“Recall” Honda PCX 150, Dianggap Cacat Produksi dan Desain

Munculnya Petisi Online yang dimuat di gridmotor.motorplus-online.com untuk me “Recall” Honda PCX 150 yang kini sudah ditandatangani lebih dari 3.000 orang belumlah banyak diketahui orang, Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, I Putu Armaya, meminta agar pihak konsumen tidak dijadikan ajang uji coba. Konsumen mempunyai hak untuk menggugat pihak produsen atau penjual jika bisa membuktikan produk yang dijual cacat produksi atau desain.
Dalam Petisi Online itu dikeluhkan pemiliknya seperti gejala gredek di RPM rendah, tarikan gas berat dan kasar di RPM rendah, serta motor mati mendadak. Hal ini cukup mengkhawatirkan sebab PCX 150 sendiri konon merupakan salah satu kendaraan yang banyak dimiliki konsumen di Bali.
Putu Armaya menjelaskan, dalam perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam pasal 4 dijelaskan bahwa konsumen mempunyai hak dalam hal kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, dalam mengkonsumsi barang dan jasa, termasuk dalam hal produk kendaraan.
“Saat kendaraan produksi diterima konsumen, apapun merknya, tentu sudah didasari atas jaminan keselamatan tinggi, konsumen memiliki hak atas keamanan, keselamatan, dan kenyamanan. Jika ada “recall” kendaraan, itu artinya ada dugaan sebuah produk mengalami masalah cacat produksi atau desain,”ujarnya.
Menurut Armaya, sebelum sampai ke tangan konsumen, sebuah produk kendaraan harus diuji, diteliti, dan diawasi oleh para pihak yang mempunyai lisensi. Sehingga setelah sampai ke konsumen, tidak ada lagi kerusakan-kerusakan seperti cacat produksi atau cacat desain.
“Harus sudah layak digunakan dan teruji, jangan sampai ke konsumen jadi semacam ajang uji coba, di tangan konsumen kemudian baru bermasalah cacat produksi atau desain. Maka dari itu untuk kedepan, sebelum dilempar ke konsumen harus diuji dulu, di sini harus ketat, jangan setelah di konsumen baru “recall”,” tegasnya.
Jika konsumen bisa membuktikan sebuah produk yang cacat, lanjut Armaya, maka konsumen berhak untuk menuntut pelaku usaha, apakah itu dealer atau pemegang merk. Konsumen bisa menuntut atau menggugat dalam perpektif aspek pidana seperti tertuang dalam pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Ada aspek pidananya, yakni menyangkut aspek pidana konsumen, itu sanksinya 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar,” tuturnya.
Belajar dari kasus “Recall” Honda PCX 150, YLPK Bali menyarankan konsumen agar lebih berhati-hati dalam membeli sebuah produk. Pihak YLPK Bali, sebut Armaya, sudah menerima beberapa pengaduan kendaraan yang diduga cacat produksi atau desain.
“Ada yang sudah melaporkan (kendaraan cacat produksi) ke kita dan juga ke pihak kepolisian. Namun kita belum tahu tindakan pihak kepolisian atas laporan tersebut. Kami mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati memilih produk yang bermasalah. Konsumen berhak untuk menggugat secara hukum ke pengadilan bagi pelaku usaha, dealer atau pemegang merk produk bermasalah tersebut,” pungkasnya.
Masalah pada mesin motor Honda PCX 150 sempat dikeluhkan pemiliknya seperti gejala gredek di RPM rendah, tarikan gas berat dan kasar di RPM rendah, serta motor mati mendadak. Ini membuat sebagian pemiliknya menginginkan dilakukan “recall” pada motor mereka. Bahkan hingga muncul petisi online permintaan “recall” Honda PCX 150 yang sudah ditandangani hingga 3.000 lebih orang.
Terkait hal ini, pihak PT Astra Honda Motor kemudian menyarankan para pengguna Honda PCX 150 yang terkena masalah tersebut untuk melapor ke Astra Honda Care. Pihak dealer telah mempersilahkan pemilik Honda untuk datang ke bengkel AHASS agar masalahnya diselesaikan. (hd)