Denpasar (Metrobali.com)-
Wakil Gubernur Bali, Anak Agung Ngurah Puspayoga menyebut  masih terjadinya ketimpangan pembangunan di Pulau Dewata. Kondisi itu terjadi lantaran pembangunan pariwisata yang kurang merata dan tidak berbasis kerakyatan.
“Pariwisata merupakan pintu masuk menuju kesejahteraan. Sebabnya, mayoritas masyarakat Bali mengais rejeki di sektor pariwisata. Namun jangan sampai menjadi penyebab ketimpangan,” ujarnya saat bertandang ke Puri Satria Kaleran, Kuta, Kamis  malam, 4 April 2013. ” 80 persen masyarakat Bali bergerak di bidang pariwisata, meski hanya 35 persen yang bersentuhan langsung. Sisanya adalah pegawai travel, pegawai hotel, sopir taksi, kusir dokar dan lainnya,” katanya.

Ia melihat belakangan ini muncul kecenderungan pengembangan industri pariwisata yang mulai tercerabut dari akarnya yakni, adat , budaya dan krama Bali. “Pariwisata Bali ini sangat diminati wisatawan. Apakah karena keindahan alam Bali? Tidak juga. Tapi kenapa mereka terbius, karena budaya Bali. Maka pertahankan budaya Bali, supaya taksu Bali, ruh Bali, vibrasi Bali tetap terjaga. Pariwisata tanpa budaya, Bali tak ada apa-apanya,” tegas kandidat Gubernur yang diusung PDIP ini.

Menjaga budaya Bali, sambung Puspayoga, tak dapat dilepaskan begitu saja dari sektor pertanian Bali. Oleh sebabnya, kata kandidat yang berpasangan dengan Dewa Nyoman Sukrawan ini, industri pariwisata dan sektor pertanian bagai dua sisi dalam keping uang logam.

“Salah satunya adalah subak yang mesti terus dipertahankan. Meski Denpasar adalah wilayah perkotaan, tapi punya ‘subak luk atak’ di Peguyangan yang menjadi subak terbaik se-Bali. Subak kita masih bertahan di tengah gempuran pembangunan,” terang penggemar kain endek Bali ini.

Namun di tengah komitmennya menjaga subak dan pertanian, ada yang menjadi kekhawatiran Puspayoga. “Petani tidak mau lagi  menggarap sawahnya. Inilah sebetulnya kesalahan pemerintah. Ke depan, harus dibuat agar para petani itu asyik mencintai pekerjaannya. Pertanian itu bagian sinergi kepariwisataan. Kalau pertanian hancur, budaya juga terancam,” papar Puspayoga.

Untuk tetap menjaga pariwisata, budaya dan pertanian Bali, Puspayoga menggagas desa wisata. Desa wisata ini merupakan konsep pariwisata berbasis kerakyatan. Di mana, katanya, masyarakat di daerah setempatlah yang dapat menikmati pembangunan dan pertumbuhan pariwisata. Sehingga, distribusi kesejahteraan akan semakin cepat terealisasi. “ Seperti Kuta, pengembangan desa wisata penting, agar tanah di bali tak dikuasai kapitalis,” ucap Puspayoga.

“Pariwisata harus dikuasai oleh mereka yang memiliki tanah, masyarakat Bali. Kesenian dan budaya itu tak boleh dieksploitasi. Kalau turis mau megamel ya ke banjar. Jangan senimannya dieksploitasi. Inilah konsep pariwisata kerakyatan,” imbuh Puspayoga. BOB-MB