ramayana

Denpasar (Metrobali.com)-

Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Dr I Nyoman Astita, MA menilai, populeritas Epos Ramayana sebagai “adikarya” telah menjadi milik bangsa-bangsa di Asia Tenggara dengan berbagai keunikannya.

“Epos Ramayana adalah kesusasteraan universal yang mengalami transformasi dan berkembang menjadi kode-kode tekstual dalam dunia sastra, seni lukis, kriya dan seni pertunjukan,” kata Nyoman Astita di Denpasar, Sabtu (17/5).

Alumnus Pascasarjana (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana itu mengatakan, nilai-nilai Epos Ramayana diwarisi sebagai kebudayaan lokal yang mengalami perubahan dan keberlanjutan.

Epos Ramayana mengajarkan falsafah dharma sebagai kendaraan ideologi untuk memuliakan kehidupan dengan konsep-konsep kesucian (siwam), mengajarkan falsafah “Rwa Bhineda” untuk menjaga keseimbangan kehidupan dengan konsep-konsep kebenaran (satyam).

Selain itu juga mengajarkan falsafah “tresna-asih” untuk mencapai keharmonisan dalam keluarga, masyarakat dan negara, dengan konsep-konsep cinta, kesetiaan, dan kejujuran (sundaram).

Nyoman Astita menambahkan, nilai-nilai moral dan estetika Epos Ramayana yang ditanamkan ke dalam ritus-ritus kehidupan sehingga mengakar sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Bali.

Epos Ramayana dihayati dengan dibaca dan ditembangkan dalam bentuk prosodi sastra dengan metrum-metrum kakawin yang indah. Dengan demikian episode-episode Epos Ramayana ditransfomasikan menjadi karya visual dalam bentuk artefak, lukisan dan patung tiga dimensi.

Selain itu juga ditransformasikan menjadi karya audio-visual dalam berbagai bentuk seni pertunjukan, tari-tarian, musik, drama, dan dramatari. Melalui seni pertunjukan seniman mengemas satuan-satuan naratif Epos Ramayana untuk dipersembahkan kepada masyarakat sebagai media pencerahan menuju kehidupan yang harmonis, damai dan sejahtera.

Nyoman Astita yang juga seniman serba bisa itu menambahkan, Epos Ramayana yang direpresentasikan ke dalam tradisi-tradisi Ramayana memiliki kandungan tematis dan tekstualitas yang tidak dapat dipisahkan dengan latar belakang budaya masyarakatnya.

Nilai-nilai sejarah, budaya, dan sosial Epos Ramayana diadopsi sebagai pandangan dunia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Proses transformasi budaya yang berlangsung dalam suasana damai itu bersifat struktural dan sistemik sehingga menghasilkan diskursus kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Bali.

Dengan demikian artikulasi tekstual Epos Ramayana ke dalam Sendratari Ramayana Bali merupakan transformasi pada tataran lanjut setelah Epos Ramayana diterima sebagai ideologi dan menjadi mitos dalam kebudayaan Bali.

Para seniman mengartikulasikan, mengolah dan merangkai satuan-satuan naratif dan satuan-satuan interpretative Epos Ramayana ke dalam bentuk dramaturgi tradisional.

“Sendratari Ramayana Bali untuk dipersembahkan sebagai media pencerahan dalam peristiwa-peristiwa yang bersifat religius, sosial, kreatif dan inovatif,” tutur Nyoman Astita. AN-MB