Suasana RDP DPD RI di Puri Anom Tabanan, Kamis 8 Pebruari 2018 Pukul 09.00-21.00 Wita.

 

Tabanan (Metrobali.com)

 

Kesadaran terhadap tatanan budaya menjadi pilar penting dalam menjaga Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemeritahan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh anggota DPD RI Dapil Bali AA. Ngr Oka Ratmadi, SH saat menggelar Rapat Dengar Pendapat  (RDP) dengan masyarakat yang digelar di Puri Anom Jl. Gunung Agung Tabanan, Kamis (8/2/2018), malam.

RDP merupakan forum penjaringan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan yang merupakan tugas DPD RI seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Ketua Panitia Arya Wiguna dalam laporannya mengatakan, tidak kurang dari 150 peserta hadir dalam kegiatan ini terdiri dari perwakian organisasi kepemudaan dan sanggar seni di Tabanan antara lain : Forum Pelestari Budaya Tabanan (FPBT), Poros Muda, Peradah, KMHDI, HIPMI, BEM IKIP Saraswati Tabanan, PHRI, anggota DPRD Tabanan, Sanggar Seni Gong Pacul, Sanggar Seni Saput Poleng, Sanggar Seni Raja Buduh dan lain sebagainya serta penglingsir perwakilan Puri dan Jero yang ada di Tabanan.

Pada kesempatan ini Oka Ratmadi yang akrab disapa Cok Rat menekankan,“jangan mentang-mentang banyak uang, bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah di bongkar sembarangan sehingga menghilangkan nilai dan pengetahuan sejarah yang ada didalamnya, kalau nilai sejarah hilang Bali tidak akan menarik lagi untuk dikunjungi,”ujarnya.

Lanjut Cok Rat, bicara tata kelola pemerintahan sangat ditentukan oleh ketahanan bangsa dan negara ini.  “Kita punya warisan budaya, apa salahnya kita menjaga persatuan melalui warisan budaya, diseluruh Indonesia ada warisan budaya.  Budaya yang ada telah terbukti mampu menjaga rasa persatuan bangsa ini. Untuk itu jika berusaha di Bali jangan sampai merusak tatanan budaya, Bali rusak dunia akan menangis,”tandas Cok Rat.

Dalam sesi tanya jawab sejumlah perwakilan organisasi kepemudaan juga menyampaikan sejumlah pertanyaan dan masukan antara lain; seperti apa langkah-langkah pemerintah dalam mencegah maraknya atraksi “Joged Bumbung jaruh (Porno)”, upaya pemerintah dalam menanamkan rasa cinta budaya sejak dini, bagaimana upaya mencegah dampak buruk adanya akulturasi budaya mengingat Bali sebagai tujuan wisata dunia, bagaimana penguatan budaya melalui sistem pendidikan, Implementasi regulasi/peraturan dalam melestarikan bangunan bersejarah dan situs budaya, serta bagaimana memupuk pelestarian sastra-sastra kuno karena sastra adalah initisari dari atraksi budaya di Bali.

Menyikapi pertanyaan dan pendapat peserta tersebut, Cok Rat berharap generasi muda untuk kembali memahami hakekat budaya termasuk pakem seni yang ada di Bali. Soal “Joged Bumbung Jaruh”  Cok Rat menyampaikan kalau hal itu tidak baik, maka generasi muda jangan ikut-ikutan apalagi sengaja mengundang sekaa joged jaruh. “Tapi kita harus jujur, karena banyak juga kalangan tertentu yang suka dengan atraksi Joged Bumbung Jaruh,”sindir Cok Rat.

Lanjut Cok Rat sebagai destinasi pariwisata dunia, masyarakat Bali tidak bisa mengindar dari adanya “kontak budaya”, namun jika kita benar-benar yakin dengan spirit dan tatananan Budaya Bali, sesungguhnya orang Bali sangat pandai untuk “memfilter” pengaruh budaya luar yang tidak sesuai, tandasnya.

Berikutya turut menyampaikan pendapat salah satu penglingsir  puri I Gusti Made Suteja. Disampaikan saat ini sudah mulai nampak gejala-gejala pergeseran budaya di kalangan masyarakat adat/pakraman, misalnya dalam prosesi ngaben, sekarang banyak masyarakat memilih ngaben dilaksanakan dilokasi krematorium. Demikian juga dengan issu pelestarian bangunan-banguna bersejarah oleh pemerintah, hal-hal seperti ini perlu ada penjelasan dan panduan resmi dari pihak pemerintah pusat maupun daerah sehingga kami khususnya dari pihak puri yang ingin ikut melestarikan bangunan bersejarah memiliki rujukan sesuai perundang-undangan, jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua FPBT I Gusti Ngurah Panji Astika,  kata dia, terkait perundang-undangan ( UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya-Red) serta peraturan pemerintah lainnya, seperti apa implementasinya di daerah, dukungan pemerintah sangat kami harapkan, kalau tidak, lama kelamaan konsep dan pengetahuan budaya yang ada dalam bangunan-bangunan bersejarah akan hilang, ungkapnya.

Sementara penglingsir Puri Kerambitan AA Ngr Made Adnya Prabha pada kesempatan ini juga turut memberi motivasi kepada peserta RDP yang sebagian besar diikuti oleh kalangan anak muda. Disampaikan bahwa, ditengah arus perubahan sosial yang sangat cepat belakangan ini satra-satra kuno warisan leluhur sebenarnya tidak pernah hilang, tetapi nilai-nilai sastra tersebut “tersimpan” didalam beragam bentuk, simbul, aktivitas dan produk budaya kekinian.  Artinya tugas generasi muda sekarang adalah bagaimana kita mampu memaknai, meyakini dan mengimplementasikan nilai-nilai sastra yang ada tersebut melalui bentuk-bentuk budaya dalam kehidupan kekininan, paparnya.

 “Jadi nilai-nilai satra tidak pernah hilang, hanya saja seolah-olah hilang karena tersimpan dalam bentuk-bentuk dan simbul-simbul yang baru, tugas generasi sekarang lah untuk kreatif  mencari dan memahaminya, “pungkas Adnya Prabha. MN-MB