Gunung Agung 23 Oktober 2017
ILustrasi Gunung Agung

Karangasem, (Metrobali.com) –

Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil syahbana menyebut institusinya tak ubahnya kinerja dokter. ‎Ia menganalogikan orangtua yang memiliki anak kecil. Sekecil apapun perubahan yang yang terjadi pada anak tersebut, orangtuanya pasti tahu betul.
“Sekecil apapun perubahan anaknya dia pasti tahu, karena dia sudah biasa hidup bareng anaknya. Tapi dokter, punya peralatan apapun yang canggih-canggih, dia memeriksa orang, tapi melihat keanehan dalam sikap seseorang misalnya, karena dia dokter, dia tidak tahu persis. Dia hanya bisa membaca gejala-gejala saja,” kata Devy, Rabu 25 Oktober 2017.
Pun halnya dengan PVMBG, Devy menyebut tak ubahnya seperti dokter yang hanya bisa melihat gejala. PVMBG bisa tahu sebuah gunung api tengah beraktivitas tinggi melalui berbagai gejala yang ditunjukannya sendiri. Namun, kata dia, secanggih dan sehebat apapun ilmu seorang dokter, tetap saja tak bisa memprediksi kapan pasiennya akan meninggal atau sebaliknya, akan sembuh total dari penyakit yang diidapnya.
“Tidak akan bisa dokter memastikan itu. Gunung api juga sama. Dokter cuma bilang kemungkinan selamatnya kecil atau kemungkinan sembuhnya besar. Yang dia bicarakan kemungkinan. Sama gunung api juga. Kita hanya bisa mengatakan kemungkinannya. Tapi kemungkinan ini kan bisa berubah,” ujarnya.
Kata Devy, dalam hal kegunungapian, sebaiknya kita mengikuti apa yang menjadi kehendak gunung itu sendiri. Toh pada akhirnya gunung api akan menunjukkan tanda-tanda kecenderungan apakah dia hendak meletus atau sebaliknya, kemungkinan itu semakin berkurang.
“Kalau gunungnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda, misalnya detak jantungnya sudah tidak terlalu cepat, atau gempa-gempanya sudah semakin berkurang.. Terus kita lihat parameter lain. Misalnya suhunya sudah mulai adem neh. Atau mungkin ini badannya sudah tidak bengkak-bengkak lagi, itu maksudnya penggembungan, sudah mengempis. Artinya kalau di orang kemungkinan meninggalnya mengecil, kemungkinan sembuhnya semakin tinggi. Gunung juga sama. Gunung juga kecenderungannya sama,” jelasnya.
Dalam hal Gunung Agung, Devy meminta semua pihak bersabar. PVMBG ‎ingin melihat tren yang jelas dan konsisten untuk bisa mengambil keputusan apakah menurunkan status awas Gunung Agung atau ada pandangan lain.
“Sampai kita melihat tren yang jelas tentang perubahan aktivitas tentu kita akan evaluasi untuk diubah (rekomendasinya). Tapi sampai itu belum berubah ya kita harus sabar, karena ini bukan keinginan kita. Semua dokter pasti ingin pasiennya sembuh. Tapi kadang-kadang tidak bisa seperti itu. Apalagi gunung api itu snagat kompleks sekali. Kita hanya bisa mempelajari tanda-tandanya. Tidak ada yang bisa memastikan waktunya kapan. Atau dia pada akhirnya dia memilih meletus atau tidak. Semua terserah gunungnya,” demikian Devy. (Laporan Bobby Andalan)