Foto: Anggota DPD RI asal Bali Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa (Arya Wedakarna) dalam sebuah video yang mengkritisi sulinggih Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pernyataan Anggota DPD RI asal Bali Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa (Arya Wedakarna) yang mengkritisi sulinggih Bali dalam sebuah video yang juga viral di media sosial menuai reaksi keras dari para tokoh-tokoh Hindu Bali.

Kritikan dan kecaman terhadap penyataan Wedakarna datang dari Ketua Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) Ida Bagus Ketut Susena.

“Mencermati gerakan Anda (Wedakarna) beberapa waktu belakangan ini dengan publikasi video yang viral di berbagai media sosial, saya melihat Anda sudah tidak pada kendali emosi dan intelektual yang pada porsi yang harusnya melekat sesuai jabatan Anda,” kata Susena dalam sebuah tulisan yang diterima redaksi Metro Bali, Rabu (8/1/2020).

Menurut Susena pernyataan Wedakarna bisa menimbulkan perpecahan di internal Hindu Bali yang sudah digerogoti dari berbagai sisi.

Oleh karena itu, pihaknya menghimbau dan menyarankan agar Wedakarna segera interospeksi diri. Pertama, Wedakarna diminta tidak mencampur adukkan perjuangan politik pribadinya dengan Hindu, terutama Hindu Bali.

Kedua, Wedakarna diminta mengurangi ego bahwa seolah-olah dirinya ahli agama dan kuasa dengan jabatannya untuk mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan Hindu Bali.

“Padahal Anda (Wedakarna) bukan ahli agama dan membangun emosi pendengar yang kadar pemahaman agamanya kurang menjadi terbuai dan hanyut dalam “pembelaan kaum marjinal versi Anda,” tulis Susena.

Ketiga, Wedakarna juga diminta menjaga dan sopan santun dalam menyampaikan DHARMA WACANA agar tak menjadi ADHARMA WACANA. Keempat, aga menghormati eksistensi sulinggih dari soroh manapun tanpa melakukan fitnah dan menebar kebencian antar satu dengan yang lainnya.

“Belajar lagi memahami konsep Hindu Bali dengan sastra bukan dengan emosi sehingga anda berbicara sesuai kapasitas sebagai intelektual yang disegani,” kata Susena pada point’ kelima.

Keenam, Wedakarna diminta agar menghentikan penyebaran kebencian yang bernuansa SARA, RASISME dan pengelompokan golongan dalam setiap pidatonya hanya untuk dapat dukungan dan simpati.

Susena juga mendesak Wedakarna segera meminta maaf kepada para sulinggih yang telah dikritik dan direndahkan. “Segera meminta maaf kepada kelompok sulinggih dan soroh tertentu yang telah Anda (Wedakarna) jadikan obyek kebencian dalam setiap pidato dan wacana Anda. Sampaikan lewat media yang selama ini anda gunakan juga untuk propaganda Anda,” tulis Susena pada point ketujuh.

Kedelapan, Wedakarna diharapkan membangun semangat kebersamaan dan kerjasama dengan semua komponen untuk memperjuangkan Hindu baik di Bali maupun luar Bali secara MURNI dan KONSEKUEN.

Pada point terakhir Wedakarna juga diminta menghentikan feodalisasi diri dengan menjadikan dirinya sebagai Raja Majapahit Bali dan mencari status Ksatria, karena dirinya terkenal ANTI FEODALISME dan KASTA. “Karena dengan tetap menganggap diri seperti itu, maka Anda (Wedakarna) tak ubahnya sebagai MALING TERIAK MALING,” kritik Susena.

Ia menegaskan sembilan hal ini penting dan harus jadi bahan interospeksi Wedakarna sebagai warga Hindu Indonesia, pasca tak terkendaliya gerakan bebas Wedakarna selama ini. Yang membawa egoisme dan ambisi kekuasaan dirinya pada level tak terkendali.

“Semoga Anda (Wedakarna) tetap berpikiran waras dan normal, sehingga bisa membawa misi perjuangan Hindu murni dan tulus,” tutup Susena yang meraih penghargaan gelar Doktor Honoris Causa di Bangalore, India berkat perannya dalam bidang sosial keumatan dan mendedikasikan diri pada kemajuan Hindu.

Ini Kritikan Wedakarna untuk Sulinggih Bali

Sebelumnya dalam sebuah video yang beredar di media sosial dan juga grup WA, Wedakarna mengkritisi penyebutan “Surya” pada golongan kasta brahmana. Ia juga berbicara lantang mengkritisi persaingan antar sulinggih di Bali yang dinilainya tidak sehat.

Dalam video ini terlihat Wedakarna didampingi sulinggih dan sejumlah tokoh tampak sedang berbicara dalam sebuah forum. Di awal video ini Wedakarna menyatakan membela para sulinggih atau pendeta Hindu di Bali yang berasal dari semua golongan atau soroh.

“Tyang (saya) bela sulinggih Bujangga, Sri Empu, Bhagawan, Ida Dukuh, jujur saja saya selalu bicara keras soal ini,” katanya dengan mantap.

Selanjutnya Wedakarna lantas menyampaikan kritik dan ketidaksetujuannya atas penyebutan atau panggilan “Surya” yang digunakan secara sembarangan oleh orang-orang dari kasta brahmana yang belum menjadi sulinggih.

Ia meminta penyebutan atau panggilan “Surya” ini tidak digunakan secara serampangan dan sembarangan melainkan hanya boleh digunakan oleh orang yang sudah resmi menjadi Sulinggih.

“Jangan sembrangan ngaku-ngaku “Surya”, Surya itu sebutan sulinggih untuk semua soroh, tidak hanya untuk satu soroh saja, ini semeton yang salah. Ketika bertemu (kasta) brahmana tapi masih walaka ngakunya Surya, ini semeton yang salah,” papar Wedakarna.

“Yang sudah ‘abhiseka’ dan sudah malinggih yang nggak masalah kalau dipanggi Ratu dan Surya karena sudah melewati proses. Tapi kalau masih ‘walaka’ (orang biasa) jangan dipanggil “Surya”, itu yang ingin saya tegakkan,”tegas Wedakarnaa.

juga berbicara lantang menyoroti persaingan tidak sehat antar sulinggih yang terjadi di Bali. Ia menyontohkan ada sulinggih yang tidak mau muput (memimpin) upacara di tempat atau kelompok masyarakat tertentu.

“Ada sulinggih yang tidak mau muput karena merasa lebih tinggi (kastanya), nggak boleh begitu. Di sebuah kabupaten ada upacara “tawur” yang diulang, padahal bupatinya sudah buat ritual tawur dengan melibatkan sulinggih Sarwa Sadaka, semua sudah dilibatkan tapi upacara tawurnya diulang lagi oleh kelompok tertentu. Ini pendidikan yang nggak baik bagi anak muda, kita semua harus introspeksi diri, jangan saling menjatuhkan,” papar Wedakarna. (dan)