahkan dalam bulan september ini, sebelum periode DPR 2014-2019 berakhir. Nyatanya jika pengesahan RUU Pertanahan diketok september ini, akan menjadi kabar gembira maupun angin segar atau berita buruk dikalangan masyarakat pemerhati pertanahan, sedangkan disisi lain menjadi  keberhasilan pemerintah dalam menyusun maupun mengesahkan Undang-Undang Pertanahan yang melengkapi atau menyempurnakan UUPA.  Masih banyak yang harus dibenahi, mengingat banyaknya persoalan yang berdampak signifikan berbasis ekonomi structural, efisien, massif dalam hal membangun perekonomian itu sendiri.

Merujuk pada catatan inventarisasi masalah yang ada pada Konsorsium Pembaharuan Agraria menunjukkan jumlah konflik agraria pada 2015-2018 ada 771 kasus. Kasus terbanyak 642 kasus, terjadi di sektor perkebunan. Rincian konflik agraria terkait perkebunan: tahun 2015 ada 127 kasus, tahun 2016 ada 163, tahun 2017 sendiri ada 208 dan 2018 terjadi sekitar 114 Kasus. Konflik di Sektor Perkebunan melibatkan perusahaan negara dan swasta. (Harian Kompas, 07/09/2019). Apakah ini sebuah kemunduran dari  pola pikir bahwa kita saat ini sedang tidak membutuhkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa, tentu saja tidak. Jika dilihat kembali pada masifnya struktural dan sifat progresif dari perkembangan pertanahan di era globalisasi yang dituntut untuk serba cepat dalam menanggapi masalah di masyarakat sebagai contoh masih banyaknya kasus pertanahan yang tak mendapat perhatian serius dari pemerintah selaku badan yang mengayomi rakyat, melalui pengadaan regulasi kebijakan aturan yang tepat sasaran. Ditambah lagi menurut survey mengatakan dari persentase yang ada masyarakat hanya 5% yang menang dalam sengketa tanah. Sungguh miris bila kita mengatakan bahwa pengadaan lembaga penyelesaian sengketa pertanahan tidak masuk dalam inventarisasi persoalan yang dikategorikan urgensinya tidak relevan ini tentu bukti pembiaran terhadap stabilitas yang merugikan masyarakat melalui fakta demografi tersebut. Dengan adanya bukti diatas maka merupakan tindakan pembiaran dan pengkebirian terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan haknya yang kini sedang bersengketa dipengadilan. Tentu bila diteliti lebih lanjut dalam hal ranah Hukum Pidana.

Kedepannya langkah lanjutan setelah adanya pengesahan RUU Pertanahan menjadi Undang-Undang maka  wajib adanya reparasi lebih kembali mengingat regulasi pertanahan   menjadi salah satu fokus utama pemerintahan Jokowi Widodo, khusus pada periode kedua pemerintahannya. Demi menggenjot Perekonomian ke arah yang lebih baik sehingga menghasilkan kesejahteraan rakyat sebagamana yang dicita-citakan.. Agar tidak terjadinya kembali obesitas regulasi  menyebabkan ketimpangan pengaturan terutama pertanahan yang berakhir pada disharmonisasi suatu peraturan dengan peraturan diatasnya. (Harian Tempo, 11/0920/19).

Yang kita butuhkan untuk saat ini adalah koordinasi untuk bersinergi antara pihak terkait, pemerintah, ahli-ahli  ekonomi, hukum maupun politik termasuk yang terkait didalamnya agar dapat bergerak cepat dalam pengesahan regulasi dikarenakan fakta demi fakta yang bukan sekedar muluk-muluknya saja melawan tantangan dinamika ekonomi yang kian berkomplikasi makin hari makin sulit serta mengarah menjauh dari kebijakan yang structural, efisien dan mengarah pada kemajuan. Agar tidak terjadi ketimpangan, disharmonisasi regulasinya,  invetarisasi masalah pertanahan serta pelaksanaan birokrasi perizinan yang tidak efisien. Oleh kareanya diperlukan kerja keras siapapun Menteri  yang akan dipercaya oleh Presiden Jokowi, untuk memenuhi janji politik mensejahterakan masyarakat bangsa Indonesia.

Oleh : I Made Pria Dharsana dan I Gusti Agung Jordika P.

(PDC, Purnama sasih ketiga,140919)